Chapter 2

1.6K 164 4
                                    

Hanya dentingan garpu dan sendok milik Jiwon yang terdengar. Milik Hanbin bahkan belum menyentuh makan siang –yang sebenarnya adalah sarapan yang dipanaskan. Dan saat piring Jiwon tidak ada makanan tersisa, milik Hanbin tidak berbeda dari saat ia memulai makan. Hanya 2-3 sendok dan Hanbin benar-benar kehilangan selera makan.

Hanbin terlihat berbeda dari ini. Ia mungkin sakit. Mungkin sedih. Mungkin-

"Kau kenapa?"

Jiwon yang terus memandangnya. Hanbin yang terus menunduk. Kecanggungan yang terus menemani. Bahkan udara dingin memperburuk keheningan.

"Tidak." Tidak jauh berbeda dari bisikan. Suara lemahnya berbeda dari saat ia memimpin grup. Ia terlihat redup.

Hanbin terlihat redup.

"Istirahatlah."

.

.

.

Siang ini Hanbin terbaring dengan selimut menutupinya hingga dada. Tidak mengikuti latihan rutin. Lagu yang ia rencanakan selesai didepan mata, kini harus ia pikirkan lagi.

Melayang. Bagaimana kelima orang lain? Apakah mereka latihan dengan baik? Kesulitan macam apa yang sedang mereka hadapi? Tentu mereka akan kesulitan. Lagu mentah yang ia buat adalah bahan untuk mereka menghadapi pimpinan entertainment ini.

Bagaimana jika mereka frustasi? Bagaimana jika pikiran akan mengakhiri ini semua terbesit di pikiran mereka? Bagaimana gambaran masa depan jika pimpinan Yang bahkan menggantung mereka semua sampai saat ini?

Masa depan 6 orang lain berada di tangannya.

Air mata menggenang. Lantas mengalir dengan cepat ke sisi samping wajahnya. Menggigit bibir. Ia tidak mau telihat menyedihkan. Bahkan udara tak segan ia tunjukkan.

Ini bukan pertama kalinya ia menghadapi masalah akan hal ini – ia selalu bisa menemukan jalan keluar- tapi dengan fakta bahwa ia, Jiwon, Jinhwan, Yunhyeong, Donghyuk, dan Junhoe sudah melewati 2 acara, ia takut yang lain akan lelah dengan janji debut yang melayang-layang di udara.

.

.

.

Jiwon menendang sepatunya asal tepat setelah menutup pintu dorm. Kerutan dahinya belum menghilang bahkan sebelum ia memasuki apotek terdekat. Ia masih ingat bagaimana ia bertanya dengan bodohnya kepada karyawan tadi.

.

.

.

"Permisi."

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Karyawan itu sedikit salah tingkat. Ia hanya berhasil menutupi kegirangannya bertemu dengan pemenang Show Me The Money 3.

"Temanku, um, ia –" Ia sakit atau sedih atau stress? Jiwon salah tingkah tidak mengetahui keadaan Hanbin terlebih dahulu. Karyawan itu tetap memoles senyum pada wajah kecilnya.

"Ia, um, suhu tubuhnya tinggi. Ia tidak berselera makan." katanya canggung, 'Sial'. Muncul gambaran Hanbin yang hanya diam saja ketika ia menuntunnya untuk berbaring. Dan lamunan Jiwon terbuyar.

"I-iya?"

"Mungkin ia demam?". Jiwon mengangguk. Setengah mengiyakan, setengah bertanya. Dan karyawan baik hati dan cantik –Jiwon akui itu- memberitahukannya seputar obat yang harus dikonsumsi Hanbin.

"Semoga temanmu cepat sembuh." Kata karyawan itu sebelum Jiwon melangkah keluar dan berucap terima-kasih.

.

Work Hard, Love Hard | Double B (In Bahasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang