Chapter 9 (Him)

7.6K 439 8
                                    

The 'it' of previous chapter

Dan Alex dibuat terkejut. Wanita paruh baya yang Alex taksir umurnya kepala empat itu, memiliki paras yang justru tidak dimiliki paras khas Indonesia. Wajah wanita itu bisa dikatakan...indo.

"Halo, Tante. Saya Alex" Alex mengulurkan tangannya cepat, masih terpesona dengan aura kharismatik yang besar.

"Oh, halo Alex. Saya Athea, mamanya Juno"

Alex memperhatikan topi rajutan itu. Topi berbahan wol warna dark grey. Mirip topi kupluk tapi topi itu berhasil menutupi seluruh daun telinganya dan terdapat di masing-masingnya sebuah tali kecil untuk mengikat. Terlihat seperti topi yang banyak dijumpai, tapi ini istimewa. Ini buatan Ibu dari pacar Alex. Kedengarannya bagus sekali. Walau makna pemberiannya berbeda.

Ini kembali terjadi. Ia teringat saat seperti ini, dulu. Saat ia dan Ramon berdua di kamarnya. Memilih melanjutkan hubungannya dengan Ramon, atau memutuskannya demi Alyssa.

Saat ini terjadi lagi. Memilih melanjutkan hubungannya dengan Juno-yang tanpa ia sadari sangat ia cinta- atau memutuskannya demi Athea.

De javu.

"Aku hanya ingin menangis. Aku cuma ingin ngeluarin beban ini" Hanya itu yang bisa diucapkan Alex. Selebihnya tangisan mendominasi.

"Kalau itu maumu. Menangislah. Tapi setelah ini aku tak mau melihatmu menangis"

Kini Alex menyandarkan kepalanya di bahu Juno. Ia menangis sesenggukkan. Juno menatap pintu kaca dihadapannya, sesekali mengelus pelan puncak kepala Alex. Hatinya perih. Namun, ia coba tahan itu.

"Aku menyukai segala yang ada di dirimu" Desah Juno kemudian mengangkat dagu Alex menghadapnya.

Wajah mereka mendekat. Dan mereka berciuman.

"And you know what" Juno menatap lekat-lekat mata Alex sesaat setelah mereka berciuman.

"You don't always have to be strong, because I'm able to be strong for you"

—————————————————-

Mentari pagi perlahan menampakkan wujudnya. Sinarnya pun mulai dengan malu-malunya menerobos tirai biru di kamar Juno. Sinar yang temaram itu berhasil membangunkan si empunya kamar. Juno membuka kelopak matanya perlahan. Beberapa detik berusaha menyeimbangkan penglihatannya. Berkali-kali ia mengulet, merelaksasikan otot-ototnya. Kemudian ia berbalik. Dan tak menemukan siapapun di tempat tidur selain dia. Juno mengerutkan dahinya. Di otaknya hanya ada satu nama saat ini. Alex.

Kemana dia?

Ah, mungkin ke kamar mandi. Juno bangkit, lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya hingga bagian pinggang. Ia terduduk di sisi tempat tidur. Ia menarik nafas dalam lalu menahannya beberapa detik kemudian menghembuskannya dengan kuat.

Ada yang aneh. Perasaan Juno tidak enak. Dia bukan sedang tidak enak badan, tapi hanya ada sesuatu yang aneh di hatinya. Namun, tak terdeskripsikan apa itu.

Juno mulai melangkah mendekati pintu kamar mandi berwarna putih itu. Ia begitu memuja warna putih. Baginya putih itu suci dan damai jika dipandang berlama-lama. Jadi jangan heran perabotan di kamar Juno sebagian besar berwarna putih.

"Lex...Alex..." panggil Juno dari luar pintu kamar mandi. Namun tak ada jawaban.

Diraihnya pegangan pintu lalu memutarnya. Kosong, saat ia melonggokkan kepalanya ke dalam kamar mandi.

Kemana dia? Ah mungkin Alex sedang bercengkrama dengan Mama. Pikir Juno.

Ada perasaan senang saat menyadari apa yang ia pikirkan tadi. Alex dan Athea yang begitu akrab, bagaikan seorang anak dan ibunya. Mengetahui begitu banyak kesamaan antara Alex dan Athea semakin membuat Juno tak cemas. Jujur saat Alex berkata ingin bertemu dengan Athea, ada sedikit kecemasan yang menghantui Juno.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang