#6 No pain no Gain

30.8K 2.5K 29
                                    

Ken mendapatkan SMS dari Ange soal kondisi Abby. Ia tergoda menelepon Abby untuk menanyakan kondisinya. Tapi ia tidak bisa. Ange juga memberitahu kemungkinan rencana mereka harus batal karena kondisi Ange tidak memungkinkan.

Anehnya, ia tidak perduli. Ia hanya ingin tahu kondisi Abby sekarang ini. Ken Lagi-lagi gagal mengikuti instruksi Mr. Brown. Sekarang praktek ballet dan ia gagal melakukan plie hingga 2x. Ia dipanggil Mr Brown setelah kelas selesai.

"Ken, kalau kau tidak berusaha lebih keras lagi, nilai praktekmu akan mempengaruhi grade mu. Cobalah cari cara untuk menari lebih baik walau ... spesialisasimu bukan pada Ballet, tapi ada nilai yang harus kau perbaiki disini." Mr Brown memperingatkan Ken dengan sangat tegas. Ken hanya bisa mengangguk dalam diam.

Sejak dulu, praktek Balletnya bisa dibilang tidak bagus. Karena tekniknya makin tinggi seiring waktu, nilai Ken tidak membaik. Ia yang tidak dekat dengan mahasiswa lain, kebingungan. Ia tidak mau merepotkan bibinya setelah seharian melatih anak-anak. Ia keluar dengan muram dan pikiran kacau.

"Hai !."

Ken menoleh dan mendapati Abby ada di sana, diluar kelas, menunggunya. Terlihat sehat dan bukan sakit. Ada yang berbeda dari rona wajah dan tatapannya. Terlihat bebas dan sangat santai. Saat Abby mendekat, barulah ia sadar kalau Abby sedikit pincang dan nyaris menyeret kaki kirinya.

"Kau tidak apa-apa? Kudengar dari Ange kau sakit. Kakimu masih sakit kenapa jalan-jalan begini?" Ken langsung meraih jemari Abby dan menggenggamnya erat. Otomatis lengannya menopang pinggang Abby.

"Aku baik-baik saja, hanya nyeri sedikit. Tadi aku menghubungi Ange tapi ponselnya off. Jadi aku menunggumu saja. Kau sendiri kenapa wajahmu murung selesai dari kelas, kena omel?." Abby menengadah dan mengamati wajah Ken. Ia lega Ken mengulurkan tangannya yang kokoh untuk menopangnya.

"Sedikit, aku selalu buruk di kelas praktek Ballet. Aku membutuhkan nilai yang bagus untuk mendapatkan beasiswa lagi tahun depan." Ken mengangkat bahunya dengan putus asa.

"Aku bisa mengajarimu kalau kau mau," Abby menawarkan diri dengan spontan.

Ken terkejut dengan tawaran Abby. Keningnya mengerut waspada genggamannya melonggar.

"Kenapa ... kau melakukan itu?," tanya Ken tegang.

Abby mengerjap bingung dengan reaksi Ken. Ia pikir Ken akan senang... apa ia salah atau bertindak sombong?. "kupikir kita teman?" bisik Abby ragu. "bukankah ... teman saling menolong? apa .... aku salah?."

Ken menghela nafas lega. Ia terlalu lama dikelilingi gadis-gadis bertujuan aneh-aneh untuk mendekatinya. "Maaf, tentu saja kau melakukannya untuk seorang teman, iya kan? Tentu saja aku senang mendengarnya. Terima kasih." Ken tersenyum lebar dan memegang Abby erat-erat lagi. Abby pun balas tersenyum.

"Tapi .... ada satu syarat." Abby mengajukan dengan serius.

"Apa itu?," berdebar, Ken beharap Abby tidak memintanya jadi kekasihnya seperti yang pernah dilakukan oleh beberapa wanita obsesif yang pernah dekat dengannya.

"Dilarang mengeluh, aku ini sangat...keras dalam latihan." Abby sungguh-sungguh serius dengan ucapannya.

Diantara hembusan nafas leganya, Ken merasa ragu gadis selembut Abby mengajar seperti lady killer. Jadi ia hanya menyahut dengan anggukan dan seringai lebar. Abby menatap Ken dengan tatapan menyipit. Ia tahu kalau Ken menganggap remeh peringatannya.

"Oh ya aku harus pulang, tadi aku datang hanya untuk mencari Ange boleh aku titip pesan?," Abby mendadak teringat tujuannya datang.

"Mengapa kita tidak nongkrong sebentar, aku tahu tempat yang enak untuk sekedar minum kopi dan makan. Kau mau?," Ken mengeratkan genggaman jemarinya. "Kita coba hubungi Ange lagi dan kau bisa sampaikan pesanmu sendiri. Kita juga harus bicarakan latihan kita."

BROKEN WINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang