Lima

83 15 2
                                    

Assalamu'alaykum, haii^^
Udah sholat kaaaaan?^^ Sholat dulu sebelum lanjut baca cerita ini yaaaaaa.  Karena cerita ini nggak ada apa-apanya dibanding sholat kamu^^ Nggak ada apa-apanya sama sekali :''

...

Victoria P. O. V

Pesawat yang aku tumpangi segera take off, para pramugari masih mondar mandir melihat kesiapan penumpang. Khawatir masih ada penumpang yang belum memasang seatbelt.

Aku menghela napas kasar dengan sengaja. Biar saja, biar Ray dengar kalau aku sama sekali tidak mau berada di sampingnya!

Pengalihan isu ini memang benar-benar menyebalkan.

Tapi mau bagaimana lagi?

Masih untung juga sih Ray mau membantuku. Tapi bagaimana dengan kabar jantungku yang berdetak tidak normal seperti biasanya? Ck!

Wajahku masih memberengut kesal mengingat percakapan di telepon dengan om Fearon saat berangkat ke bandara tadi. Ternyata kemarin om berpura-pura terlihat terburu-buru. Kemarin itu, om pulang ke LA dengan pesawat pribadi milik Ray.

Ah, yang benar saja, mengapa om harus berbohong sih?

Mengapa lama-lama aku merasa mereka yang begitu senang menjalankan pengalihan isu daripada aku sendiri?

Aku juga kesal mengetahui kalau Ray memilih menggunakan pesawat umum daripada pesawat pribadinya. Alasannya karena ia ingin pengalihan isu berjalan dengan lancar supaya orang-orang membicarakan ia dan aku yang pergi bersama. 

Oh ayolah, percaya diri sekali dia kalau akan ada orang-orang yang peduli dengannya?

Memang sih, tadi juga banyak sekali yang mengajaknya berbicara, tapi mana aku tahu kalau itu bukanlah orang-orang bayarannya?

Meski tetap sih, Railo memesan kelas bisnis, tapi sebetulnya ia mampu kan membeli first class agar aku tidak perlu duduk berdampingan dengan dirinya?

Saat di perjalanan tadi pun aku terus menanyainya beberapa pertanyaan, seperti soal kemarin di bus.

Mengapa orang suruhannya eh maksudnya sahabatnya yang terlihat seperti preman itu berani sekali menembakan peluru di dalam bus?

Bahaya sekali bukan?

Bagaimana kalau peluru itu melukai seseorang atau bahkan bisa merenggut nyawa salah satu penumpang bus?

Tapi ternyata semua itu telah diatur olehnya dengan ide om Fearon dan juga dimintai perizinan dari om, yang segala risikonya sudah diperhitungkan terlebih dulu.

Pantas saja polisi kemarin seolah  tidak tahu ada apa-apa, karena tepatnya mereka pura-pura tidak tahu.

Om Fearon adalah kepala polisi LAPD (Los Angeles Police Department) jadi ya mungkin mudah sekali bagi om untuk meminta perizinan kepada kepolisian Chicago.

Aku menghela napas lagi, mulai memikirkan berbagai peristiwa dari kemarin.

Apa spesialnya aku?

Sampai-sampai mereka semua rela menghabiskan waktunya untuk menolongku?

Menolongku?

Apakah benar mereka semua menolongku?

Kalau om Fearon, aku tahu. Om Fearon murni menolongku, karena aku tahu bagaimana om Fearon menyayangiku.

The PretendersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang