"Anne, ayo makan dulu! Tok...tok...tok..." aku tau, itu Tante Joan. Sudah dari 5 menit yang lalu beliau memanggilku terus. Abaikan saja....
Cklek.... akhirnya pintu kamarku di buka juga. Tante Joan memang orang yang tidak sabaran. Hahahahha...
"Anne, dari tadi aku memanggilmu tapi kau abaikan saja. Kamu punya telinga atau tidak?!" bentak Tante Joan.
"Lagian ngapain sih manggil-manggil aku? Orang lagi sibuk juga" jawabku.
"Ini kan sudah waktu nya makan malam, Anne. Apa kamu tidak mau ikut makan malam bersamaku dan Papamu?" tanya Tante Joan.
"Sebentar lagi aku akan turun. Lain kali jangan membuka pintu kamarku tanpa izin dari ku, Tante Joanna" jawabku penuh penekanan.
"Bagaimana mungkin aku tidak akan membuka pintu ini semauku, kalau kamu tak kunjung membukakan pintu saat aku sudah memanggilmu 5 menit di luar sana" bantah Tante Joan.
"Tante kan bisa bersabar, atau boleh juga langsung turun ke bawah lagi saat aku tak membuka kan pintu" kataku sebal.
"Lain kali aku tak akan memanggil mu untuk makan malam lagi" ujar Tante Joan.
"Biar saja. Nanti aku tinggal bilang pada Papa" kataku santai.
"Kamu memang anak manja dan pengadu! Memangnya apa yang akan terjadi kalau kamu mengadu pada Papa mu?" tanya Tante Joan.
"Papa akan marah dan menceraikan mu" jawabku sambil menatap Tante Joan.
"Benarkah? Tidak akan mungkin Mas Deri akan menceraikanku" kata Tante Joan.
"Tentu saja. Papa sangat menyayangiku" ujarku.
"Ahh...sudahlah! Ayo cepat turun" Tante Joan menarik tanganku agar segera keluar dari dalam kamarku.
"Setelah ngobrol kemaren, ku pikir Tante benar-benar orang yang baik. Ternyata pikiran ku salah" aku berusaha menepis tangan Tante Joan.
"Kamu pikir aku ini malaikat? Bisa baik terus setiap saat. Mana ada orang seperti itu, Anne?" tanya Tante Joan.
"Buktinya Mama aku selalu baik sama aku" jawabku.
"Kalau dia baik, dia nggak akan ninggalin kamu dan Papa kamu. Terus sekarang dia malah ngirim surat tanpa alamat" bantah Tante Joan.
Kupikir Tante Joanna benar. Kalau Mama baik ia akan terus sabar dengan pernikahannya bersama Papa dan mendampingiku. Tapi Mama malah memilih bercerai dan menelantarkan aku disini. Sial!!! Kenapa Tante Joan benar lagi sih???
"Ngapain kamu ngelamun? Ayo cepat turun!" Pinta Tante Joan.
"Tunggu! Aku kunci pintu kamar dulu" aku berbalik sambil mengunci pintu kamarku.
"Siapa yang mau masuk sih?? Kayak ada maling aja di rumah ini" tanya Tante Joan. Dia memang selalu mudah jengkel dengan sikapku.
"Di rumah ini emang nggak ada maling, tapi di luar kan ada" kataku seraya memeletkan lidah ke arah Tante Joan.
"Udah! Kamu ngabisin tenaga aku aja! Ayo makan, papa kamu udah nunggu di bawah tuh..." kata Tante Joan.
"Ok".
***
Aku, Papa, dan Tante Joan sudah selesai makan. Tante Joan selalu tersenyum ke arah ku dan membicarakan hal-hal baik yang aku lakukan. Tidak sedikit pun dia mengadu pada Papa tentang kenakalan ku. Dia malaikat atau ngambil perhatian papa sih?
"Kamu kenapa melamun, Anne?" tegur Papa.
"Ah..ada apa pa? Anne nggak ngelamun kok" ujarku.
"Anne, gimana kalau setelah kamu bantu Tante Joan cuci piring, kita ngomong sebentar?" pinta Papa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Problem
Teen Fiction#114 kasihsayang 2/8/19 Orang tuaku bercerai dan semenjak saat itu aku tak pernah lagi merasakan kebahagiaan. Sosok ibu tiri juga muncul dalam kehidupanku. Lalu akankah aku merasakan kebahagiaan sebenarnya?