Part V

291 27 2
                                    

Harry's POV

"Siapa kau?!" Oh tidak, ini buruk. Benar-benar buruk.

"Pergilah," bisik Tuan Caleb. Sampai kapanpun aku tidak akan mengikuti perintah bodohnya.

Seseorang tiba-tiba menarik kerah bajuku dari belakang dan menghadapkanku dengannya. Satu pukulan keras mendarat di pipi sebelah kiriku. Tak tinggal diam, aku pun membalas pukulan tepat dihidungnya sehingga hidungnya menguarkan darah dan agak sedikit melebam di bagian bawah mata. Dia pun segera melayangkan tinjuannya kearah kepalaku tetapi dengan sigap aku menghindar kebelakang dan menyikut punggungnya keras hingga terjatuh.

Tak ingin kalah, partnernya melayangkan pukulan lagi-lagi dipipi. Tidak sakit. Kemampuannya benar-benar patut diremehkan. Tepat ketika aku hendak melayangkan pukulanku, serinai tanda bahwa ada polisi memenuhi gendang telingaku. Tak lama setelahnya, beberapa orang dengan pakaian seragam khas polisi britania raya menggobrak masuk dengan pistol yang mengacung kearah dua pria tadi. Yang membuatku kaget adalah Catalina berada dibelakang mereka. Bagaimana dia bisa secerdas itu untuk menelpon polisi?

"Ayah baik-baik saja?" Tanyanya khawatir pada ayahnya.

Ayahnya hanya mengangguk sembari tersenyum. Buru-buru langsung kulepaskan tali ikatan Tuan Caleb. 'Terimakasih' kalau tidak salah Tuan Caleb mengatakan itu. Entahlah, aku tidak terlalu biasa dengan kata itu, terdengar asing ditelingaku.

Akupun langsung memberikan kunci mobil pana Tuan Caleb yang dibalas dengan tatapan bingung olehnya. Tetapi dia tetap mengambil kunci itu. Aku harus sedikit merilekskan diriku.

"Apa ini?" Pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu apa yang kumaksud. Entahlah, aku tidak cukup pintar untuk membaca pikiran orang.

"Aku akan keluar sebentar," jelasku lalu melangkah keluar gudang yang sudah sepi setelah polisi menangkap penculik-penculik itu. Menyetop taxi, aku pun langsung melesat menuju tempat yang bisa membuat ku sedikit rileks. Sedikit melupakan masalahku, melupakan ketakutanku. Walaupun hanya sesaat.

Sesampainya di tempat itu, musik DJ langsung terdengar memenuhi penjuru pub. Sebagian pasangan tengah menari tak karuan di lantai dansa, sebagiannya lagi ada yang bercumbu di boots-boots maupun di pojok ruangan. Menjijikkan kalau dilihat, tapi kalau dirasakan.....

"Biar kutebak, kau habis berkelahi?" Tebak Travor si bartender sok tahu.

"Tidak bisa dikatakan begitu, membela diri lebih tepatnya,"

"Sampai kapan kau akan menyembunyikan ini darinya?"

"Sampai aku benar-benar yakin kalau aku harus memberitahunya,"

"Tapi kapan kau akan yakin?"

"Menurutmu dia akan membenciku setelah mengetahui semuanya?" Tanyaku menghiraukan pertanyaannya.

"Aku..err..entahlah. karena aku akan sangat membencimu. Tapi aku akan lebih membencimu lagi kalau aku mendengarnya dari mulut orang lain, bukan dari pengakuanmu sendiri. Jadi cepatlah beritahu dia sebelum seseorang membocorkannya,"

Brengsek. Aku baru ingat seseorang menyaksikan kejadian itu. Sial. Dia pasti akan membeberkan semuanya jika bertemu dengan Cat. Persetan!

Aku benar-benar belum siap dibenci oleh orang yang kucintai, sangat. Setidaknya tidak sekarang, tidak ketika hubunganku dengannya semakin membaik.

"Baiklah. Terimakasih untuk saranmu, kau yang terbaik," untuk pertama kalinya sejak kejadian itu aku mengucapkan 'terimakasih' pada seseorang, apalagi disertai kalimat pujian.

"Itulah gunanya teman," teman? I dont even know what that mean. Sangat asing ditelingaku. Sepertinya beberapa tahun belakangan ini aku benar-benar buruk.

getting warmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang