Flashback
Bunyi perpaduan antara piano da biola benar-benar indah didalam sebuah ruangan. Seorang remaja laki-laki dengan lihaynya memainkan piano itu, dan sepasang remaja lainnya berbeda jenis itu memainkan biolanya. Mereka benar-benar menghayati permainan mereka sendiri. Sampai lagu selesai, mereka saling memendang dan melempar senyum.
Ketiganya duduk disebuah cafe.
"Kalian mau pesan apa? Aku gratisin deh." Kata salah satu laki-laki dari mereka.
"Seriusan?gratis?"kata seorang perempuan dengan mata berbinar.
"Iya, lagi pula ini cafe juga punya mamaku."jawab laki-laki itu dengan senyum miring.
"Ye! Gak usah pake senyum miring gitu kali Dave!" Celetuk teman mereka yang satu lagi, sambil menoyor kepala si laki-laki yang dipanggilnya Dave, akhirnya dia ikut dalam obrolan hangat mereka.
"Aish! Abisnya lo diem mulu sih, yaudah gue keluarin senyum maut gue."Dave membalasnya dan lagi! Senyum miring itu keluar lagi.
"Lo kan tau gue pengen muntah-muntah kalo liat senyum lo itu."adu mulut pun dimulai.
"Eh?iya sih, gue udah tau. Tapi senyum maut gini kok bikin muntah-muntah, harusnya elo klepek-klepek donk!"
"Najis! Gue gak maho, masih normal kali!" Akhirnya mereka tertawa.
"Udah deh. Kalian tuh mesti aja adu mulut terus, pasti akhirnya ketawa kayak gini, sampe perut gue sakit."si perempuan yang sudah berhenti tertawa sambil mengelap air matanya yang keluar.
"Yaudah deh cepetan pada pesan." Dave memanggil pelayan, mereka memyebutkan menu sesuai selera masing-masing, setelah semuanya memesan si pelayan meninggalkan mereka.
Setelah si pelayan pergi tiba-tiba suasana menjadi hening.
"Jane..."tiba tiba suara laki-laki memecahkan hening.
"Apa yo?" Balas perempuan itu, Jane.
"Em...gakpapa, gakjadi."si laki-laki tiba-tiba gugup.
Suasana hening kembali.
"Eh?! Apa-apaan nih! Gue gak terima!"celetuk Dave.
"Ish! Demi apa deh, lo mesti bikin kita kaget gini."si perempuan, jane marah-marah.
"Lagian nyebelin sih, kenapa suasananya jadi kayak gini, gak rame tau!"
"Kalo mau rame ke pasar aja sana!"si
laki-laki pendiam angkat bicara.
"Eh, nyebelin amat sih lo! Dasar si Dio, sekalinya nyeletuk, langsung asem banget." Ya!lagi-lagi pada akhirnya mereka tertawa. Tawa mereka berhenti karena pesanan mereka sudah datang.
"Dio, kok tangan lo bisa luwes banget sih main biolanya? Kelihatan gimana gitu." Tiba-tiba jane bertanya.
"Eh?! Emang iya kah? Mungkin karena sering latihan jadi ya gitu deh."
"Gue juga sering latihan tapi gak bisa kayak elo." Jane memanyunkan mulutnya.
"Bererti itu bakal alami donk. Udah dari sononya."
"Ye! Gue cius yo, tapi bener juga sih. sumpah!gue pengen banget bisa kayak lo. Kelihatan gimana gitu" Antara marah dan takjub, jadilah ekspresi idiotnya terbuat. Jane..jane, ckckck
"Yaelah, mana gue tau juga. Gue malah gak ngrasa kelihatan gimana gitu. Guenya aja baru tau."balas Dio sambil memutar bola matanya.
"Tapi Jane bener lo, elo kalo main emang kelihatan gimana gitu, ada aura aneh yang keluar,em...aura apa gitu, aduh gimana ya devinisinya."Dave akhirnya berbicara sambil kebingungan, karena dari tadi hanya memperhatikan dua sahabatnya Itu saja.
"Em...gimana ya? Gue sendiri aja gak tau, Mr.Tom juga pernah bilang gitu sih, tapi menurut gue itu gak ngaruh apa-apa sih."
"Ngak ngaruh gimana coba, setiap lo perform pasti penonton kayak terhipnotis gitu deh." Dave dan Jane menjawab bersamaan sedikit histeris.
"Eh?! Kok bisa barengan gitu sih?" Dio hanya kebingungan.
"Karena kita satu pendapat, satu pikiran sama masalah kelebihan lo itu." Jane menjelaskan.
"Tapi...."
"Gak ada tapi-tapian, aduh! Devinisi auranya si Dio gimana ya? Kok gue jadi lola kayak gini sih." Kembalilah Dave dengan kebingungannya.
"Entah deh, gue mikir dulu...aish, gue jadi ikutan lola. Devinisiin aja gak bisa-bisa." Yayaya...mereka lola sekali,(authornya ikut lola)
"Yaudah deh, gak usah dipikirin banget-banget gitu deh, kesian gue liatnya, tampang lo, sumpah! Idiot banget!" Dio ketawa sendiri. Jane dan Dave hanya melongo dan saling menatap.
"Ya ampun. Tampang lu jadi tambah parah." Lagi-lagi Dio tertawa sendiri. Mereka baru sadar bahwa Dia menertawakan mereka.
"Oh tuhan, aura nya Dio bikin kami lola. Mungkin kan Dio lolanya lebih parah." Suara Dave yang dibuat-buat.
Dave berhenti tertawa dan......
...
...
...
...
...
..."Huwaaa..hahahahaha...sumpah yo! Ekspresi lo kenapa jadi kek gitu." Jane tertawa sambil menunjuk wajah Dio. Dave yang melihatnya pun ikut tertawa.
"Ya tuhan, ternyata bener, Dio lebih lola dari kami." Mereka tertawa kecuali Dave, yang masib setia pada ekspresinya yang mengelikan.***
Dio berjalan sambil memebawa nampan berisikan sirup leci dan piring berisika irisan melon. Jane dan Dave yang sedang bermain ps pun menoleh, dan langsung menyerbu Dio, meninggalkan ps nya.
"Owch. Dio ganteng tau aja kalo kita dehidrasi." Dave sambil menoel dagu Dio.
"Vanci! Najis lu! Gak usah gitu-gitu amat kali!" Dio bergidik ngeri.
"Ya ampun Dio sensi banget sih, PMS ya? Kesian." Balas Dave menjulurkan lidahnya.
"Rese banget sih!""Ya ampun ada cogan yang lagi berantem, ngerebutin gue!" Jane tiba-tiba berteriak histeris. Dio dan Dave menoleh ke arah Jane.
"Lo kesambet apaan sih jane. Sapa juga yang ngrebutin lo."
"Iya tuh, saking ngak lakunya malah jadi kayak gitu."
"Ihhh. .kalian tuh! Aku kan cuman pengen ngelerai kalian. Lagi pula pagi-pagi udah beramten aja sih." Jane menghentak-hentakkan kakinya sambil bimoli(bibir monyong lima centi-_-)" eh?! Tunggu dulu! Ini apa?!
Jane dan Dio mengikuti arah pandangan Dave. Jane terbelalak.
◎○◎○◎
Yowe...publish!
Selesai deh yang part 3 nya...
Typo bertebaran
Selamat membaca.
Voment nya boleh ya;)«Abc»