Hello Ke Sembilan

6.4K 510 0
                                    

Andara Dhamanti

Aku menghela napas, kapan sih kelas ini selesai? Pasalnya perutku sudah berbunyi sedari tadi, aku memegang perutku dan bertopang dagu.

"Baiklah, saya rasa pertemuan kita selesai sampai di sini, sampai jumpa" Pak Tan berjalan keluar kelas, dengan sigap aku berlari kearah kantin membuat teman-teman ku mengerutkan kening bingung. Masa bodoh lah, yang penting urusi perut ku dulu

Setelah memesan seporsi mie ayam, aku memilih duduk di pojok ruangan kantin. Biasanya Kana datang untuk menemani ku makan. Kanata adalah sahabatku sejak SMA, kami mengambil jurusan yang berbeda. Dan tentu saja kelasnya berbeda, biasanya kami bertemu saat jam makan siang di kantin

Penjual mie ayam mengantarkan pesananku, aku menambahkan satu sendok sambal kedalam mangkuk mie ayam ku. Baru saja aku ingin menyendokkan mie ayam itu ke mulutku, tiba-tiba seseorang duduk tepat di sampingku

Aku menoleh kearah orang tersebut, ia lelaki. Wajah lelaki itu terlihat familiar di ingatanku. Sepertinya aku pernah melihat lelaki ini

"Hey? Gimana? Udah ketemu Yoshinya?" tanya lelaki itu

"Eh?" lalu ingatanku kembali saat aku bertanya alamat Yoshi pada teman-temannya, lelaki ini yang memberiku alamat Yoshi

"Aku yang ngasih alamat ke kamu, gimana?" tanyanya

"Aku ketemu Yoshi, makasih ya alamatnya" aku tersenyum, lalu mulai menyendokkan mie ayam ke mulutku

"Nama aku Arkan, kamu?" ia menjulurkan tangannya padaku, aku menghela napas lalu tersenyum terpaksa. Kapan aku menyuapkan mie ayamnya?

"Aku Andara" Arkan hanya mengangguk lalu terdiam, mungkin ia tidak ingin menganggu acara makanku

Teman-teman Arkan bergabung di meja kami. Lalu beberapa menit kemudian Kana datang dan duduk di sampingku. Kami larut dalam obrolan yang menyenangkan, sampai dering telepon ku berbunyi

Jere?

"Halo? Jere ada apa?"

"Kamu di kampus?"

"Iya aku masih di kampus, kenapa?"

"Pulang jam berapa?"

"Seperti biasa Jere"

"Oh iya, baiklah kalau begitu"

Jere menutup sambungan telepon lebih dulu, aku mengernyit ke arah ponsel ku yang masih menyala. Kana menyenggol bahu ku pelan, dagunya mengarah ke arah Arkan

"Kenapa Kan?" tanya ku pada Kana

"Itu Arkan nanya kamu dari tadi engga di jawab" jawab Kana. Aku menoleh ke arah Arkan yang siap melontarkan pertanyaan

"Pacar kamu An?" tanya Arkan

"I-" belum sempat aku menjawab pertanyaan Arkan, Kana sudah menjawabnya lebih dulu

"Bukan pacar, calon suami" lalu Kana terkikik, semburat merah muncul di pipi ku. Raut kecewa muncul di wajah Arkan

"Cieee" serempak Doni dan Tristan meneriakan ku, sedangkan Arkan hanya tersenyum miring

"Kapan nikahnya nih?" tanya Doni. Aku tidak mejawab, karena aku tahu bahwa Kana akan menjawabnya

"2 bulan lagi" jawab Kana dengan semangat

"Idih ini yang mau nikah Andara atau kamu Kan?" ledek Tristan, Kana mendengus pelan. Melihat Kana yang kesal, Tristan mulai menepuk pelan kepala Kana

"Kalian dekat?" tanya ku. Aku memandang Tristan dan Kana bergantian

"Ya gitu deh" jawab Kana di selingi tawanya

"Semoga jadian ya" kata ku sembari geleng-geleng kepala

*****

Jere menjemputku, ia membukakan pintu untukku. Sebelumnya sih tidak begini, sepertinya ia memang benar-benar ingin menjadi normal kembali

"Kita mau kemana?" Jere mengambil arah berlawanan dari arah jalan ke apartemen

"Mall" jawabnya, aku mengernyitkan keningku

Aku mengikuti langkah besar Jeremia dari belakang, aku memegang ujung bajunya. Menariknya sedikit keras agar jalan lelaki tinggi itu di perlambat. Jere memperlambat langkahnya, aku berjalan maju dna mengimbangi langkah Jere

"Kita mau kemana sih?" tanya ku penasaran

"Beli gaun" jawab Jere

"Gaun lagi? Minggu lalu kamu membelikan gaun merah, bulan ini sudah 5 gaun yang kamu belikan untukku" kataku

"Tidak apa-apa kan? Anggap saja gaun itu sebagai koleksi mu" Jere mengerling lalu menggenggam tanganku

Kami masuk kedalam butik merk terkenal, Jere memilih gaun sedangkan aku melihat-lihat kaus yang butik ini punya. Aku menelan saliva ku, bahkan satu kaus oblong seharga ponsel ku

Aku menoleh ke arah Jere yang sudah membawa 5 potong gaun, gaun-gaun itu pasti harganya mahal sekali. Jere memberikan gaun itu padaku

"Kamu coba dulu gaunnya" aku mengangguk lalu berjalan ke arah fitting room

Gaun pertama berwarna hitam, panjangnya hampir semata kaki. Aku keluar dari fitting room, Jere menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan gaun yang ku pakai

Tepat gaun terakhir, gaun berwarna putih yang tidak terlalu terbuka. Kali ini Jere setuju dengan gaun yang ku coba, aku masuk untuk mengganti baju ku yang semula

Aku mengingatnya, besok adalah hari pernikahan Yoshi. Pantas Jere membelikan ku gaun

Pagi datang, hari ini hari sabtu dan tepat hari pernikahan Yoshi. Jere nampak tidak bersemangat saat menyantap sarapannya, biasanya ia sangat semangat melahap masakanku

Kami bersiap-siap untuk pergi ke acara resepsi Yoshi, aku memakai gaun putih baru ku

"Mau ku bantu pasangkan dasi?" tanya ku. Jere mengangguk lalu berjalan menghampiriku

Tinggi ku hanya sebatas dada bidang Jere, aku memasangkan dasi hitam dengan telaten di leher Jere. Bau parfumnya menyeruak di indra penciuman ku, seketika aku menelan ludah

Ia memakai jas hitamnya, lalu keluar dari kamar membiarkan ku untuk memoleskan wajah ku dengan sedikit make up. Setelah selesai memoles wajah, aku keluar dari kamar

Jere menatapku dengan tatapan yang tidak bisa ku mengerti, lalu ia menggenggam tanganku dan berjalan keluar apartemen

"Kamu ga apa-apa?" tanya ku saat di mobil

"Apanya?" Jere balik bertanya

"Yoshi" jawab ku hati-hati

"Tidak apa-apa, tenang saja" ia tersenyum miring, aku pun mengangguk tidak mau melanjutkan bicara

Kami sampai di halaman gedung besar tempat acara di adakan, aku menghela napas lalu turun dari mobil. Aku mengapit lengan Jere, dan berjalan berdampingan

Nah ini dia sang pengantin.

Hello Mr. GayWhere stories live. Discover now