Nico POV
Aku bermain-main dengan pisauku, menunggu Olivia keluar dari rumah. Yup, rencana nya aku akan mengajarkan Olivia untuk membunuh orang. Aku sudah melatihnya dengan menggunakan sebuah bantal guling yang aku 'lukis' sehingga menyerupai sebuah manusia. Briliant, I know.
~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~
Flashback on
"Aku belum pernah membunuh seseorang dan kau langsung menyuruh ku untuk mencoba 'membunuh' bantal ini? What the hell??" Olivia protes, aku memutar mataku, "Tidak seperti kau berani membunuh orang yang sebenarnya, kan?" Aku mengikat ujung guling itu ke seutas tali yang aku hubungkan ke sebuah katrol. Tujuannya? Agar guling tersebut dapat bergerak karena ini merupakan simulasi manusia; mana mungkin ada orang yang akan dibunuh tanpa menghindar kan?
"Uhh, ok..."Dan latihan Olivia sangat berhasil. Bahkan dia berhasil melukai tanganku dengan cukup dalam pada hari ke 5 (aku menggunakan diriku untuk simulasinya karena bantal guling kami habis). Dia juga berhasil membunuh seekor anjing yang mengganggu Grim dengan sangat hebat. Walaupun dia kembali dengan acak-acakkan dan belasan luka cakaran, setidaknya dia membawa kepala anjing itu untuk dibakar di perapian.
Flashback off
~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~
Setelah beberapa menit, dia keluar. "Lama sekali." Aku mencibir, dia hanya memutar matanya dan menendang tulang keringku. "Ya sudah. Ayo pergi" Dia merengut "Ayo..? Bukannya kau bilang kau akan pergi sendiri?" Dia hanya memutar matanya lagi, "Ya sudah; pergi." Dia pun pergi ke sebelah kiri, aku hanya menyeringai kecil sambil pergi ke arah kanan.
Olivia POV
Aku mencari-cari target. Nampaknya tidak ada orang di sini. Aku pun memutuskan untuk mendatangi rumah orang saja. Aku melihat sebuah rumah kecil, pasti hanya ada satu orang yang tinggal di dalamnya. Aku mengetuk pintu kayu rumah itu. Aku memakai sarung tangan ku. Sesaat kemudian, seorang laki-laki keluar "Ada ap--" Aku mendorong badan orang itu ke lantai, mengeluarkan pisauku dan menancapkan nya di matanya. Dia berteriak, aku langsung menutup mulutnya dengan kain yang aku bawa. Kucabik leher nya sampai tenggorokan nya putus, membuat nya kesusahaan bernapas. Aku merobek sampai terbuka dadanya dan menarik pisau tersebut kebawah sampai perutnya, menarik ususnya, memasukkan usus itu ke dalam mulut nya agar dia tidak berteriak. Aku menghantam kepalanya ke ujung meja, memecahkan tengkorak nya. Tengkoraknya terbelah, otak nya keluar. Aku memotong tangan dan kakinya. Aku tersenyum puas saat aku melihat dia sudah tidak bernyawa lagi. Aku pun membakar mayat itu di halaman belakangnya dan membersihkan abunya. Dan tentu saja menghapus jejakku dengan alkohol. Siapa yang mau tertangkap pada aksi pertama? Aku mengernyitkan hidungku saat mencium bau darah. Tapi setidak nya itu bukan darahku. Aku langsung pergi dari rumah itu dan mencari korban lain. Kata kakak ku jangan bunuh banyak orang dalam satu malam karena orang lain pasti akan curiga. Aku hanya memutar mataku. Lagipula dua atau tiga orang tidak terlalu banyak bukan?
Nico POV
Aku menelusuri sebuah gang, mencari target selanjutnya. Aku langsung bersembunyi di balik sebuah tempat sampah ketika melihat sebuah bayangan mendekat. Bayangan tersebut membuang sesuatu ke tempat sampah tersebut tetapi dia tidak melihat diriku. Aku mengintip sedikit untuk melihat apa yang baru saja dia buang; sebuah plastik berisi silet yang sudah berdarah. Depresi, kasihan. Aku melihat bahwa orang tersebut adalah seorang perempuan. Aku langsung keluar dari persembunyian ku. Aku menepuk pundak perempuan tadi. Dia langsung menengok dan aku langsung mengambil pisauku.
Dia langsung memegang lenganku dan memutar nya. Aku mengerang kesakitan, menjatuhkan pisauku. Dia langsung mengambil pisau itu dan mengarahkannya ke tenggorokan ku, menggores nya sedikit. Okay, ini tidak seperti ekspektasi ku. Aku menendang perempuan tersebut dan dia terhempas ke tanah, masih memegang pisau tersebut. Aku memegang leher ku yang sekarang sedikit berdarah. Aku mengutuk pelan. Dia tidak akan mati di tempat. Aku lalu menarik kerah hoodie nya dan mendorongnya ke sisi tempat sampah tadi, aku menyeringai melihat ketakutan yang jelas di mata nya, "Kau akan berharap kau tidak pernah memberontak seperti tadi." Aku menarik sebuah suntikan dan menancapkannya di leher nya. Bukan, aku belum ingin membunuhnya.. aku hanya akan menyiksa nya perlahan sebelum membunuhnya.
Perempuan tadi melihat ku dengan ketakutan, like I'm a fucking monster. Atau aku mungkin memang monster? Entahlah. "K-kumohon... Jangan bunuh aku..." Dia memohon dengan suara gemetar, air mata mulai menggenang di matanya; aku benci ketika mereka menangis. Aku memutar mataku lalu mendorong masuk cairan yang ada di dalam suntikan tadi; phenotiazine. Pasti kalian bertanya darimana aku mendapatkannya. Perdagangan gelap? Tidak. Mencuri? Tidak. Bisnis narkoba? Tidak.
Aku mendapatkannya dari Kevin.
Kevin bilang dia mendapatkannya 'obat-obatan' tersebut dari pamannya. Dia pikir benda-benda tersebut tidak berguna jadi dia memberikannya ke aku. Dan dia juga mendapatkan bathing salt yang -dulunya- aku pikir sangat berbahaya, jadi aku simpan. Seandainya aku masih ingat dimana aku menaruhnya kemungkinan besar aku akan menggunakannya jadi badan korban-korban ku tidak perlu dibakar, tapi aku makan.
Aku langsung menangkap perempuan itu setelah ia tersungkur. Aku mengeluarkan handphone ku dengan satu tangan lalu membuka kontak Kevin.
N: Hei, kau keberatan tidak jika aku 'mampir' sebentar ke rumah mu?
K: Memangnya kenapa?
N: Enggak apa2. Boleh ga?
K: -__- Y sudah, ga masalah
N: :3Aku menutup handphone ku. Aku bersyukur sekali punya teman seperti Kevin.
True friends stab you in the front...
Aku yakin Kevin tidak akan 'menikam' ku dari belakang maupun depan. Tapi kemungkinan besar aku lah yang akan menikam nya. Pfft, tentu saja tidak; dia satu-satunya orang yang aku miliki setelah Olivia.
~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~
Jgn kasih tau mak gua gua bukannya bljr malah ngapdet nih crta.. -__-"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm a Psychopathic Bipolar Disorder
SonstigesPernah dengar efek stigma? Yup, yaitu melakukan perbuatan dengan berbeda setelah mengetahui kenyataan. Inilah yang terjadi kepada kedua kakak adik yatim piatu ini awalnya hidup mereka normal-normal saja, sampai sebuah kenyataan membuat hidup mereka...