Guardian Devil

498 17 4
                                    

Ify berdiri cukup canggung di depan pintu rumahnya, setelah sebelumnya ia turun dari taksi dan berjalan ke tempatnya berdiri saat ini sepulang sekolah tadi. Entah kenapa rasanya malas sekali untuknya mengetuk pintu apalagi sampai masuk ke dalam rumah tersebut. Karena dalam benaknya itu selalu saja dibayang-bayangi oleh sosok pemuda yang menurutnya sangat amat menyebalkan. Sosok yang sebenarnya tak pernah ia inginkan untuk berada di dalam rumah tersebut.

Mario Rend. Pemuda berkulit sawo matang yang telah diberi mandat oleh kedua orangtua Ify untuk menjaganya beberapa bulan selama mereka bertugas di Berlin. Di mana pemuda yang selalu berucap sinis itu sudah lebih dari cukup membuat Ify merasa tidak betah hidup di dalam rumahnya sendiri. Dan itu mungkin menjadi alasan utama kenapa Ify lebih suka menghabiskan waktu di sekolah atau di tempat lain ketimbang di rumahnya selama dua minggu terakhir ini.

Ify kembali menarik napas. Sepertinya mau tak mau juga ia harus tetap masuk ke dalam rumah tersebut, pun karena rasa lelah yang menjerat tubuhnya seharian ini. Berusaha melawan rasa sungkannya beberapa detik lalu.

"Udah deh jangan kebanyakan mikir! Cepetan masuk! Nungguin apa lagi sih?!"

Glek!

Entah ada suara setan dari mana, Ify seketika menelan ludahnya kuat-kuat saat langkah kaki pertamanya baru saja menginjak lantai di wilayah ruang tamu. Lantas keningnya mengernyit sesaat dan memutar matanya setelah tersadar kalau itu adalah suara dari Mario. Guardian Devil-nya.

"Kenapa jam segini baru pulang? Bukannya pulang sekolah itu jam 2? Ini udah jam berapa? Ngapain aja di luar sana? Hm?! Main? Keluyuran? Terus kalau..."

Mendengar pertanyaan-pertanyaan Mario yang seakan menembaknya bertubi-tubi, Ify hanya mencibir saja tanpa sedikitpun berniat untuk menjawab. Jangankan menjawab, mendengar pun rasanya sangat malas bagi gadis berdagu tirus itu.

"Gue belum selesai bicara, Clarissa!" bentak Mario saat Ify dengan santainya berlalu begitu saja dari hadapannya yang masih terfokus pada sebuah televisi.

"Gue capek, gue mau tidur! Dan gue gak butuh cermah dari lo!" jawab Ify terpaksa meski kakinya baru saja menginjak anak tangga pertama.

"Tapi lo harus jawab semua pertanyaan gue dulu, Clarissa!"

"Penting?"

"Itu-sangat-penting!" balas Mario dengan penekanan khusus di setiap katanya.

"I don't care! Serah lo! Dan satu lagi, jangan pernah panggil gue Clarissa! Karena lo bukan siapa-siapa gue! Ngerti?!" tandasnya ketus.

"Tapi gue adalah utusan dari bokap nyokap lo, Clarissa. Udah deh, apa susahnya sih jawab pertanyaan gue tadi? Gak lebih susah dari soal UN, bukan? Ck!" decak Mario. Desahan napasnya mulai terasa jengah.

"Males! Gue pulang buat istirahat, bukan buat jawab pertanyaan lo yang gak penting itu." respon Ify yang sejak tadi selalu membatalkan niatnya untuk naik ke atas.

"Hmm... Ya udahlah terserah lo aja mau gimana. Tapi sebelum lo istirahat, mendingan lo makan siang dulu gih! Gue udah masakin nasi goreng tuh buat lo. Dan lo gak boleh nolak! Soalnya gue udah bela-belain masak buat lo. Oke?" suruh Mario kemudian. Kali ini entah kenapa ucapannya lebih enak untuk didengar. Atau mungkin karena sudah tak bisa lagi melawan semua penolakkan yang Ify ungkapkan tadi. Entahlah.

"Gue gak laper, makasih!" balas Ify yang kini langsung berlari saja ke lantai dua cepat-cepat. Namun tiba-tiba saja ia berhenti dari langkahnya. Membuat Mario menautkan salah satu alisnya heran.

"Kenapa? Berubah pikiran?" timpalnya asal dengan mata yang masih tak sedikitpun beralih dari acara televisi yang sedang ditontonnya.

"Cih! Pede amat lo jadi orang. Dan asal lo tau ya, di sini gue cuma mau bilang kalau lo gak usah sok baik sama gue! Bye!" tukas Ify dengan kembali menghentakan kakinya keras.

SWEAR!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang