Sepertinya kisah tentang dirimu akan ‘memakan’ waktu lama dalam hidupku, atau setidaknya itulah yang aku perkirakan saat ini. Ketidakpastian hubungan kita, semakin lama membuatku semakin meragu pada diriku sendiri. Semakin lama kumemikirkan kita, semakin aku muak…
Ros mengakhiri kalimat yang dia tulis dalam blog pribadinya. Menulis adalah kegiatan yang paling melegakan untuknya saat emosi dalam diri sudah tak dapat dibendung lagi, saat persoalan di dalam kepala tak dapat diceritakan pada siapapun, sama seperti hari ini. Hal-hal seperti inilah yang paling memanjakan dirinya. Menulis apapun yang ingin dia tulis, tentang apapun di dalam blognya, membuatnya merasa seperti berada di rumah sendiri. Jauh dari mereka yang ingin menyakitinya, dari mereka yang tak peduli dengannya, dari mereka yang ingin mengusik ketenangannya, dari mereka yang munafik. Rasanya lebih tenang, sangat tenang. Namun setelah urusan tulis-menulisnya selesai, mau tak mau dia harus kembali ke tempat ini lagi, dunia nyata.
Sudah jam 2 pagi saat Ros masih memandangi timeline twitternya yang tak bergerak sedari tadi, pertanda tak ada penghuni twitterland yang ‘bekerja’. Atau, mungkin mereka sama seperti Ros yang sedang menunggu seseorang untuk memulai percakapan, dan orang yang ditunggunya tak lain adalah Shane.
Malam itu adalah kedua kalinya dia melabil. Kali pertamanya yaitu ketika dia berusaha untuk menjauhi Shane dengan meng-uninstall program browser dalam handphone-nya, supaya dia tak lagi membuka twitter dan menjadi resah saat membaca twit Shane. Tindakannya itu dipicu oleh berita bahwa Shane baru saja mendapat Tablet PC, hadiah undian dari sebuah bank swasta, dimana dia menjadi salah satu nasabahnya. Ditambah lagi bahwa Shane bercakap-cakap dengan salah seorang perempuan yang juga sama-sama menjadi pemenang undian. Kemudian selama seharian penuh Shane nampaknya tenggelam dalam keasyikan bersama mainan barunya. Irasional memang, tapi kenyataannya Ros merasa dilupakan padahal sehari sebelumnya mereka ngobrol banyak di twitter…Ros cemburu.
Ros adalah wanita pencemburu yang tidak suka membagi sesuatu miliknya dengan orang lain. Ros lebih suka memonopoli miliknya, tak ada seorang pun yang boleh ‘menyentuh’ miliknya tanpa seijinnya. Masalahnya, Shane bukan miliknya! Dalam kecemburuannya yang tidak jelas itulah Ros akhirnya memantapkan hati untuk meng-uninstall browser internetnya. Tergesa-gesa? Gelap mata? Begitulah perilaku orang yang sedang dirongrong rasa semburu. Kalut. Alasan lain yang mendorongnya melakukannya, selain karena cemburu, adalah karena dia ingin membiarkan Shane sadar dengan sendirinya, apakah dengan ketidakhadiran Ros selama masa bahagianya itu berpengaruh untuknya atau tidak. Ros ingin melihat bagaimana kehilangannya Shane terhadap sosok dirinya. Kejam. Lagi-lagi karena cemburu.
Tapi itu tidak bertahan lama. Hanya 1 hari, ah tidak, kurang dari 24 jam malah. Ros tak kuat menahan godaan untuk tidak online. Akhirnya dia pun menginstal program itu kembali. Namun komitmennya untuk tetap tak bertegur sapa dengan Shane masih kuat sama seperti sebelumnya, dan keputusannya yang satu ini mampu bertahan selama 4 hari. Keadaan baru berubah setelah Ros membaca twit Shane yang berbunyi, “Rasanya hari-hari belakangan ada yang kurang.” Saat itulah Ros tahu kalau tujuannya sudah tercapai. Egois? Iya. Ros diam-diam menyimpan kelicikan dalam dirinya. Merasa terlalu cepat bertindak jika langsung mengajaknya bicara, Ros menahan diri untuk kembali ngobrol dengan Shane sampai malam berikutnya. Hasilnya? Kerinduan yang tertahan selama beberapa hari terakhir akhirnya terlepas, meski hanya lewat dunia maya. Perhatian Shane kembali dia dapatkan, perasaan Ros kembali ringan. Intinya, Ros puas. Sekali lagi, egois.
Kelabilan kedua terjadi setelah kemarin dia memutuskan untuk benar-benar menjauhi Shane. Setelah melalui perenungan berat berkepanjangan, Ros akhirnya nekat ‘menyembunyikan’ twit-twit Shane. Terimakasih untuk writelonger.com yang telah menyediakan fitur “mute” bagi penggunanya.
Dilema, bahkan dalam langkah inipun Ros masih harus menghadapi dilema. Suara dalam kepalanya terus saja menyuruhnya untuk melakukan rencana nekat itu. Seakan tak mau kalah, hatinya juga berteriak lantang, “Kau tahu konsekuensinya kan, jika melakukan itu?! Sekalinya kau mengambil langkah itu, kau tak akan tahu lagi apa yang dia katakan!” Ya tidak begitu juga sih, toh nanti sewaktu-waktu twitnya bisa ditampilkan kembali dengan fitur “un-mute”. Namun setidaknya keputusan ini menandakan betapa seriusnya Ros pada kata-katanya. Amat serius.

KAMU SEDANG MEMBACA
Singlelogico
Non-FictionSebuah catatan singkat tentang wanita lajang berusia 26 tahun yang baru menyadari perasaannya sendiri, dan bagaimana kebingungan dalam benaknya membawa blunder untuk dirinya sendiri.