(Still) Singlelogico

94 1 2
                                    

Lama-lama Ros merasa bosan juga dengan lagu-lagu band Indonesia yang hanya mengusung tema tentang cinta; jatuh cinta, putus cinta, cinta bertepuk sebelah tangan dan cinta satu malam. Err…kalau boleh jujur, Ros sebenarnya merasa muak dengan lagu-lagu seperti itu. Belum lagi dengan novel dan film-film yang sarat dengan kehidupan percintaan murahan, bahkan mengesankan situasi hubungan tokoh-tokohnya adalah cinta buta semata. Bah!

Belum lagi dengan status-status yang terpampang di beranda akun facebooknya yang sejak pagi sampai malam, sampai pagi lagi, hanya dipenuhi dengan kata-kata tentang kisah cinta dengan pacar mereka; senang, sedih, cemburu, uring-uringan, sampai menggombal. "Cih. Muak aku dengan tulisan seperti itu.” katanya sambil menutup halaman facebooknya. Semakin hari akunnya semakin tak berguna saja. Tak ada sesuatu yang sangat penting yang mendesaknya untuk menggunakannya, bahkan teman-teman seumurannya kini sudah jarang menggunakan facebook untuk sekedar saling sapa. Ya, masa kejayaan facebook telah berakhir.

Ros menyalakan televisi mungil yang berada di samping kasur di dalam kamarnya yang kecil. Tangannya menekan tombol untuk mengganti satu channel ke channel lain. Di saluran ini sinetron, di saluran itu liputan pernikahan artis yang digadang-gadang merupakan pesta pernikahan termewah tahun ini, di saluran yang lain…ajang cari jodoh. Ros hanya bisa mendengus kesal, tak ada tontonan yang bisa ditonton, semuanya tentang cinta-cintaan. Dia bosan, sangat bosan sampai-sampai tak mau menonton tontonan bertemakan cinta atau setidaknya yang KATANYA begitu.

Ros tak mengerti apa yang diharapkan dari orang-orang itu, yang selalu bicara tentang “cinta” dan mencari kepuasan dari segala konten bertema “cinta”. Lebih tepatnya Ros tak mengerti apa itu cinta. Apa cinta benar-benar ada? Cinta itu seperti apa? Kenapa di telinganya terdengar seperti benda asing dari planet lain?

Bertahun-tahun yang lalu, Ros pernah berhubungan dengan seorang laki-laki, teman salah seorang kenalannya. Mereka kuliah di fakultas yang sama dengan jurusan yang berbeda, mereka aktif di organisasi kemahasiswaan yang sama. Sama seperti Martin, laki-laki itulah yang lebih dulu menaruh perasaan padanya, namanya Nell. Saat itu tepat 2 tahun berlalu sejak Ros patah hati pada cinta pertamanya. Mungkin itu adalah terakhir kalinya dia percaya dengan yang namanya “cinta”, karena sejak itu dia kebal terhadap “cinta”.

Ros bukan orang yang mudah untuk berpindah ke lain hati meski teman-temannya menyebutnya sebagai playgirl karena terlalu banyak laki-laki yang dia taksir, tapi percayalah, itu cuma sebatas pandangan saja. Ros tak sembarangan membiarkan dirinya jatuh ke dalam pelukan laki-laki, tapi sepertinya Nell termasuk pengecualian. Setelah ‘puas’ bermain-main, Ros mulai memikirkan masa depan. Di usianya yang sudah masuk kepala 2 itu, Ros mulai berpikir siapa kira-kira laki-laki yang akan menemaninya ke pelaminan.

Tahun itu, Ros bertekad untuk kembali membuka hatinya pada laki-laki. Dia bahkan berjanji pada dirinya sendiri, barangsiapa yang mengungkapkan perasaannya pada Ros akan dia pertimbangkan. Ros tak mau pilih-pilih. Ros ingin melihatnya dari kepribadiannya (sepertinya itu fair). Lalu datanglah Nell menjadi pilihan dalam suatu waktu di dalam hidupnya.

Nell berbeda dengan Martin, dia tidak setegas Martin. Kalau Ros tega, dia akan menyebut Nell sebagai laki-laki lemah karena dengan mudahnya tunduk pada segala keinginan Ros, sangat mudah. Sebenarnya laki-laki seperti ini bukan tipe Ros, dia tak tertarik pada lelaki “lempeng” macam Nell. Tapi Nell punya segudang kelebihan yang membuat Ros bertekuk lutut. Nell adalah laki-laki yang sesuai dengan kriteria Ros; dia tidak kasar, penyabar, penuh perhatian, pengertian dan bukan perokok. Ros pikir, “Kapan lagi pilihan seperti ini datang?”

Ros yang sudah mantap untuk kembali membuka hatinya lagi, ternyata hanya menggali lubang kubur untuk dirinya sendiri. Nell orang yang baik, terlalu baik malah, tapi masalahnya Ros tak bisa mencintai Nell. Hari demi hari berlalu, Nell masih saja memberinya sorot mata teduh nan memabukkan dan sentuhan hangat yang akan selalu mengingatkan pada kebaikan serta ketulusan hatinya pada Ros. Namun Ros seakan membeku, ‘maksud’ itu hanya sampai ke kulitnya, tidak cukup tajam untuk bisa menembus hatinya.

SinglelogicoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang