Lily - by galaxywrites

248 15 2
                                    


Dia suka bernyanyi, aku suka menulis. Dia suka tempat yang ramai, aku suka tempat yang hening. Dia suka membaca majalah, aku suka membaca novel. Dia suka jalan-jalan, aku suka diam di rumah. Dia suka menebar senyum ke setiap orang, aku suka menghindar jika melihat orang.

Dia adalah dia. Aku adalah aku. Dia dan aku berbeda. Tetapi kami tetap memiliki kesamaan.

Kami sama-sama anak perempuan yang lahir dari rahim Ibu yang sama. Kami memiliki bentuk fisik yang hampir sama. Kami tumbuh bersama-sama selama enam belas tahun hidup kami.

Dan satu lagi kesamaan kami yang terdengar cukup ironis;

Kami mencintai orang yang sama.

----

"Gue diterima di cheerleader," kata Lila bersemangat. Aku menatapnya heran. Kurasa, dia tidak perlu menampilkan ekpresi kelewat gembira seperti itu karena faktanya bisa ikut cheerleader bukanlah hal yang terlalu sulit baginya karena dia memiliki tubuh yang sempurna.

"Seneng banget gue, Ly, tau nggak apa itu yang bikin gue seneng?"

"Apa?" Tanyaku masih sambil melirik layar laptopku yang sedang menyala, menampilkan makalah Biologi yang masih setengah jadi.

"Itu tandanya gue ikut tim basket sekolah tanding dimanapun!" ucapnya nyaris berteriak heboh.

Aku memutar "Apa bagian yang bikin lo seneng dari ikut-tim-basket-tanding-dimanapun?" Tanyaku penasaran.

"Lily Cresa Andara, masa lo nggak ngerti sih? Gue kira IQ lo itu lebih tinggi dari gue. Masa sih lo nggak bisa nangkep omongan gue?"

"Lila Violeta Andara, yang gue tangkep dari omongan lo itu, bahwa lo seneng karena bisa ikut tim basket main dimanapun. Dan gue bukan peramal untuk tahu alasan kenapa lo bisa seneng karena hal itu." Balasku.

Dia memberikan cengiran andalannya, "Gue seneng karena berarti gue bisa ketemu sama dia."

"Dia siapa?"

"Garda."

Aku mengernyit. "Garda?"

"Iya, Garda. Anak baru yang masuk basket itu loh, yang ganteng, tinggi, keren. Tau nggak lo, Ly?"

"Nggak,"

"Makanya, kalau istirahat jangan demen dalem kelas atau mojok ke perpustakaan, sekali-kali kek ke lapangan, liat anak cowok olahraga, lo butuh segerin mata lo sekali-kali,"

"Gue males,"

"Yah, jangan gitu dong, Ly. Lo tuh harusnya bergaul, kayak gue nih. Jangan ansos, biar sepinter apapun otak lo, kalo nggak punya temen ya percuma. Kesuksesan itukan nggak cuma lewat prestasi, tapi juga koneksi."

"Dapet kata-kata mutiara dari mana tuh?"

"Nggak tau, gue pernah denger aja dari orang." Lila lalu terkekeh. Dasar!

"Gue mau makan nih, lo mau makan juga nggak?"

"Nggak, gue lagi ngerjain tugas Biologi."

"Yaudah, gue keluar dulu," Lila pun berbalik badan dan berjalan meninggalkan kamarku.

Aku menghembuskan nafas keras. Sebenarnya, perkataan Lila tadi masih berbekas di otakku.

Aku tahu bahwa aku dan Lila adalah dua saudara kembar identik dengan kepribadian yang sangat berbeda. Lila gadis yang ceria, humble, dan gaul, sedangkan aku pendiam, lebih suka sendiri dan awkward.

Pernah terpikir olehku untuk berubah menjadi pribadi yang terbuka, tetapi tetap gagal total. Rasanya sangat susah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Contohnya di sekolah, kami sudah menginjak kelas sebelas SMA, Lila telah memiliki banyak teman dan kenalan, bahkan anak-anak IPA yang notabenenya tidak sejurusan dengannya mengenal dia. Bukan hanya itu, adik kelas dan seniorpun juga banyak yang mengenal dia. Sangat berbeda denganku.

Tawa Tangis KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang