"Kau kan..."
"Apa?" Pemuda itu semaki dekat dengan Karin.
"Oh aku ingat sekarang, kau orang aneh yang menabrakku tempo hari"
"Apa? Kau bilang aku apa? Aneh?"
"Tentu saja, lihat pakaianmu itu!"
"Hey, dengar ya, ini cuman penyamaran"
"Memangnya wajah aslimu itu bagaimana?"
"Enak saja, itu rahasia" Pemuda itu meninggalkan Karin, meninggalkan seribu tanda tanya dibenak Karin.
Dasar orang aneh, pikir Karin."Himeka, kau liat Karin tidak?" tanya Kazune sambil kepalanya melenggak-lenggok ke kanan dan kiri mencari Karin yang belum menampakkan batang hidungnya sejak siang tadi.
"Tidak. Bahkan kami tadi tidak pulang bersama. Padahal sudah hampir malam begini, Karin belum juga pulang." jelas Himeka sambil mengelus-elus kepala belalang kesayangannya itu yang berada di halaman belakang rumah. Setiap kali Kazune melihat serangga-serangga itu, rasanya ia ingin lari secepat mungkin menjauhinya. Tapi, kali ini, dia sedang menahannya.
"Dasar, si nenek sihir itu! Pergi tidak bilang-bilang. Membuat khawatir saja"
"Kazune, kau tidak boleh mengatainya begitu. Dia kan, orangnya baik."
"Baik apanya? Dia itu nenek sihir. Ya sudah, aku mau mencari Karin dulu. Kau tunggu di rumah, ya!"
"Kazune, lihat ini! Cantikkan?" Gadis berambut indigo itu memperlihatkan belalang kesayangannya kepada Kazune.
"Tidaaaaaaak!" teriak Kazune sambil berlari pontang-panting ke luar rumah.
Ditatapnya jam yang berada di tangannya itu. Ah, sudah hampir jam makan malam. Tapi aku harus mencarinya dimana?Pencarian dimulai dari sekitar sekolah. Tidak ketemu. Dilanjutkan mencari di sekitar rumah Kazune, tidak ketemu. Kemudian mencari di sekitar Kahika Cafe, tetap tidak ketemu. Selanjutnya Kazune melanjutkan pencariannya di sekitar rumah Karin. Gadis itu tidak ada di rumahnya. Dicarinya lagi di sekitar rumah itu. Ketemu. Samar-samar Kazune melihat seorang gadis tengah duduk sendirian di tepi kolam di suatu taman.
"Karin?" gumamnya.
Kazune kemudian mendekat, mendekati sosok gadis yang duduk di tepi kolam itu.
"Karin!" panggil Kazune. Gadis yang merasa namanya di panggil itu menoleh ke sumber suara.
"Ka... Kazune?" Ia sedikit kaget. Cepat-cepat ia menghapus airmatanya. Tentu saja Kazune tahu bahwa ia sedang menangis. Kazune kemudian mendekat ke arah Karin, kemudian duduk disampingnya."Karin, kau kenapa?"
"Ti... Tidak. Aku tidak apa-apa." Karin kemudian langsung menyembunyikan foto Kirika itu di bawah tasnya, yang kebetulan berada di sampingnya.
"Jangan berbohong." ujar Kazune dengan suara datar.Karin dengan tiba-tiba langsung memeluk Kazune, dan menangis sejadi-jadinya di pundaknya, tanpa melepaskan pelukannya itu. Kazune yang awalnya terkejut menerima perlakuan Karin, akhirnya menepuk-nepuk pundak Karin, dengan maksud untuk menenangkannya. Tangisannya berhenti. Karin melepaskan pelukannya. Hening. Kazune langsung merampas foto yang disembunyikan Karin di bawah tasnya. Ditatapnya foto itu dengan mata tajam.
"Ini, foto wakil ketua OSIS kan?" tanya Kazune. Ia kemudian menghela nafas.
"Dengar, kau, Hanazono Karin, orang seperti ini, tidak perlu kau tangisi. Karena, dia yang akan menangis karena telah membuatmu menangis." ungkap Kazune.
"Kau bisa mendapatkan seribu lelaki seperti itu, bahkan kau bisa mendapatkan lelaki yang seribu kali lebih baik darinya." ujarnya lagi.
Karin tersenyum kecil mendengar perkataan Kazune. Karin hanya tidak menyangka ia akan mendengar kata-kata itu dari seorang Kazune.
"Sini, minta fotonya!" pinta Karin. Diambilnya foto itu dari tangan Kazune. Diremasnya foto itu, digumpalkannya, lalu dibuangnya ke dalam kolam.
"Kenapa dibuang?" tanya Kazune yang sempat heran melihat tingkah Karin.
"Karena aku ingin membuangnya dalam hatiku. Lagi pula, dia tak pantas ditangisi."
Hening. Suasana hening kembali.
"Ayo pulang! Makan malam sudah siap, dan Himeka sedang menunggumu dirumah." ajak Kazune
Karin tetap diam tak bergeming.
"Ayo lah. Akan kugendong."
Kazune kemudian berjongkok, bersiap menggendong Karin. Karin menghampiri punggung itu. Disilangkannya tangannya di leher Kazune. Dengan sigap, Kazune langsung menggendongnya.
Hening. Suasana hening kembali.
"Kazune."
"Hn"
"Terimakasih."
"Ya. Lain kali, kalau kau mau pergi, bilang dulu padaku."
"Iya. Maaf merepotkanmu."
"Hn"