—1 Years Before The Fall
Fuyuki City, Japan
Saat itu, matahari telah hampir sepenuhnya menenggelamkan diri di arah barat, telah tampak langit dunia yang terlihat kemerahan bersama dengan awan-awan yang ada disekitarnya. Burung-burung yang bergerombol melewati langit itu bergegas pulang ke sarang masing-masing.
Suasana di petang ini tampak berbeda dari biasanya, seakan semua telah direncanakan dalam Akashic Record, tidak hanya memori manusia, tapi juga perencanaan tentang apa yang akan terjadi pada alam ini. Orang biasa mungkin tidak bisa merasakannya, tapi lain halnya dengan mereka yang disebut Magus.
Mungkin saat ini mereka sedang merasakan aura-aura negatif yang banyak berkeliaran di kota aneh ini. Fuyuki adalah sebuah kota aneh dengan banyak rumah bergaya barat di pinggiran kota dan dengan area penuh dengan rumah bergaya jepang di dalamnya, mungkin itu pendapat orang biasa tentang kota ini. Sementara mereka para Magus, menganggap Fuyuki adalah sebuah kota yang akan kembali disinggahi oleh cawan suci dalam waktu dekat.
Di pinggiran kota Fuyuki, tepatnya di sebuah rumah bergaya barat-lama. Sebuah keluarga magus telah tinggal disana selama puluhan tahun.
Tampak seorang pria tua berambut panjang dengan separuh tubuhnya yang terbungkus selimut tebal, terbaring di tempat tidurnya dalam keadaan sekarat. Tampak beberapa permukaan tubuhnya yang terkena luka bakar.
Dilihat dari lukanya, sepertinya dia telah terlibat dalam sebuah perkelahian jalanan, karena selain luka bakar ada beberapa luka lebam yang juga muncul di wajahnya. Dengan nafas yang tersengal dan suara yang serak, dia berusaha dengan sekuat tenaga mengucapkan kata demi kata yang ditujukan kepada sepasang manusia yang berdiri di samping tempat tidurnya.
"Kompetisi untuk menentukan siapa yang lebih layak untuk mewarisi sirkuit sihirku telah usai," ucapnya, "7 tahun adalah waktu yang lama, tak kusangka kalian berdua telah sekuat ini, tapi hanya satu orang yang akan mewarisi sirkuit sihirku, meskipun kalian adalah kembar," lanjutnya sambil tersenyum.
"Ayah, sudahlah. Lupakan dulu hal itu, pikirkan dulu kondisi ayah."
Seorang gadis yang berada di samping pria tua itu membungkukkan badannya dan meraih tangan pria tua itu lalu menggenggamnya erat-erat dengan tangisan yang menggetarkan ruangan ini. Sementara seorang saudara kembar laki-laki yang berdiri di samping gadis itu sudah tak kuasa menahan air matanya, dia mengepalkan tinjunya erat-erat dan menggertakkan giginya.
Pria tua itu masih saja tersenyum meski dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Dia mengeluarkan tangan kanannya dari dalam selimut dan meletakkannya di kepala putrinya, kemudian mengelus-elusnya pelan.
"Arisa, kamu sangat kuat, mungkin suatu saat kamu akan melampauiku."
"Tidak, aku benci Ayah, aku benci Ayah! Kau harus hidup sampai saat itu tiba! Aku pasti akan melampauimu!"
Pria tua itu tersenyum bangga, kemudian menukar pandangannya pada anak laki-laki yang berdiri di sampingnya.
"Ken, kamu sangat kuat. Tapi satu hal yang harus kamu perbaiki adalah jangan mengeluh dan jangan ceroboh, aku yakin kamu juga akan melampauiku kelak, tapi maaf, adik kembarmu yang akan mewarisi sirkuit sihirku," ucap pria tua itu.
"Bodoh, tak apa. Aku akan menjadi kuat tanpa sirkuit sihir itu, dan... dan... akan kubalaskan dendammu, pasti!" ucap lelaki yang dipanggil Ken itu.
"Ya, akan aku tunggu saat itu," sambil tersenyum tipis pria tua itu membalasnya.
Lelaki tua itu hampir menemui batasnya, namun dia tetap saja berbicara. Dengan suara yang makin serak karena darah yang berkumpul di tenggorokannya, dia masih saja berbicara.
"Baiklah, mari dimulai ritualnya. Arisa, balikkan badanmu, dan buka pakaian atasmu untuk sementara."
Dengan mengangguk tanda mengiyakan, gadis itu membalikkan badannya dan membuka satu demi satu pakaian bagian atasnya. Hingga tampak sebuah simbol di lengan kanannya, itu adalah lambang pusaka sihir keluarganya.
Gadis itu menampakkan punggungnya ke hadapan Ayahnya. Pria tua itu mengangkat kembali tangan kanannya dan meletakkan satu demi satu jarinya di punggung Arisa, perlahan dia meraba kulit punggung putrinya untuk mencari letak sirkuit sihirnya.
Dia tersenyum, dengan konsentrasi penuh dia merapalkan sebuah mantra.
"Terimalah, salah satu dari tujuh pintu kebahagiaan, yang salah satunya belum pernah dibuka, seekor merpati akan memberimu kunci pembukanya, suka, duka, semuanya dijalani dengan penuh kerumitan, juga kemudahan, malaikat dan para bidadari menunggumu di pintunya, ikatan manusia, senyuman, dan saling tolong menolong adalah syarat untuk membukanya. Tak ada yang bisa menghentikan saat ini, matahari, bulan, diriku terpaku pada sesuatu diantaranya, terbukalah, gerbang, terbukalah."
Sesuatu seakan mengalir melewati tangan pria tua itu menuju tubuh Arisa, sebuah cahaya muncul diantaranya, semakin terang dan semakin terang. Berbagai motif dan simbol seperti aliran sihir perlahan muncul dari titik dimana Ayahnya meletakkan tangan, menyebar ke seluruh tubuh seperti darah yang mengalir di pembuluh darah.
Wajah gadis itu tampak seperti sedang menahan sakit yang luar biasa. Sementara pria tua itu terbatuk-batuk dengan darah yang keluar dari tenggorokannya, meskipun begitu dia tetap tidak membiarkan konsentrasinya buyar, salah sedikit saja akan berakibat fatal. Tangannya gemetar hebat, tubuh pria tua itu seakan menahan kesakitan yang hebat, namun tetap saja disaat seperti ini dia masih tersenyum meski darah telah keluar dari mulutnya.
"Maafkan aku, Arisa. Aku juga akan memberikan Command seal ini padamu, tak mungkin bagiku untuk melanjutkan ini. Menangkan perang kali ini, saudara kembarmu akan menggantikan posisiku untuk melindungimu." gumam pria tua itu.
Tiga buah simbol biru besar terbentuk secara perlahan di punggung gadis itu. Perlahan demi perlahan, cahaya mulai memudar, gadis itu pun mulai kehilangan kesadarannya, saudara laki-lakinya meraih tubuhnya saat akan terjatuh, sementara Ayah mereka telah meninggalkan dunia ini, dengan senyum terakhir yang terukir di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate/Anomaly
FanfictionStatus : On-going Karya : Earl Furqan T Genre : Fanfiction, Fantasy, Action, Supranatural Sinopsis Sudah seratus tahun lebih berlalu semenjak wujud cawan suci terakhir kali muncul pada perang kelima. Banyaknya kejadian yang tidak terduga m...