Prolog

12.6K 384 19
                                    

"Argh!" Debuman keras itu menguasai ruangan.

Gadis berambut panjang itu dengan tangan gemetar berusaha meraih teralis merah yang ada di atas kasur. Ia berusaha merangkak melawan ketakutan.

"Mau ke mana kamu, sayang?" Dengan suara beratnya pria berusia empat puluhan itu membuka kancing kemejanya satu per satu. Tak memedulikan bahwa gadis yang ada di bawahnya ini masih berusia lima belas tahun. Ia tak peduli.

"Jangan jauh-jauh... aku bisa memuaskan kamu, sayang," tambahnya sambil berusaha membelai wajah si gadis.

Dengan cekatan gadis itu menepis tangan kotor pria yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri. Ia meludah tepat di wajah pria itu.

"Ya! Kurang ajar sekali kamu!" Dengan tangannya pria itu menampar keras wajah mungil Andhara, nama gadis malang itu. Tak sampai di sana, paras jawa bercampur cina itu juga menarik keras rambut Andhara, membuat gadis menyedihkan itu mengernyit kesakitan. Segalanya tumpah ruah. Bersatu di benaknya. Ia tak sanggup melawan siksaan demi siksaan yang akan diberikan olehnya.

"Bajingan kamu!" Sumpah serapah meluncur begitu saja lewat dari bibir manisnya, membuat pria yang lebih cocok menjadi omnya itu menyeringai puas.

"Iya, aku suka keliaranmu, Nak. Aku sangat suka!" Tawanya menggelegar di seluruh ruangan. Diraihnya tangan Andhara, lalu disusupkan jarinya di tengkuk gadis itu. Lumatan ganas itu melengkapi siksaan yang diterima oleh Andhara.

"Lepas, Om! Lepas!" Andhara meronta kembali. Bahkan seragam putih abu-abunya sudah terlepas dan hanya menyisakan bra dan celana dalamnya saja.

Pria itu kembali tertawa, bahkan saat mata Andhara menangkap mata pria itu, terlihat kabut gairah yang semakin membuatnya menggigil.

Benar-benar habis riwayatnya...

Tanpa belas kasihan, Jeff—nama pria itu mengikat kedua tangan Andhara pada teralis besi. Ia terlihat sangat puas dengan kerja kerasnya melumpuhkan anak di bawah umur yang cukup membuat gairahnya memuncak.

Habislah kehormatan anakmu ditanganku, Ferdinan.

Dengan sekali sentakan, Jeff mampu menelanjangi Andhara. Seringaian iblis masih terpatri di sana, mengabaikan isakan pilu yang bersumber dari Andhara. Iblis menguasainya. Dan dengan waktu singkat, pria itu mampu merenggut keperawanan Andhara di usianya yang baru lima belas tahun.

***

Andhara meringkuk di ujung tempat tidur sambil menangis. Ia menutupi tubuh telanjangnya dengan tangan gemetar. Sudah semalaman ia hanya menangis saja. Meratapi nasibnya yang mulai memburuk. Ia membuka selimutnya perlahan, hatinya perih saat melihat darah keperawanannya berceceran di sprei putih itu. Ia benar-benar sudah ternoda. Bahkan dua ronde Jeff menghabisinya. Seperti hewan liar yang kelaparan selama bertahun-tahun.

Pria itu mengernyit saat mendengar isakan pelan di sampingnya. Ia membuka matanya perlahan, tersenyum licik saat melihat Andhara sudah meringkuk di sana. Tubuh mungilnya tertutup selimut tebal. Tangannya berusaha menahan selimut itu agar tak melorot. Benar, di ronde yang kedua Jeff membiarkan ikatan itu terlepas. Ia ingin memberitahu gadis itu bahwa bercinta itu sangat nikmat. Gadis? Jeff mendengus pelan, bahkan semalam ia sudah menjadi wanita dewasa di bawah kekuasaannya.

Jeff beringsut pelan, membuat Andhara semakin merapatkan selimutnya. "Jangan mendekat!" teriaknya.

"Wow... wanitaku sudah bisa berteriak dengan keras pagi ini. Ah... pasti karena aktivitas kita semalam kan, sayang?"

"Akan kulaporka—aargh...." Andhara meringis saat Jeff kembali menarik rambutnya.

"Mau mengancamku, sayang?" bisik Jeff tepat di telinganya. "Jika kau melaporkan kegiatan kita semalam pada papamu dan juga polisi, maka... blaar!" Jeff menepuk kedua tangannya keras. "Orang tuamu habis di tanganku."

Andhara menatap wajah Jeff tak percaya. Sebenarnya dari manakah ayahnya mengenal pria bejat ini? Mengapa ia bisa bertemu dengan si brengsek ini?

"Kau dengar tidak, hah?" Jeff kembali menarik rambut Andhara keras.

"A... a... a... lepaskan!"

"Kau harus memilih dulu, orang tuamu mati atau kelangsungan hidupmu?"

Andhara memejamkan matanya perlahan. Ia sudah lelah dengan siksaan ini. Siksaan pertama yang pasti akan membekas di benaknya.

"Bagaimana sayang?"

"Baiklah... a-aku... aku tidak akan melapor pada Papa dan polisi."

"Good!"

***

Ini cerita pertama yang berjalur di luar zona amanku.

Semoga cerita ini bisa berjalan dengan lancar sesuai ekspetasi.

Kritik, saran, serta kesan selalu kutunggu


Nurul Putri Wibowo

23 Oktober 2015







ANDHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang