The 'it' of previous chapter
"Iya, Kei, gue salah" desah Alex.
"Emang lo salah. Lo tau lo salah, tapi lo selalu mengulangi kesalahan itu. Sebodoh-bodohnya keledai, mereka juga gak akan jatuh di lubang yang sama." Ia mengambil nafas, lalu melanjutkan.
Bibir Keira bergetar, entah karena kedinginan atau berat mengucapkan ini.
"Satu hal ya, Lex. You make me disappointed perfectly" Menghujam tepat sasaran di hati Alex.
"Gue minta sih cuma satu. Jangan sakitin dia" Ramon menghela nafas, berat.
"Dia itu cowok rapuh yang pinter memanipulasi mindset orang kalo dia itu sosok yang kuat. Tapi orang yang sangat kenal dengan dia tahu, Alex bukan seperti itu. Gue mohon jaga dia" Ramon mendadak tercekat. Sulit rasanya mengucapkannya. Tapi, memang itu yang harus ia lakukan dan harus ia sadari. Alex takkan pernah kembali padanya. Alex memilih Juno. Dan dia harus akui itu, suka atau tidak suka.
Juno mendekati Ramon, menepuk bahunya, membuat Ramon menoleh.
"Tenang aja, Mon. Gue bakalan ngelakuin apa aja untuk buat Alex bahagia. Lo gak akan nyesel udah ngerelain"
"Juno anak tunggal. Nyokapnya sakit kanker payudara stadium akhir. Bokapnya menghilang setelah ketahuan berselingkuh dengan sekretarisnya. Dan yang perlu lo tahu, nyokapnya SAYANG BANGET sama Juno" Keira menekankan kata 'Sayang Banget.'
Alex kembali terkejut. Namun, ia masih berusaha mengendalikan rasa keterkejutan itu.
Juno kembali menggoyang-goyangkan kakinya. Mengurangi rasa grogi? Bukan.
Hanya berusaha mengacuhkan insting-nya yang seakan berkata 'sesuatu yang buruk akan terjadi'.
—————————————————-
Juno menggandeng erat jemari Alex, saat memasuki sebuah rumah di kawasan Simpruk. Rumah mewah yang didesain dengan sentuhan arsitektur Eropa berdiri megah dihadapan mereka.
Saat memasuki pelataran rumah itu, tak sengaja Alex melihat sebuah air mancur di halaman depan rumah ini. Ditengah air mancur itu terdapat patung anak kecil telanjang yang sedang membawa kendi di bahunya. Dan dari bahunya itulah air keluar tak henti-hentinya.
Di sekitar air mancur itu pula terdapat beberapa jenis tanaman, yang Alex sendiri tidak tahu apa nama tanaman-tanaman itu. Dan satu yang juga menarik perhatian Alex, pilar-pilar kokoh berdiri tegak di depan teras, menambah kesan zaman Romawi dulu.
"Ayo masuk di istanaku, pangeran" ucap Juno sambil memeragakan gaya bak seorang penerima tamu yang sedang mempersilakan tamunya masuk.
Alex hanya tersenyum melihat tingkah Juno yang spontan itu. Entahlah, Juno sepertinya hidup dengan penuh spontanitas. Dan bagi Alex itu bagus. Setidaknya dengan begitu ada banyak hal kejutan yang bisa Juno rasakan dengan kespontanitasannya itu.
Juno mendorong pintu rumahnya, dan saat itu juga Alex berhasil dibuat terkagum-kagum dengan desain interior yang simple tapi tetap terlihat mewah.
Selama mengikuti Juno, tak henti-hentinya Alex mengarahkan pandangannya ke penjuru rumah. Dan selalu saja ada hal yang berhasil menarik perhatian Alex. Seperti deretan guci-guci yang dari coraknya, sepertinya semua ini bukan dari Indonesia.
Alex terkagum-kagum dengan interior rumah itu, bukan karena ia kampungan. Tapi, karena ia belum pernah melihat interior sebagus itu. Rumah peninggalan orang tua Alex dan Alyssa sebesar ini juga, tapi interiornya sendiri masih sama sejak pertama kali orang tua mereka membelinya ketika umur Alex masih 10 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
RomanceCinta tak harus tentang Aku dan Kamu, mungkin saja ada Dia. ❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : Syailendra Setiawan ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH!