Aku duduk termenung menatap nasibku yang kini hidup sebatang kara. Apalagi sekarang aku harus membiayai sekolahku yang sangat mahal. Aku sangat pusing memikiran hal ini. Akhirnya aku memutuskan berjalan menulusuri kota mencari pekerjaan. Aku berpikir, mana mungkin ada rang yang mau menerimaku, tapi aku tetap berpikir positif, hingga akhirnya keberuntungan datang padaku. Aku diterima di salah satu café. Kahia Café, café yang dikelola oleh orang sebaya denganku.
"Karin, antar ini ke meja 5, cepat!"
"Baik, tuan Kazune"
"Akhirnya selesai juga ya, tugas kita hari ini, karena ada Karin, jadi sedikit lebih ringan ya"
"Ah, nona Himeka bisa saja"
"Panggil saja kami dengan Kazune dan Himeka, tak usah pakai nona dan tuan ya Karin"
"Baik nona, eh Himeka"
"Sekarang semuanya boleh pulang" sambung Kazune dengan wajah dinginnya, sangat berbeda dengan Himeka yang selalu tersenyum padaku.
"Baiklah, aku pulang dulu ya, sampai jumpa besok"
"bye, Karin" sahut Himeka dengan senyumnya yang selalu tampak.Hah, aku menjatuhkan diriu diatas kasurku yang empuk. Kasur yang dibeli orang tuaku dari Paris. Ku akui dulu kami bias dikatakan orang yang cukup kaya. Ayahku adalah seoramg pengusaha terkenal. Namu semuanya berubah ketika kedua orang tuaku tewas pada kecelakaan pada sebuah pesawat saat menuju ke Berlin, Jerman. Saat itu, ayahku meninggalkan hutang-hutangnya padaku, yang harus ku bayar segera. Akhirnya, aku menjual seluruh saham ayah, dan yang tersisa hanyalah rumah mewah ini.
"Karin...!"
"siapa sih itu, datang dengan memanggilku dengan teriak-teriak" pikirku dalam hati.
"Kariiin...!"
" IYA TUNGGU SEBEEENT.. ar" ah ternyata Kazune, aku langsung tidak berani membentaknya, karena dia boss ku.
"Hei bodoh, tasmu ketinggalan, ada bukunya di situ, kupikir itu buku pr mu, dasar ceroboh"
"Emm... Thanks Kazune"
"sebentar, aku mau pinjam toilet mu"
"sila..kan saja"
Hujan mulai turun dengan derasnya sesaat setelah Kazune pergi ke toilet .
"wah, hujan. Bagaimana mungkin aku pulang ketika hujan yang sangat deras ini berlangsung. Aku tidur di rumahmu ya Karin, aku akan menelepon Himeka agar tak khawatir"
"APA? TIDUR DI RUMAHKU?"
"Memangnya kenapa? Tidak boleh?"
"Taaa...ta...pi kan, kalau ad.."
"Tenanglah, aku tidur di sofa, aku tidak akan menganggumu"
"baiklah"Hah! Apa yang harus kulakukan? Aku bingung. Akupun langsung menaiki tangga menuju kamarku tanpa menghiraukan Kazune.
" Huuuuuaah.., empuknya kasurku " gumamku dalam hati
Tlek! Lampu padam? Bagaimana ini? Aku jadi sedikit takut, bukan sedikit sih, tapi takut."Kazunee!"
"Karin! Kau dimana?"
"Aku di lantai dua Kazune"
"Lilinmu dimana?"
"Di dalam lemari, di dapur"
"Karin, cepat turun! Gunakan lampu ponselmu!"
"Baa..ba.i..k"
Aku mulai menuruni anak tangga satu persatu dengan cahaya dari ponselku. Sejenak kemudian Kazune berhasil menghidupkan lilin.
"Kazune"
"Emm..?"
"Kau mau tidur di sofa mana?"
"Di sofa ini, memangnya kenapa? Kau takut?"
"Ti..ti..dak kok"
Tiba-tiba Kazune menampakkan wajah seramnya.
"Hihhihi.."
"HWAAAAAAA!"
"Penakut. Sudah, tidur sana!
"Ta..ta..pi"
"Kau takutkan Karin?"
"I..ya"
"Baiklah, aku tidur di sofa atas, tapi sofanya dimana?"
"Dikamarku"
"Hmm.. Baiklah, ayo naik ke atas, aku sudah ngantuk"Kmi mulai menaiki anak tangga satu persatu dengan bantuan cahaya dari sang lilin. Kazunelah yang memimpin sambil membawa lilin. akhirnya kami sampai juga di kamarku.
"Masuklah, ta..tapi jangan macam-macam ya!" ujar ku takut. Wajar saja, aku masih baru saja mengenal pemuda ini.
"Siapa juga yang mau macam-masam dengan perempuan sepertimu. Semua lelaki juga akan berpikir dua kali kalau denganmu."jawabnya
"Huh.. Oyasuminasai"
"Oyasumi"Ia tidur dengan lelapnya. Tidak sepertiku, dihantui dengan rasa takut. Angin begitu kencang. Aku kembali melihatnya tidur tanpa selimut. Ah, kasihan juga, pikirku. Akupun memberinya selimut. Aku mulai memperhatikan wajahnya. Wah, tampak seperti malaikat tidak berdosa kalau tidur, tak seperti kalau bangun, seperti manusia bejat.
"Mama" Kazune mengigau sambil memelukku. Hwaaaaa...! Bagaimana ini!
To be Continued....Gimana cerita yang ini bagus tidak berikan komentarnya ya