Ros - 21 tahun
Tahun ini adalah tahun pertama Ros lepas dari ‘jeratan’ orang itu. Sebenarnya sudah 2 tahun berlalu sejak peristiwa ‘bersejarah’ itu, tapi sampai tahun lalu Ros masih dihantui oleh bayang-bayangnya. Tahun lalu, sebelum Ros membuang sosoknya dari memori otaknya, sebenarnya ada seorang laki-laki yang ingin mendekatinya. Namanya John, teman dari teman sekolah Ros yang bernama Maria.
Ternyata bertahun-tahun yang lalu ketika Ros bertandang ke rumah Maria, John melihat Ros di sana. Sejak saat itu John mulai tertarik padanya. Hal seperti inilah yang membuat Ros tak habis pikir: ketertarikan laki-laki pada dirinya. “Ya, Tuhan! Apa sih yang laki-laki suka dariku??!” pikirnya. Terutama dia, si John itu. Ditambah lagi John hanya melihat Ros sekilas dan itupun dari kejauhan. Bagaimana bisa Ros menarik perhatiannya?? Konyol.
Setelah bertahun-tahun berlalu, saat Ros masih berada dalam masa ‘berkabung’, di suatu siang di teras rumahnya, temannya bercerita tentang hal itu. Dari situ Ros tahu kalau John masih menaruh perhatian padanya. “Demi Tuhan! Sudah hampir 5 tahun berlalu tapi kenapa dia masih ingat?!” Ini satu hal lagi yang Ros heran dari laki-laki, setelah bertahun-tahun berlalu mengapa perasaan terhadap orang yang pernah mereka suka itu masih ada? Maksudnya sebatas suka saja, belum sampai menjalin hubungan. Kalau Ros pasti sudah lupa. Dia memang masih ingat kalau dulu pernah tertarik pada orang itu, tapi setelah bertahun-tahun berlalu ketertarikan itu hanya tinggal kenangan saja, tidak lebih. Tapi untuk orang-orang seperti John itu…Ros sungguh tak habis pikir. John bukannya tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, dia sempat beberapa tahun menjalin hubungan dengan orang lain tapi saat ini dia sudah single.
Niat temannya yang hendak mengenalkan John pada Ros pun disambut dengan tangan terbuka. Ros mengijinkan temannya memberikan nomer handphone-nya ke John, lalu mulailah dia mengirimi Ros pesan singkat. Pesan yang dikirimnya standar, mulai dari pertanyaan basa-basi hingga akhirnya berkenalan.
Namun sesi itu tak berlangsung lama. Hanya berselang sehari setelah berkenalan, Ros mulai merasa ada yang tak beres dengan dirinya. Dia selalu merasa ingin memuntahkan isi perutnya setiap kali menerima pesan dari John. Ros selalu berusaha menghindar saat harus membalas pesan John. Hanya dalam hitungan jam Ros sudah merasa muak dengan proses pendekatan John. Hanya dengan melihat namanya terpampang pada layar handphone-nya, Ros merasa benci. Dia pun sadar, ternyata dia belum bisa mencinta lagi setelah kehilangan laki-laki itu. Setelah mengutarakan maksud secara baik-baik untuk mengakhiri masa perkenalan dengan John, Ros kembali sendiri…dengan dirinya.
Tahun ini, Ros sengaja menyiapkan mentalnya untuk menerima cinta yang baru dalam hidupnya. Dia sengaja melakukannya karena mulai memikirkan masa depannya, apalagi kalau bukan “pernikahan” yang dia maksud. Ros mulai membiasakan diri untuk memikirkan hal-hal positif supaya dirinya siap dengan kehadiran sosok laki-laki baru. Orang itu tak perlu kaya, tak perlu tampan, yang penting dia menjadi dirinya sendiri. Ros berjanji akan menerima apapun keadaan laki-laki yang nantinya berani menyatakan cinta padanya, dia tak akan banyak menuntut lagi seperti yang dulu. Dan inilah Nell, rekan sepanitia seminar yang diikutinya semester ini bersama Brian dan Samantha.
Ros tidak tergolong orang yang peka, tapi cukup peka untuk mencium tanda-tanda ketertarikan terhadap dirinya. Bermula dari komentar Nell di salah satu foto masa kecil Ros dalam akun facebooknya, Ros mulai merasa ada yang ganjil dalam nada komentar Nell, semacam merayu. Tapi Ros tak terlalu menghiraukannya, semua itu dianggapnya angin lalu.
Tanda kedua, celotehan teman-teman Nell. Akhir-akhir ini teman-temannya sering meledek mereka berdua, seolah-olah ada sesuatu di antara mereka. Tapi Ros tak mau ambil pusing, baginya yang terbiasa bergaul dengan lelaki -karena jurusannya memang didominasi laki-laki- hal seperti itu tak ada artinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singlelogico
Non-FictionSebuah catatan singkat tentang wanita lajang berusia 26 tahun yang baru menyadari perasaannya sendiri, dan bagaimana kebingungan dalam benaknya membawa blunder untuk dirinya sendiri.