Bab 7

1K 20 3
                                    

Lagu If Only She Knew milik Michelle Branch mengalun lembut ditelinga Daniel Morrison karena ada earphone yang menempel ditelinga Danny, mengiringi langkah kakinya yang ringan. Hari ini Daniel akan memberanikan diri untuk mengajak Michelle Hodges menonton konser Michelle Branch di Nokia Theatre.

Menurut yang ia tahu, gadis itu adalah penggemar berat dari penyanyi wanita pelantun Hotel Paper tersebut selain karena nama mereka sama. Dan ternyata Daniel pun merupakan penggemar Michelle Branch. Jadi ini merupakan peluang bagi dirinya untuk mengajak Michelle berkencan.

Tepat pada saat itu matanya menemukan Michelle sedang sibuk membereskan buku-bukunya diloker, jadi Daniel Morrison berencana untuk mengendap-endap mengejutkan gadis itu.

Kakinya perlahan-lahan mendekati gadis yang belum juga menyadari kehadiran seseorang dibelakangnya.
Daniel menahan nafasnya, dan kemudian—

"Ah-aah!" Teriak Michelle Hodges yang tersentak terkejut, membuat ia menjatuhkan beberapa bukunya dilantai.

Daniel Morrison terpingkal-pingkal melihat Michelle Hodges yang sangat lucu saat ia terkejut.

Michelle Hodges tentu saja memberikan tatapan tajam pada Daniel Morrison walaupun pria itu tak menyadarinya dan masih menertawainya. Michelle pun berjongkok untuk mengambil buku-bukunya yang sempat terjatuh tadi karena dikejutkan oleh Daniel Morrison.

"O-ouh.." Daniel Morrison bergumam dengan canggung dan ikut berjongkok untuk membantu Michelle dalam memungut buku-bukunya.

Michelle Hodges dengan kasar mengambil buku-bukunya dari tangan Daniel Morrison karena dia merasa marah pada pria itu.

Dia berdiri dengan tampang cemberut dan membalikkan tubuhnya menghadap loker lalu kembali meletakkan buku-buku yang sempat berserakkan di lantai tersebut.

Daniel mendengus pasrah lalu mulai mengangkat suara.

"Dengar, Michelle—aku tidak benar-benar bermaksud mengejutkan kamu, tadi aku, hanya—"

"Tadi itu tidak menyenangkan, Danny. Aku sedang membereskan barang-barangku dan dengan tiba-tiba kau mengejutkanku dari belakang." Potong Michelle dengan nada sinis.

"Ka-kau tahu, a-aku tadi tidak bermaksud seperti itu—"

"Tapi aku tidak suka dengan perlakuanmu! Kau tahu Danny, terkadang kau itu menyebalkan." Bentak gadis itu penuh emosi. "Mungkin akan jauh lebih baik kalau kau menjauh dariku." Ucap Michelle seraya menutup lokernya dan menyandang ranselnya pada bahu kanannya, sedangkan tangan kanannya memegang beberapa buku untuk ia bawa kekelas selanjutnya.

Daniel Morrison mendesah. "Sebetulnya Michelle, aku ingin memberikanmu ini dan mengajakmu pergi malam ini." Ujarnya seraya menyodorkan dua lembar tiket kepada Michelle Hodges. Gadis itu membalikkan setengah tubuhnya untuk melihat pemberian Daniel dan mengambil selembar tiketnya.

Daniel Morrison berjalan mundur menjauhi gadis itu lalu dia memutar tubuhnya dan berjalan makin jauh.

Michelle Hodges menatap kepergian pria itu sambil matanya sesekali melihat pada selembar tiket yang tadi diberikan oleh Daniel Morrison.

Dia menghela nafasnya sambil menggelengkan kepalanya. Pada tiket itu tertulis jam acara akan berlangsung dan tempat mereka akan menyaksikan konsernya, yaitu festival.

Dirinya jadi makin merasa bersalah karena sudah membentak Daniel Morrison karena keusilan yang ia buat. Sebetulnya bukan itu alasan ia menjadi pemarah seperti tadi. Namun sikap James terhadap ia membuat Michelle sedikit depresi.

Belum lagi kedua sepupunya yang suka bercinta dengan Michelle — terutama Levi.

Emosinya sedang labil. Entah kenapa hari ini Michelle lebih mudah marah. Dia tidak ingin diajak bercanda dulu apalagi dikejutkan seperti tadi. Michelle hanya ingin sendirian, makanya saat diruang kelas bahasa inggris ia memutuskan untuk duduk disudut ruangan sambil merenungkan berbagai masalah yang tengah merundungnya saat ini.

Jemima Wilson yang sedari tadi memperhatikan Michelle yang sedang murung lantas menghampirinya dan menumpukan kepalanya diatas meja Michelle.

"Ada apa dengan kamu hari ini? Nampak murung sekali?" Kata Jemima Wilson membuka suara.

Bukannya menjawab pertanyaan Jemima, Michelle Hodges malah memalingkan wajahnya dari gadis berkacamata tersebut.

"Hmm... Baiklah. Aku akan memilih diam saja." Ucap gadis itu seraya menumpukan salah satu pipinya dengan tangan kirinya.

Michelle mendengus keras. Ia membenamkan wajahnya dalam tangannya lalu ia mengusap pelan, kemudian ia mengerang tidak jelas.

Jemima Wilson mengulurkan tangannya kepada Michelle Hodges dan mengusap punggung tangannya dengan lembut sedangkan matanya menatap Michelle sambil tersenyum bagaikan senyum seorang ibu.

Kemudian terdengar suara isakan. Michelle menangis. Jemima Wilson jadi agak sedikit panik dan bingung dengan perubahan emosi gadis itu secara tiba-tiba. Jemima berdiri dari kursinya dan mendekati Michelle Hodges kemudian dia mengangkat wajah Michelle dan memeluk gadis itu.

Michelle menangis dalam pelukan Jemima. Bahunya naik turun tanda ia sangat bersedih. Jemima terus mengusap punggungnya dengan lembut berusaha menenangkan gadis yang sedang bersedih itu. Walaupun dia penasaran akan masalah apa yang tengah dihadapi Michelle, namun ia memendamnya dan membiarkan gadis itu menyimpan masalahnya sendiri dan menangis dalam pelukannya.

"Pe, pernahkah kau... me merasa lelah atas semua masalah yang merundungmu? Tidak pernah berakhir. Selalu muncul yang baru. Seperti sengaja menimpakan semua hal itu kepadamu, bahkan masalah itu makin parah saat kau sudah berada dititik terendahmu, dimana engkau sudah tak sanggup menghadapinya lagi." Ucap Michelle ditengah isakannya.

Jemima memanggut-manggutkan kepalanya tanda ia paham apa yang tengah dialami oleh Michelle. Bahkan sampai detik ini pun masih ada saja masalah yang harus dihadapi oleh Jemima.

"Ya, Tuhan terkadang sengaja memberikan cobaan atau masalah yang sangat banyak untuk menguji iman kita. Apakah kita mau berserah kepadanya dan membiarkan dia menyelesaikan masalah kita atau kita menyerah dan mengambil jalan pintas yang justru malah akan menimbulkan masalah baru."

"Tapi kalau kamu mau menyerahkan semua masalahmu kepada-Nya dan menanggung kuk ringan yang diberikan-Nya, maka kamu akan merasa lega dan justru melihat suatu masalah sebagai pijakan bagimu untuk terus melangkah maju dan membuatmu makin dewasa lagi." Kata Jemima.

Michelle berhenti menangis walau terkadang air matanya masih suka menetes. Ia merenungkan perkataan yang dikatakan oleh Jemima. Mungkin Jemima benar. Mungkin ia selama ini tidak pernah mencari Tuhan, bahkan tidak peduli apakah Tuhan itu ada atau tidak.

Mungkin juga selama ini kehidupannya di Quantico biasa-biasa saja, bahkan kalau sampai ada masalah pun gadis itu masih bisa menghadapinya. Namun kali ini berbeda. Masalah yang dihadapinya cukup berat.

Michelle menegakkan tubuhnya dan memundurkannnya sedikit dari tubuh Jemima. Dia mengusap air matanya dan berhenti menangis.

"Terima kasih Jemima." Ucap Michelle tulus sambil tersenyum getir. Bel pelajaran berbunyi dan Ms. Anne yang merupakan guru bahasa Inggris mereka masuk.

*****

Circle Of Error (Very Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang