Distance

3.7K 125 1
                                    


"Aku berangkat dulu.."

"Bekalnya jangan lupa di makan"

"Terima kasih"

"Heem"

"Kita bertemu minggu depan"

"Aku menunggumu, Rafael"

Sebuah kecupan mendarat di kening Dina.

"Daah.."

Rafael melambaikan tangan menuju gerbong menuju kereta jurusan Semarang. Dina membalas dengan senyuman dan lambaian tangan.

Long Distance Relationship, itulah yang mereka jalani sekarang. Pekerjaan yang berada di Semarang dan kekasih yang berada di Bandung mengakibatkan hubungan jarak jauh yang mereka ambil.

"Bukan jarak yang membuat kita jauh. Tapi komunikasi dan komitmen yang membuat kita merasa jauh atau dekat"

Dina memegang teguh ucapan Rafael saat Rafael memberitahu jika dia harus ke Semarang untuk pekerjaan dengan waktu yang tak menentu.

"Seberapa kuat bertahan dalam jarak yang beribu mil ini biar waktu yang menjawab. Aku berjuang dalam porsiku dan aku tahu kamu pun berjuang dalam porsimu, Rafael"

Dina membalikkan badannya dan melangkah keluar dari stasiun, kembali ke rutinitasnya.

"Din, kenapa kamu kuat sih dengan LDR?" tanya Sarah, teman sekantornya.

"Rafael kan jauh, kamu dapat cari gebetan di sini. Menemani kamu untuk jalan-jalan" sahut Rina.

Dina hanya tersenyum. "Setia itu mahal, kawan"

"Sekali-kali kamu bersenang-senang di sini dengan cowok lain. Masa sama teman cewek mulu" sahut Rina.

"Aku juga pergi dengan teman cowok kok" sahut Dina tersenyum.

"Iya. Tapi kalian pergi cuma jalan-jalan itu pun bareng dengan yang lain" ucap Sarah. Dina hanya terkekeh.

"Aku makan siang dulu" ucap Dina.

"Kenapa banyak setan di sekelilingku?" batin Dina.

Drrttt... Drrttt...

Click!

Dina tersenyum saat melihat foto Rafael yang sedang makan makanan dari bekal yang dimasak oleh Dina. Bekal yang menurutnya sederhana hanya nasi putih, tumis wortel, ayam kecap, dan puding sebagai dessert.

Drrttt... Drrrttt...

"Selamat makan siang, Dina" ucap Rafael.

"Kamu juga, Raf" sahut Dina.

"Apa temanmu masih nyinyir?" tebak Rafael sambil terkekeh.

"Masih. Telingaku panas" Dina menghela nafas.

"Biarlah mereka komentar apa saja. Kita benar pun tetap akan ada yang komentar" sahut Rafael.

"Mereka kaya setan, suka menghasut" ucap Dina. Rafael tertawa di seberang telepon.

"Usaha gak akan mengkhianati hasil. Aku janjikan itu" sahut Rafael.

"Aku kerja dulu, Raf" ucap Dina.

BIPP

Lidah memang tak memiliki tulang. Mudah sekali berkata-kata. Namun, manusia terkadang lupa untuk menggunakan dengan baik. Hanya bisa berkomentar dan menuduh. Tanpa bukti pula.

Bagaimana cara kita bahagia jika sekeliling kita selalu mencampuri urusan maupun keputusan kita?

"Tutup telinga dengan segala omongan. Ikuti kata hatimu walau banyak yang menentang" ucap Rafael.

"Karena bahagia adalah hidup kita. Kita yang menentukan bukan orang lain" sahut Dina.

Kata-kata itu terus mereka ucapkan saat mereka bertemu kemudian bergandengan tangan menyusuri jalanan malam. Memanfaatkan waktu jika mereka bersama.

Setahun mereka menjalani hubungan jarak jauh. Suka dan duka adalah penyeimbang kehidupan.

"Kamu pindah kerja dimana, Dina?" tanya Rafael.

"Sekarang aku jadi pemimpin di anak cabang dan ditempatkan di Solo" jawab Dina.

"Kenapa saat aku sudah kembali ke Bandung, sekarang kamu yang ke Solo?" tanya Rafael berpangku tangan di atas meja. Dina terkekeh.

"Jangan manyun, Raf. Kalau gitu ikut aku ke Solo" jawab Dina sambil mengacak rambut Rafael.

"Gak bisa, Dina. Sekarang aku yang menangani perusahaan di Bandung" sahut Rafael menempelkan keningnya ke meja.

"Ya sudah, kita jalani hubungan jarak jauh kembali" sahut Dina terkekeh.

Rafael mengangkat kepalanya dan menarik tangan Dina. Dina pun jatuh dalam pangkuan Rafael.

"Lalu kapan ada Rafael atau Dina junior kalau gitu terus?" bisik Rafael tepat di telinga Dina.

Dina hanya tertawa kecil. Tangannya terangkat dan menarik pipi Rafael. Ada kilau di jemari Dina, kilau berlian yang melingkar di jari manis Dina.




END

KUMPULAN ONESHOOT [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang