Chapter 1: Nobody Care About Me

37 0 0
                                    

"Haaaaaaaahhhh...menyebalkan."
Kataku sambil menarik nafas panjang. Kenapa? Karena aku bosan melihat kehidupan manusia yang begitu-begitu saja. Manusia itu sungguh menggelikan, bodoh, dan tamak. Pantas saja para dewa bilang kalau dunia manusia ini mulai hancur karena ketamakan mereka.
Manusia...jadi jahat karena adanya keputus asaan dan kebencian. Makanya sering terjadi kejahatan dan paling parahnya adalah ada saja yang bunuh diri karena tak tahan dengan hidupnya yang tak memiliki makna. Manusia juga kebanyakan sombong, suka menang sendiri, menindas orang lain, dan paling lucunya dari mereka itu ada saja yang menganggap mereka paling benar. Itu lucu sekali. Begitu pula dengan manusia yang ditindas dan dimangfaatkan. Mereka tak pernah marah ataupun melawan bila di tindas atau dimangfaatkan. Mereka hanya bisa menangis, dan ada juga yang tertawa atau tersenyum bodoh karena mereka merasa jika mereka membiarkannya maka mereka akan ditolong oleh orang yang menindas mereka. Aku jadi merasa pasrah dengan dunia ini.

Pada saat aku sedang jalan-jalan disekitar rumah sakit, terlintas mobil ambulans yang membawa seorang gadis. Karena agak tertarik akupun mengikuti perawat yang membawa pasien itu.
Sampainya aku disebuah ruangan aku mendengar cakap-cakap antara dokter dan seorang perawat. Ternyata pasien itu sengaja meminum racun untuk bunuh diri.

"Pfffttt...ahahahahahaha! Mengelikan sekali! Dasar gadis bodoh." Kataku sambil tertawa.
Akupun segera memasuki ruangan itu tanpa sepengetahuan dokter dan perawat itu lalu menarik tangan gadis itu.

"Nona, kurasa kita akan sedikit berbincang-bincang secara pribadi dan kita memerlukan tempat yang bagus untuk perbincangan kita."

Srriiiiiiiinnngggg

------------------------------------------------------


Dimana ini? Ini bukan rumahku. Bukan complex rumahku. Juga bukan Tokyo. Ini sebenarnya dimana?

Aku melihatnya yang akhirnya telah bangun dan bingung dengan dunia ini.

"Hei! Kau terbangun juga akhirnya."

"Kau siapa?! Ini dimana?"

"Yang pasti aku ini bukan manusia. Aku Dewa dan kau sudah mati."

"Mati? Aku sudah mati? Ah...benar juga aku sengaja meminum racun untuk bunuh diri."

"Kenapa kau melakukan hal itu?"

Aku melihatnya hanya tersenyum senang dan berkata
"Karena aku sudah muak."

"Muak? Karena apa?"

"Aku muak dengan hidupku. Aku muak karena semuanya meninggalkanku. Makanya aku mengakhiri hidupku supaya aku tidak menderita lagi. Dengan begitu mereka akan bahagia tanpa diriku."

"Mereka? Mereka siapa?"

"Orang-orang yang benci padaku. Dimata mereka aku hanyalah musuh. Aku yakin teman-temanku juga menganggapku sama. Dari dulu mereka tak peduli padaku, termasuk orang tuaku. Orang tuaku hanya peduli pada adik dan kakakku saja. Adikku selalu disayang sedangkan kakakku selalu dibanggakan. Guru sekolahku juga sama selalu membanggakan murid-murid yang pintar saja dari pada murid-murid yang tidak jago. Dunia ini tak pernah adil padaku. Dari dulu tidak ada yang peduli denganku."

Aku hanya terdiam mendengar cerita itu. Memang dunia ini tak pernah adil dan sedikit yang mengerti tentang itu. Apa yang harus aku lakukan padanya?
Ah...aku jadi teringat pesan para Dewa untukku.
"Jangan hanya menuntun mereka ke Surga atau Neraka tapi tuntunlah juga mereka ke jalan yang benar dan berikan mereka kesempatan hidup sekali lagi untuk berubah."
Berubah? Apa dia bisa berubah? Apa manusia bisa berubah? Aku masih tidak paham soal manusia. Maka aku mengajak gadis itu untuk pergi ke sebuah genangan air.

"Nah...dipantulan genangan air ini apa yang kau lihat?"

"Aku."

"Lalu apa lagi?"

"Kamu."

"Sekarang pejamkan matamu."

Dia pun memejamkan matanya.

"Sekarang buka matamu. Apa yang kau lihat?"

"I...itu..."

"Ya...itu adalah semua orang yang kau kenal. Termasuk sahabat, teman-teman, guru, orang tua, juga saudara."

"Apa maksudnya ini? Kenapa mereka semua tersenyum padaku?"

"Karena mereka peduli padamu."

"Apa?"

"Didunia ini manusia selalu mengganggap bahwa tak ada satu orang pun yang peduli padanya. Tak seorang pun. Tapi dibalik semua itu ada rasa peduli yang besar dihati mereka. Seseorang menciptakan musuh karena berbagai alasan dihati mereka. Ingin diperhatikan oleh orang tersebut, iri, ada juga ingin diperhatikan oleh orang-orang sekitar. Tapi kebanyakan menciptakan musuh karena ada kebencian. Dan kau masih punya banyak orang-orang yang tak kau sadari peduli padamu sebab aku yakin semua manusia didunia ini pasti ada yang saling peduli. Sekarang coba lihat lagi genangan itu."

"i...itu?!"

"Ya...itu musuhmu. Dan dia menaruh rasa kepedulian padamu meski hanya sedikit. Tidak semua musuh akan menjadi musuhmu selamanya suatu saat nanti mereka akan menjadi teman apalagi sahabatmu jadi jangan kecil hati. Tetaplah kuat dan berusaha agar mereka menaruh perhatian padamu dengan kemampuan yang kau miliki."

Tes...tes..

Ah...dia pun mulai menitikkan air matanya...

"Uh...ayah, ibu, teman-teman,dan saudaraku...maafkan aku. Aku menyesal...aku menyesal telah membuat kalian khawatir soal diriku. Ternyata kalian sangat peduli tentang diriku. Dan aku berterima kasih. Terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih..."

Dia terus mengucapkan terima kasih sambil menangis dan kurasa inilah saatnya baginya untuk merubah hidupnya di kehidupan baru. Aku mengulurkan tanganku padanya

"Nona, ayo ikut denganku."

"Kemana?"

"Tentu saja ke tempat yang tidak asing di dengar lagi. Yaitu Pulang"

SRIIIIIIIINGGG!

............................................................

Ah...dimama ini? Cahaya terang apa ini yang menyinari wajahku? Lampu?
"Akhirnya kau sadar Yuuki!"
Siapa itu? Ibu? Ah...itu ibu. Bersama ayah. Dan itu teman-temanku, sahabatku, musuhku, juga saudaraku.

"Yuuki kami sangat khawatir tapi untunglah kau tidak apa-apa. Kami juga minta maaf berlaku seakan-akan tidak peduli. Pada waktu Yuuki sudah sembuh kita akan makan malam bersama sebagai Keluarga." Kata ibu padaku.

Akupun mulai meneteskan air mata waktu mendengar hal itu. Dilanjutkan lagi oleh teman-temanku.

"Yuuki cepatlah masuk sekolah. Supaya kita biaa main lagi seperti dulu. Ibu guru juga menginginkan kehadiranmu dikelas." Kata teman-temanku.
Semua kata-kata itu semakin lama semakin membesarkan hatiku. Dan akupun berkata
"Aku pulang ma, pa, kak, dik, juga teman-temanku. Aku bahagia."

Aku yang melihat pemandangan bahagia itu hanya bisa tersenyum atas kebahagiaan itu dan berharap
"Semoga nona hidup penuh kebahagiaan selamanya bersama orang tua, saudara, juga teman-teman nona."

The end for Chapter 1

ShinigamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang