7

176 9 6
                                    

Fatur dan Wulan jalan beriringan menuju ke kelas. Jangan lupakan juga tangan Fatur yang selalu setia dipinggang Wulan, seolah menyatakan pada dunia bahwa Wulan itu miliknya. Hanya miliknya.

Mereka tiba dikelas dan duduk dikursinya masing-masing. Masih ingatkan bahwa mereka sebangku? Well, mereka bisa bermesraan kapanpun. Ups!

Beberapa jam berlalu, akhirnya tiba dipelajaran Sejarah. Tugas untuk satu semester kedepan adalah membuat sebuah film tentang sejarah dengan materi bebas. Semua murid dibagikan dalam beberapa kelompok; 1 kelompok beranggotakan 4 orang.

Fatur berdecak kesal saat tahu bahwa ia tidak sekelompok dengan Wulan. Sementara Wulan tersenyum sambil mengelus tangan Fatur lembut.

"Gak papa lah gak satu kelompok, kan kita juga sering ketemu."

"Kamu pokoknya jaga jarak sama Niko. Aku gak mau tahu! Dia itu cowok brengsek, jangan sampai kamu diapa-apain sama dia."

"Ssssttt, Tur. Gak boleh ngomong gitu. Lihat siapa yang cemburu disini. Wlekk." olok Wulan.

Wulan dan Fatur memang tidak sekelompok. Fatur sekelompok dengan Mayang, Ufy, dan Ferry. Sementara Wulan dengan Niko--yang dikatai playboy oleh Fatur--, Yudha, dan Ova.

Fatur mencubit pipi Wulan kemudian terbahak ketika mendapati pipi Wulan memerah dan mata Wulan yang sedikit berair karena kesakitan dicubit Fatur,

"Jahat ih, sakit Tur."

"Iya haha iya haha maaf deh maaf."

"Minta maafnya gak ikhlas ah."

Fatur masih tertawa bahkan sampai mengeluarkan air mata.

"Aku ke toilet dulu." ucap Wulan lalu meninggalkan Fatur yang masih tertawa.

----------

"Aduh!" rintih dua orang secara bersamaan.

"Wulan?" tanya pria dihadapannya.

"Pak Aan?"

"Oh rupanya saya menabrak pasangan baru."

"Maksud bapak?"

"Kamu sudah jadian sama Fatur kan? Selamat yaa." sindir Aan.

"Kalo ngasi selamat ya biasa aja kali Pak, mukanya gak usah sinis-sinis gitu. Keliatannya bukan ngasih selamat, tapi nyinyir." jelas Wulan.

"Ya saya memang tidak niat memberi kamu selamat. Bahkan saya tidak suka kamu jadian sama si Fatur itu."

"Loh, kok gitu?"

"Kamu selalu ngerespon semua pesan saya. Kamu selalu tersenyum setiap bersama saya. Kamu selalu bersikap manis jika berhadapan dengan saya. Apa alasan saya untuk tidak menyukai kamu?" jelas Aan.

"Eeee. Bapak menyukai saya?"

Aan mengangguk mantap.

"Tapi, semua yang saya lakukan itu semata-mata karena saya menghormati Bapak. Bukan karena saya ada rasa atau felling dengan Bapak." ucap Wulan.

Aan memegang kedua pundak Wulan dan mengguncangnya pelan.

"Tidak adakah aku walaupun hanya setitik dihatimu, Lan?"

-----------------------------------------------------------

Salam cium dari bibir yang tipis, Endewe.


WULANDARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang