Aurora menggesek-gesekkan kakinya pada pasir lembut yang dipijaknya. Pandangannya lurus pada pemandangan matahari yang muncul di ufuk timur. Seperti biasa, pemandangan itu tak akan pernah dilewatkan oleh Aurora terlebih untuk tempat seindah Cable Beach dengan Samudera Hindianya dan sun-kissed white sand-nya. Kemarin sore, pemandangan matahari kembali ke peraduan juga sudah terekam dengan baik di kameranya. Walaupun matahari belum muncul, cuaca sudah terasa hangat. Hebatnya Australia Barat di akhir tahun dengan musim panasnya.
Dari kejauhan dilihatnya Shafira dan Amara yang sudah main-main di bibir pantai. Padahal masih belum terang betul langitnya. Dan abangnya yang paling ganteng duduk di hammock yang dipasangnya kemarin di tumbuhan kelapa yang melengkung. Dan mungkin cuma Aurora yang paham, arti pandangan diam-diam yang ditujukan untuk Amara yang tak ubahnya seperti bocah SD ketemu mainan baru.
Matahari sudah digdaya di tempatnya.
Aurora memberesi cepat-cepat tripod dan kameranya lalu berlari serampangan menaruh semua benda itu di kamar resortnya. Lalu kembali lagi menghampiri Antariksa dan menarik-nariknya untuk diajak lari pagi menyusuri pantai.
Begitu mengajak Amara dan Shafira, kedua orang itu kompak menggeleng. "Males ah Rang, badan gue masih capek banget gara-gara lo ajakin pecicilan ke Pinnacles, kaki gue pegel-pegel tauk."
"Idih apaan, lo sama si Shafi cuma ngejogrok senderan batu doang yak. Manja!" ketus Aurora. Padahal kan maksudnya ngajak mereka lari pagi mau kasih momen buat dia sama abangnya, habisan udah tiga hari di Australia masih ayem-ayem aja. Aurora juga baru tahu kalau ternyata dua orang itu belum jadian juga sampai sekarang. Antariksa-nya juga anteng-anteng aja lagi. Padahal Amara udah kasih kode-kode pengen diresmiin. Kenapa sih cowok susah banget peka?
Lah, curhat, Ra?
"Boytrapped, Sam. Di sono pasti banyak bule ganteng mau surfing," tukas Aurora lagi.
"It's goin down, baby," sahut Amara semangat. "Padahal ngga ada apa-apanya itu orang dibanding kalo abang lo yang surfing, Rang," bisik Amara pelan lalu berlari mengejar Antariksa yang sudah beberapa langkah di depan mereka.
***
"Ngedip An, ngedip," suara Amara memutus pandangan Antariksa pada gulungan ombak di depan sana.
Amara mengulurkan smooties kepada Antariksa dan mengambil posisi di dekat Antariksa. Antariksa menerima dan memberi senyuman memikat yang –demi Tuhan—kata Amara lebih ganteng dari mas-mas bule yang lagi seluncuran di atas papan surfing-nya. Sayang aja kemarin pas selancar si Anta ngga mau buka baju. Dia pakai kaos putih sama celana kanvas selutut aja gantengnya gini banget. Coba kalau ... ya itulah.
"Gue lupa deh mau nanyain, si Arang ngga jadi ke Hamilton ngga ngamuk?" tanya Amara.
Antariksa menggeleng, "Kalau udah ayah yang ngajak ngga akan berani ngerajuk sih dia. Ayah juga berasa nyeselnya ngga bisa ngajak si Ara ke sana. Bunda ngga ngasih izin dia jalan sendiri."
"Hahaha kalau si Arang pecicilan sampai sana, dikira uncompanied minor pasti. Lagian ngeri ah lagi musim dingin di sana. Itu orang kena suhu 0 derajat aja hatci-hatci pasti."
"Iya, ayah ngusahain libur kenaikan kelas nanti."
"Iya, si om libur big season gini masih aja ngerjain proyek. Emak bapak gue aja honeymoon lagi. Pengen punya dedek balu sih hehe," kata Amara cengengesan.
Antariksa menanggapi dengan senyum geli. "Proyek ayah emang mau survey ke wisatawan jadi sengaja pas musim liburan. Biar stasiun penelitiannya bisa disesuaiin sama preferensi mereka."

KAMU SEDANG MEMBACA
Compliantwin
Teen FictionHidup mereka yang sudah dinamis tapi bahagia, tiba-tiba harus terusik karena skandal hubungan orang lain. Ya sudah, mau tak mau hidupnya dinamis dengan cara yang berbeda. Bagaimana kalau dinamis itu, salah satunya adalah karena CINTA? Tapi semua ti...