Secret (part 1)

4.3K 278 7
                                    

Hermione's POV

Aku meremas Daily Prophet di tanganku dengan geram. Melihat headline dengan berita 'itu' membuatku ingin menangis saja. Aku menghela nafas dengan sedih dan membuang koran itu ke tempat sampah. Kembali aku melanjutkan sarapanku sebelum berangkat kerja. Aku mengambil tas coklat ku dan segera keluar rumah. Begitu menemukan tempat yang aman untuk melakukan Apparate, aku mengambil tongkatku dan mengucapkan mantra. Kurasakan sensai aneh seperti tersedot dalam pipa kecil sebelum aku mendarat di gedung Kementrian Sihir. Ku langkahkan kakiku menuju lift yang akan mengantarku ke lantai dimana kantorku berada. Namun, tepat saat aku memasuki lift, kurasakan seseorang ikut masuk bersamaku. Aku menoleh, dan seketika nafasku tertahan. Pesawat-pesawat kertas yang melayang masuk ke dalam lift mengalihkan perhatianku dari Malfoy. Namun memori-memori menyakitkan justru memasuki otakku.

(7 years ago)

Aku memandang sedih pada makanan di depanku. Mrs. Weasley menghampiriku dan tiba-tiba ia memelukku. Aku tetap diam. Kugigit bibir bawahku saat wanita gendut itu semakin mempererat pelukannya dan membisikkan kata-kata bela sungkawa padaku. Dadaku terasa nyeri ketika mengingat perkataan Harry, Ron, dan para Auror di Kementrian Sihir. Setelah perang sialan itu, aku meminta mereka untuk mencari orangtuaku yang aku kirim ke Australia tanpa ingatan sekecil apapun padaku. Mereka memang berhasil menemukan Mom dan Dad, tapi dalam keadaan sudah terkubur di tanah Kanguru itu. Seketika aku merasa hancur mengingat mereka satu-satunya keluarga yang mengerti diriku. Mengerti tentang dunia aneh yang aku jalani.

"Kau bisa tinggal disini jika mau," kata Mrs. Weasley yang kubalas dengan gelengan pelan. Aku tidak ingin merepotkan orang lain. Meskipun orang itu adalah keluarga Weasley sekalipun. Begitu mendengar kabar kematian orangtuaku, aku sudah memikirkan berbagai rencana di otakku. Salah satunya tempat tinggal. Aku bisa saja kembali ke rumah di dunia Muggle ku. Tapi kurasa, kembali ke Hogwarts adalah satu-satunya cara yang terbaik untuk saat ini.

"Tidak, Mrs. Weasley. Lebih baik aku kembali ke Hogwarts untuk belajar lagi."

Selama sebulan lebih, aku tinggal di The Burrow untuk sementara, sembari menunggu Hogwarts kembali di perbaiki. Aku lebih banyak murung sekarang, hingga membuat keluarga Weasley khawatir. Bukan maksudku begitu, hanya saja aku masih merasa kehilangan orang-orang yang sangat aku cintai.

Pada pagi ke 40, aku bangun tidur dan keluar dari kamar sempit yang disediakan keluarga Weasley untukku. Begitu aku sampai di meja makan, aku melihat seekor burung hantu coklat dengan koran yang tertali di kakinya. Aku memasukkan beberapa uang ke kantong yang dibawanya dan mengambil Daily Prophet dari kakinya. Headline dari koran itu berhasil membuatku tersenyum senang.

"Hogwarts Kembali Dibuka!"

***
Suara troli yang didorong bercampur dengan peluit kereta semakin membuat riuh suasana hari ini. Akhirnya aku bisa merasa sangat senang untuk pertama kalinya. Aku melangkahkan kakiku memasuki kereta Hogwarts dan langsung mencari tempat yang kosong bersama Ginny. Tak berapa lama kemudian, kereta berwarna merah ini pun mulai melaju. Menuju Hogwarts.

***
Suasana di Aula Besar ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang aku jalani. Biasanya, aku akan duduk bersama Harry dan Ron. Namun berhubung mereka tidak ingin kembali kesini dan lebih memilih untuk karir Auror mereka, aku harus mencari teman lain. Untungnya, masih ada Neville, Ginny, dan Luna.

"Selamat malam, Anak-anak."

Suara itu membuat kegaduhan di Aula Besar, sontak berhenti. Semua murid menatap McGonagall, yang ternyata adalah kepala sekolah Hogwarts yang baru. Wanita tua itu berdeham sebentar sebelum melanjutkan.

"Selamat datang kembali di Hogwarts. Apa yang terjadi sebelumnya, aku harap tidak mempengaruhi kegiatan belajar kita selama di sekolah ini. Baiklah, sekarang untuk murid tahun pertama kalian akan melakukan seleksi.... Blablabla..."

Dramione Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang