Tak terasa ini sudah waktunya jam makan siang. Kelas sudah selesai beberapa jam yang lalu. Ini saatnya untuk Reta menyalurkan salah satu hobinya, yaitu makan. Ya, bagi cewek-cewek kebanyakan, makan adalah hal yang paling dihindari. Alasannya hanya satu, yaitu takut gemuk. Tapi tidak bagi Reta. Sebanyak dan sesering apapun Reta makan, ia tak pernah kehilangan tubuh idealnya. Tubuh Reta sama seperti cewek-cewek pada umumnya. Reta memiliki mata yang sedikit sipit, hidungnya mungil tetapi bisa dikategorikan mancung. Jangan lupa alisnya yang terbentuk sempurna tanpa bantuan pensil alis ataupun sulam alis. Juga bulu matanya yang cukup lentik.
Dan menurut Reta, makan adalah hal yang paling menyenangkan karena dengan makan ia bisa menaikkan kadar moodnya yang sedang buruk. Ditambah lagi memasak telah menjadi hobi Reta--selain makan-- sejak lama. Mau tahu alasannya? Yup! Karena dengan memasak, Reta bisa membuat makanan apapun yang ia inginkan dan hobi makannya pun tersalurkan. Pokoknya apapun yang berhubungan dengan makan-memakan, Reta tidak akan segan-segan untuk menjadikannya kegiatan baru.
Nasi goreng seafood dan es teh manis sudah terhidang di depan mata. Untungnya kantin tidak terlalu ramai jadi Reta tak perlu mengantri untuk memesan makanan yang menjadi menu makan siangnya hari ini.
"Permisi mbaknya... boleh saya duduk disini? Bangku yang lain sudah penuh" ucap seorang laki-laki berperawakan tinggi tegap.
"Apaan sih lo manggil gue mbak! Lo pikir gue mbak-mbak SPG?!" ucap Reta kesal. Reta mengenal laki-laki itu. Dia teman sekelas Reta. Bahkan beberapa kali sempat satu kelompok saat mengerjakan tugas dari dosen. Mereka satu kelompok--satu kelompok beanggotakan dua orang-- bukan kemauan mereka. Mereka satu kelompok dikarenakan absen mereka yang berdekatan.
Dia Charles Marvellino, atau akrabnya disapa Ale. Cowok bertubuh tinggi tegap dengan alis yang tebal dan juga hidung layaknya seluncuran yang kebanyakan berada di taman kanak-kanak atau ditaman komplek perumahan. Rambutnya yang cepak ia buat sedikit berjambul. Daaannn... kalian pasti berpikir bahwa Ale adalah most wanted. Jawabannya adalah TIDAK. Kalian salah besar. Kok bisa? Kenapa? Dia nerd a.k.a cupu? Sekali lagi TIDAK. Ale sama sekali bukan cowok nerd. Ya memang apa yang dimiliki Ale masuk dalam kriteria cowok most wanted, tapi entah apa yang kurang dari diri seorang Ale sehingga ia tidak termasuk cowok most wanted dikampusnya. Tapi walaupun Ale bukan salah satu bagian dari cowok most wanted, kharismanya tidak berkurang sedikit pun. Terbukti dari banyaknya cewek yang melirik sinis kearah tempat Ale dan Reta duduki. Lebih tepatnya kearah Reta. Merasa risih, Reta memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
"Gue duluan yaa..." ucap Reta sambil berdiri, bersiap-siap untuk pergi. Reta sudah tak tahan dengan tatapan tak suka dari para penggemar Ale. Ale menyadari apa yang menyebabkan Reta bergegas pergi. Dengan cepat Ale melangkahkan kakinya menyusul Reta yang berjarak tak jauh darinya.
"Ta, lo mau kemana?" tanya Ale. Pasalnya selama perjalanan yang Ale tak tau kemana tujuannya, Reta diam satu bahasa. Ya, satu bahasa karena bahasa yang Ale dan Reta gunakan hanya satu yaitu bahasa Indonesia. Reta tetap diam. Entahlah apa yang terjadi dengan Reta, moodnya tiba-tiba memburuk setelah kejadian tadi. Dan ia tak mau membahasnya lagi.
Katakanlah Reta berlebihan hanya karena dilemparkan tatapan sinis moodnya langsung berubah. Memang itulah Reta, ia paling tak suka jika ditatap seperti itu. Seakan-akan ia adalah virus paling mematikan yang sangat berbahaya dan harus segera dibasmi bagaimanapun caranya. Ale terus mengikuti Reta hingga Reta berhenti disatu tempat.
"Lo mau balik? Bareng gue aja deh. Kita kan searah. Lumayan kan elo hemat ongkos" ucap Ale ketika menyadari bahwa Reta berhenti disebuah halte untuk menunggu angkutan umum. Reta tampak berpikir, kemudian Reta mengangguk menandakan ia setuju untuk diajak pulang bersama. Tak butuh waktu lama untuk Ale dan Reta sampai diparkiran kampus. Ale sudah berada diatas motornya. Ale mengkode Reta untuk naik ke motor dengan kepalanya.
Selama diperjalanan, mereka hanya diam. Tak ada diantara Ale dan Reta yang berinisiatif untuk membuka suara. Tiba-tiba tangan Ale terjulur kebelakang dan membawa tangan Reta ke pinggangnya. Ale tak tahu mengapa ia melakukan hal itu. Ale hanya tak ingin Reta terjatuh dari motornya yang sedang melaju kencang. Itu saja. Karena sedari tadi Reta tak berpegangan. Kedua tangannya ia taruh diantara kedua pahanya. Reta yang di perlakukan seperti itu merasa bingung. Bingung mau merespon bagaimana. Reta melihat Ale dari kaca spion motor untuk meminta penjelasan. Ale pun melihat kaca spionnya dan mendapati Reta tengah menatapnya horror.
"Udah terima aja. Gue cuma gak pengen lo jatoh" Ucap Ale sambil mengalihkan pandangan dari kaca spionnya ke jalanan didepannya. "Lagian kapan lagi meluk cowok ganteng macam gue?" Lanjut Ale dengan pedenya.
"Dih males. Ini terpaksa kali. TERPAKSA!" balas Reta dengan menekankan kata terpaksa.
Setelah lima belas menit perjalanan, mereka sampai di tempat kost Reta. Tempat yang menjadi saksi bisu perjuangan Reta selama menjadi mahasiswi di kota Bandung ini. Kota ini juga menjadi saksi pejuangannya untuk belajar menjadi wanita dewasa yang mandiri dan tidak bergantung pada kedua orangtuanya.
"Makasih, Le. Sering-sering ya nganter gue nyampe kost-an" canda Reta. Lumayan juga kan kalau diantar pulang? Sampai kost-an pula. Hemat ongkos. Maklum, kantong mahasiswa-mahasiswa seperti Reta yang jauh dari orangtua kan terbatas. Jadi ia harus memutar otak untuk menekan biaya hidupnya selama menjadi mahasiswa di kota kembang ini.
"Bilang aja mau modus meluk-meluk gue kaya tadi" apa katanya?
"Lo kali yang maksa! Males banget gue meluk-meluk lo! Alergi gue" Reta memutar bola matanya sambil terus mencebikkan bibirnya.
"Becanda kali. Gitu aja marah" Ale mencolek dagu Reta. Membujuknya agar tidak marah. "Ish, apaan nih colek-colek! Udah sana pulang hus.. hus.." Reta segera menggosok dagunya dengan tangan kirinya. Tiada lain dan tidak bukan untuk menghilangkan bekas colekan jari telunjuk Ale.
Jadi ceritanya diusir nih? Padahal gue udah baik lho nganterin lo sampe rumah" balas Ale dengan muka memelas. "Bukannya diajak masuk terus dikasih minum gitu. Yaudah deh gue balik" lanjut Ale masih dengan wajah memelasnya yang dibuat-buat itu. Reta tersenyum geli melihat ekspresi Ale.
"Gih sana buruan! Eneg gue liat muka lo yang kaya gitu" canda Reta. Ale memasang helmnya kemudian memutar kunci motornya agar motor itu bisa menyala.
"Jangan nyesel ya karna lo udah ngusir gue. Dan jangan heran juga kalo tiba-tiba nanti malem lo kena serangan kangen terhadap gue yang gantengnya kebangetan ini" pesan Ale dengan pedenya yang sudah mencapai level langit ketujuh. Baru saja Reta akan membalas perkataan Ale, motor yang dikendarai Ale sudah melesat menjauhi tempat kost-annya. Ale sudah tahu kalau Reta akan membalas pekataannya. Lebih tepatnya menyumpah-serampahkan dirinya. Maka dari itu, Ale langsung tancap gas sebelum apa yang ia prediksikan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Us
RomanceDia selalu ada di dalam pikiran Reta. Dia sudah seperti bangunan permanen yang sulit di goyahkan bahkan di runtuhkan sekalipun. Dihati Reta pun sudah terukir indah nama dia. Dia selalu ada disamping Reta. Dia yang selalu membuat Reta merasakan berma...