5 | Fluktuasi

54K 5.4K 542
                                    

Aurora dan Antariksa tidak terlibat pembicaraan sepatah kata pun usai mereka keluar dari apartemen Arlo. Yang Aurora tahu, kakaknya bukan orang pendendam. Boro-boro pendendam, kebanyakan juga dia tak peduli pada orang yang tak terlalu penting baginya. Aurora tidak suka dengan kenyataan bahwa ada yang disembunyikan kakaknya. Mereka berdua bukan penganut share everything, tapi biasanya ada saja hal yang mereka bicarakan sampai hampir-hampir tak ada rahasia di antara mereka -setidaknya menurut Aurora- karena hidup mereka terlalu bisa diakses satu sama lain dengan mudah.

Tapi melihat kejadian tadi, bagaimana raut kakaknya saat melihat Arlo, dia merasa, kakaknya menyembunyikan sesuatu. Entah sudah berapa lama. Sepertinya, kehidupan kakaknya di sekolah banyak tak diceritakan padanya. Dan Aurora tak suka kenyataan itu.

"Mas, lo ngga nyaman lagi cerita sama gue?" tanya Aurora begitu mereka sampai di rumah. Aurora tak berani memandang Antariksa. Dia mengalihkan pandangan ke sekitar dan dia tiba-tiba memekik karena melihat mobil merah milik ayahnya sudah nongkrong di carport.

"Asyik, ayah pulang." Aurora lantas masuk ke dalam rumah sambil lari. Lupa pertanyaannya barusan. Antariksa mendecak takjub sama tingkah adiknya.

Begitu Antariksa masuk rumah, dia merasakan ada yang tak biasa. Tak biasa karena ini baru jam sembilan dan seharusnya ayah dan bundanya masih nongkrong di dekat kolam atau ruang keluarga. Tapi ini semua ruangan sepi. Masa iya jam segini ayah dan bundanya sudah ngamar? Aish, otak Antariksa korslet mendadak.

"Kok sepi sih?" Aurora datang dari arah dapur bawa-bawa minum dan camilan.

"Lo habis ngapain?" Antariksa bertanya heran.

"Ambil minum sama camilan buat nongkrong. Tapi kok sepi sih?" Aurora diam sebentar, "Ah bunda nih pasti mengalienasi ayah di kamar nih. Ah, bunda mah gitu orangnya. Emang cuma bunda aja apa yang kangen sama ayah? Malesin deh," Aurora merepet dan menghempaskan diri di sofa dan minum sirupnya.

"Bahasa lo. Lo ngga bilang sama bunda kita pulang telat?" Antariksa ikut duduk dan makan camilan.

"Bilang kok, kata bunda iya hati-hati gitu."

"Yaudahlah besok pagi ketemu ini, gue mau tidur aja," kata Antariksa kemudian bangkit dan jalan ke kamar.

"Heh, lo punya utang cerita sama gue ya!" teriak Aurora.

"Berisik." Antariksa ikutan teriak.

Aurora cemberut dikatain berisik. Dia juga ikutan masuk kamar. Mending itung-itung duit ajalah, lagi kaya kan dia hari ini. Sombong pula Aurora ini.

Aurora masuk kamar dan kaget sendiri melihat pemandangan di dalamnya. Pasalnya, biang yang Aurora sebali sedang terkapar tak sadarkan diri di kasurnya. Bukan pingsan, tapi tidur. Bundanya ini ngapain pula tidur di kamarnya? Bukannya ayah sudah pulang? Apa iya ayah pergi lagi?

Aurora mendekati ranjang dan langsung dia meringis melihat bundanya. Wajah bundanya merah dan ada jejak-jejak air mata di pipinya. Bundanya tidur sambil menangis.

Ada apa?

Kenapa?

Aurora gelisah sendiri. Belum pernah dia lihat bundanya begini. Bundanya itu jarang sekali menangis, kalau merajuk sih sering. Apalagi kalau ayah mau pergi kerja jauh.

Oh!

Tiba-tiba Aurora berpikir yang tidak-tidak. Demi apa bunda dan ayahnya sedang bertengkar?

Whoa.

Spektakuler sekali kalau memang iya. Melihat ayah dan bundanya berantem tak pernah menjadi pikiran Aurora. Karena sepertinya mereka itu rukun terus. Lalu apa sebab kali ini ayah dan bundanya bertengkar? Walaupun belum juga pasti bertengkar, tapi sepertinya itu kemungkinan yang paling mungkin. Apalah bahasanya Aurora itu. Ck.

CompliantwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang