Saat Hati Kelam

267 11 0
                                    

Malam ini begitu sunyi dan sepi. Mataku mulai tertuju kearah jarum jam yang terpasang didinding kamarku.

"baru jam 10" ucapku.

Aku berjalan menghampiri jendela kamarku untuk sekedar menikmati cahaya bintang dan udara malam. Ku buka jendela dengan kedua tanganku dan aku mulai menikmati hembusan angin malam sambil menatap langit yang kala itu penuh dengan bintang.

Kurasakan tubuhku semakin dingin tertiup angin malam dan akhirnya ku putuskan untuk segera tidur. Ku matikan lampu kamarku dan kunyalakan lampu tidurku.

Ku rebahkan tubuhku diatas kasur dan mencoba memejamkan mata. Entah apa yang kurasakan saat itu, hatiku begitu gelisah, pikiranku melayang ke mana mana. Sulit sekali rasanya mata ini terpejam, tak sedikitpun rasa kantuk menghampiriku.

Ku balik badanku kekanan dan kekiri. Ah... tetap saja mata ini sulit terpejam.

Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat hiburan malam untuk mencari keramaian dan ketenangan sesaat.

Seperti malam malam sebelumnya, aku selalu menghabiskan waktuku disana untuk bermabuk mabukkan atau kadang balapan liar.

Hanya itu yang bisa kulakukan untuk melampiaskan amarahku yang bergejolak dalam dada. Sudah hampir 3 tahun aku asyik dengan dunia malamku.

Sejak konflik panas melanda orangtuaku. Sejak saat itu, mereka seakan tak peduli denganku anak semata wayangnya. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu mereka untuk pekerjaan dan client.

Tak sedikitpun waktu tersisa untuk menemaniku untuk sekedar makan malam bersama. Hanya materi dan fasilitas mewah yang kudapat.

Padahal aku juga butuh perhatian dan kasih sayangnya. Aku mulai menikmati dunia malamku. Rasanya, semua masalah dikepalaku hilang seketika.

Sudah hampir 5 jam aku berada disini. Kepalaku terasa sangat pusing dan perutku terasa mual, karna terlalu banyak minum minuman keras. Aku pun diantar pulang oleh temanku, karna tak mungkin untukku menyetir mobil.

Sorot mentari masuk melalui celah jendela kamarku. Akupun mulai membuka mataku dan menarik selimutku. Aku melirik jarum jam.

"jam 9" ucapku panik.

Segera ku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan karna jam 11 nanti akan ada ujian di kampusku.

"Pagi den..."sapa mbok Asri sambil menuangkan susu ke gelasku.

"Pagi mbok, kok gak bangunin aku sih... aku kan ada ujian" kataku kesal sambil mengoles selai dirotiku.

"Maap den, abis den tidurnya nyenyak banget sih. Lagian kan den baru pulang jam 5 subuh"

Seperti biasa, hanya si mbok yang selalu menungguku pulang dan mengantarkanku ke kamar bila aku mabuk berat.

"Mama sama Papa mana mbok?"

"Belum pulang dari semalam den"

"Yaudah deh... aku berangkat ya mbok, takut telat" ucapku tersenyum."Oh iya mbok aku mau nginep dirumah temen, kalo nanti papa nanya bilang aja gak tau" sambungku.

Sesampainya dikampus, aku melakukan aktifitas seperti biasa, walau hanya duduk dan mendengarkan dosen saja.

Sebenarnya, hari ini aku malas sekali berangkat kuliah. Hanya saja ada ujian yang harus aku ikuti.

Jam pelajaran pun berakhir, aku bergegas keluar kelas dan menemui sahabatku Dikta.

"Dik... malam ini gue nginep dirumah lo ya, bete gue dirumah"

"Ok...sip sip... "

Kamipun segera menuju rumah Dikta. Di sana, aku merasa sangat nyaman dan tak kesepian. Dikta mempunyai orangtua yang sangat sayang dan begitu perhatian padanya. Kadang aku merasa sangat iri, "mengapa aku tak seberuntung Dikta?" tanyaku dalam hati.

Keesokan harinya, kulihat mobil Papa sudah terparkir di garasi. Aku masuk kedalam rumah dengan perasaan was was.

"Mario"...

Benar saja fillingku. Pasti Papa akan menyecarku dengan banyak pertanyaan. Akupun kaget mendengar suara Papa yang sedikit meninggi dan kuhentikan langkahku.

"Kemana aja kamu pagi pagi baru pulang?" tanya Papa emosi

"Dari nginep dirumah temen" sahutku tanpa berbalik badan.

"Harusnya... kalo kamu mau nginep dirumah temen bilang dulu sama Papa" sambung Papa marah

"Harus ya aku bilang ke Papa, bukannya Papa udah gak peduli. Buktinya selama ini Papa sama Mama sibuk kerja, kerja, dan kerja. Lagian Papa juga gak pernah ngabarin aku kan, Papa pulang apa nggak" timpalku geram.

"Papa kan ngelakuin semua ini buat kamu, harusnya kamu ngerti dong" tambah Papa dengan nada marah

"Kenapa harus selalu aku yang ngertiin Papa sama Mama, aku juga pengen dingertiin Pa..."timpalku.

Mendadak darahku terasa mendidih. Badanku gemetar menahan amarah mendengar ucapan Papa tadi.

Langsung saja aku pergi meninggalkan Papa. Tak ku pedulikan Papa yang masih terus menghakimiku

"Mario... mau kemana kamu. Papa belum selesai bicara"...tanya Papa marah.

"Aku capek Pa, mau istirahat". Dan kulanjutkan langkah kakiku menuju kamarku.

Kupandangi wajahku didepan cermin dan terus berpikir " kenapa aku harus hadir didunia ini Tuhan...".

Ku ayunkan kepalanku kearah cermin sambil berteriak " Ahhh..." .

Tak kupedulikan sakitnya jemariku yang berlumuran darah karna pecahan kaca. Rasanya, sakit di luka itu tak sebanding dengan rasa sakit dihatiku menghadapi semua ini.

Marah, kesal, kecewa, sedih, rasa itu terus berkecamuk dalam dada.

***

Malam ini, aku sengaja keluar rumah tanpa sepengetahuan Papa untuk balapan liar. Disana, aku bertemu banyak teman temanku yang sangat mengertiku. Balapanpun dimulai, aku sudah bersiap dengan motor kesayanganku.

Ku lampiaskan emosiku dijalan raya. Sampai aku tak sadar, melajukan motorku dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dan akhirnya, aku sampai ke garis finish terlebih dahulu dan kamipun merayakan kemenanganku.

Sesampainya dirumah, sebuah tamparan melayang tepat di pipi kananku. Kali ini, aku tidak bicara banyak pada Papa. Aku langsung bergegas menuju kamarku.

Sakinah (Gadis Penjaga Hati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang