Liburan telah usai. Reta tak menyangka ternyata tiga bulan sudah berlalu sejak pertangkaran serta pengakuan Reta bahwa ia menyukai Ale. Sejak saat itu, Reta benar–benar putus komunikasi dengan Ale, baik itu di media sosial, media komunikasi, bahkan di sms sekalipun. Tak ada kata maaf dari Ale sebagai permintaan maaf. Mungkin berniat untuk meminta maaf pun tak ada. Seburuk itukah gue dimata lo, Le?
Reta sempat bertanya–tanya darimana Ale tau kalau Reta menyukai dirinya. Semakin hari Reta semakin yakin bahwa dirinya harus move on. Ya, Reta bertekad untuk move on! Tetapi semakin ia bertekad untuk move on, semakin sering pula bayang–bayang Ale datang menghampirinya. Entah itu memimpikan Ale yang sedang meminta maaf kepada dirinya, bayang–bayang hari–hari yang Reta lewati berdua dengan Ale, perhatian Ale, pokoknya semua bayang–bayang tentang diri Ale datang bertubi-tubi seakan ingin menghakiminya. Reta hampir gila dibuatnya. Jika seperti ini terus, bisa-bisa ia menjadi penghuni rumah sakit jiwa.
Reta jadi teringat perkataan Marsha saat air matanya siap meluncur dengan bebasnya. Saat itu Reta sudah menceritakan kepada Marsha bahwa dirinya menyukai Ale juga permasalahannya dengan Ale. "Udahlah, Ta, gausah dipikirin.. Yang lalu biarlah berlalu.. Lo mau masa depan lo hancur hanya gara – gara masa lalu? Reta bukan cewek lemah. Reta kan cewe setrooongg!" ucap Marsha seraya mengikuti gaya binaragawan yang sedang memperlihatkan otot-otot tangannya.
Kelas kali ini benar-benar mengerikan. Lebih mengerikan daripada kelas yang diajar oleh dosen killer. Karena apa? Karena disana ada Ale. Dan Reta belum sanggup bertemu Ale, terlebih batinnya. Saat ini batin Reta benar–benar sedang berperang. Huh.. kayaknya ini bakal jadi hari yang berat, batin Reta.
Kelas diakhiri dengan kesimpulan materi hari ini yang disimpulkan oleh Ale didepan kelas. Reta tak memperhatikan sama sekali. Pandangannya ia alihkan kemanapun asal tak melihat kearah Ale. Bukan Reta tak menghargai atau tak peduli. Hanya saja batinnya belum siap. Belum kuat menerima bahwa Ale yang selalu ada disampingnya, kini membenci dirinya. Hanya karena Reta menyimpulkan Sisi selingkuh. Why he so childish? Yayaya. Love is blind. Cinta itu buta. Cinta itu bisa membuat orang dewasa bersikap kekanak–kanakan. Reta paham itu.
Kelas sudah berakhir. Reta berjalan keluar kelas menuju kantin. Seperti biasa, Reta pergi ke kantin untuk makan, menaikkan moodnya yang sedang buruk. Saat Reta hendak memesan makanan, Ale berjalan melewatinya. Pandangan Ale dan Reta sempat bertemu, namun Ale dengan cepat membuang pandangannya. Reta menghela napas. Sepertinya ini akhir dari kedekatannya dengan Ale.
Setelah menghabiskan makanannya, Reta beranjak dari kantin menuju ke halte depan kampus. Reta jadi teringat insiden dihalte bersama Ale. Kala itu ia menuduh Ale penjahat yang akan menyakitinya. Ck! Betapa bodohnya Reta kala itu. Ternyata Ale hanya ingin menjemputnya. Andai aja Ale jemput gue kayak waktu itu, batin Reta. What? Tadi ia bilang apa? Stop it, Ta! Jangan mikir yang macem – macem! Move on!
Baru saja kakinya akan melangkah melewati gerbang depan, tangannya dicekal oleh seseorang. Reta menoleh dan.. Marsha? Bukannya tadi ia pamit untuk pulang duluan? Kenapa dia disini?
"Lo ngap--" "Ikut gue!" Potong Marsha cepat. Reta hanya mengangguk kemudian mengekor dibelakang Marsha.
Reta mengerutkan keningnya saat mereka tiba dilapangan kampus. "Kita mau ngapain, Sha?" Tanya Reta. Reta tak mengerti mengapa ia dibawa kelapangan kampus. Padahal ini siang hari dan sinar matahari sedang terik–teriknya.
Tiba–tiba sekerumunan mahasiswa berjalan kearah lapangan. Kening Reta berkerut dalam. Dan mahasiswa–mahasiswa tersebut mengangkat beberapa kertas yang tersusun membentuk kalimat MAAF. Reta tak mengerti maksud dari semua ini. Kemudian salah satu dari kerumunan mahasiswa berjalan kearah Reta dan memberi Reta sebuah kotak berwarna merah marun.
Reta menerima kotak itu dan selanjutnya membuka kotak tersebut. Didalam kotak tersebut hanya berisi secarik kertas bertuliskan LIHAT KE BELAKANG. Otaknya seperti terhipnotis oleh kata–kata tersebut sehingga tubuhnya mengikuti kerja otaknya yang menyuruhnya untuk melihat kebelakang. Reta membalik badannya dan ia sangat terkejut. Reta melihat Ale berdiri dibelakangnya dengan membawa sebuket bunga mawar berwarna merah. Ale melangkah mendekati Reta kemudian memberikan bunga mawar yang Ale tanam sendiri selama hampir tiga bulan ini. Reta menerima bunga tersebut dan ternyata disana terdapat kartu ucapan. Reta membaca kartu ucapan tersebut secara perlahan.
Gue mau minta maaf..
Gue tau kesalahan gue bener–bener fatal. Mungkin kesalahan gue udah gak bisa dimaafin. Gue udah nyakitin lo. Gue bener–bener minta maaf. Maaf juga sejak kejadian itu gue gak pernah sms, nelpon, ataupun komunikasi lewat sosial media. Gue cuma pengen yakinin hati gue. Dan gue udah mutusin. Kalo gue memilih... Seseorang yang sekarang berdiri dihadapan gue sambil baca surat dan pegang bunga mawar.
Air mata Reta sudah tak terbendung lagi. Reta terharu dengan perlakuan Ale yang menurutnya berlebihan, tapi sangat sweet. Reta langsung berhambur ke dalam pelukan Ale. Ale pun membalas pelukan Reta.
Ale memang berniat melakukan ini semua. Sejak kejadian dirumah Sisi, Ale merenungkan semua perkataan Sisi. Ale benar–benar mempertimbangkan harus memilih permata dari masa lalu atau berlian di masa depan. Dan nampaknya Sisi memang benar. Rasa nyaman Ale sudah berkembang. Ale menyukai Reta. Ale menyayanginya. Dan Ale berjanji takkan melepas berlian di hidupnya.
Ale tau saat dikelas tadi Reta tak memperhatikannya ketika dirinya menyimpulkan materi hari ini. Ale juga sengaja membuang pandangannya saat pandangan Reta dan Ale bertemu dikantin. Ale tak mau luluh untuk meminta maaf pada saat itu karena akan merusak rencananya. Maka dari itu Ale benar–benar menyiapkan segalanya untuk hari ini. Mulai dari sederet kertas yang dibawa oleh teman–teman seangkatannya. Kemudian bunga mawar yang ia tanam sendiri selama hampir sepuluh minggu lamanya.
Ale melepas pelukannya. Ale menangkup wajah Reta kemudian menghapus air mata dipipi Reta menggunakan kedua ibu jarinya. "Jangan nangis lagi ya.. Gue gak bakal bikin lo nangis lagi. Dan gue pastiin setiap air mata yang keluar dari mata lo adalah air mata kebahagiaan" ucap Ale sembari tersenyum manis. Melihat senyum Ale spontan membuat Reta ikut tersenyum.
"Oh iya, lo tunggu disini bentar, tapi tutup mata lo dulu dan jangan dibuka sebelum ada instruksi dari gue" perintah Ale. Reta mengangguk kemudian menutup matanya. Ale menghilang entah kemana dan menit selanjutnya ia kembali dengan sesuatu ditangannya. "And now.. Open your eyes" Reta membuka matanya dan lagi–lagi dirinya dibuat terkejut. Sebuah boneka beruang besar berwarna merah muda berada dipelukan Ale. Boneka tersebut menggenggam sebuah bantal berbentuk hati bertuliskan Would U Be Mine?. Tak sampai disitu, boneka tersebut mengeluarkan rekaman suara Ale sedang bernyanyi lagu Mine dari Petra Sihombing.
"Claretta Alissya.. Would you be my girlfriend?" ucap Ale sembari berlutut dihadapan Reta. Air mata Reta kembali mengalir. Bersamaan dengan itu Reta menganggukan kepalanya tanda ia mengiyakan pertanyaan Ale. Ale berdiri dari posisi berlututnya kemudian merentangkan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih mendekap boneka beruangnya. Reta mengetahui kode yang Ale berikan. Dengan cepat Reta berhambur kepelukan boneka beruang Ale. Ale mencebikkan bibirnya tanda ia ngambek karena Ale mengkode dirinyalah yang dipeluk bukan boneka beruangnya.
"Gitu ya.. Bukannya pacarnya dipeluk malah bonekanya" Ucap Ale dengan tangan yang dilipat di depan dadanya. Boneka beruang berwarna brown itu sudah berpindah kepelukan Reta.
"Empukkan juga bonekanya. Lebih enak dipeluk weee" balas Reta dan diakhiri adegan memeletkan lidahnya. Melihat ekspresi lucu Reta membuat bibir Ale tertarik keatas membentuk sebuah senyuman. Reta pun ikut tersenyum. Ale mengacak–acak rambut di puncak kepala Reta kemudian merangkulnya dan berjalan beriringan meninggalkan lapangan yang menjadi saksi bisu awal dari perjalanan cinta keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Us
RomanceDia selalu ada di dalam pikiran Reta. Dia sudah seperti bangunan permanen yang sulit di goyahkan bahkan di runtuhkan sekalipun. Dihati Reta pun sudah terukir indah nama dia. Dia selalu ada disamping Reta. Dia yang selalu membuat Reta merasakan berma...