The choice - by wasiska

591 43 1
                                    

the choice

Apakah pernah kalian dijauhi teman-teman kalian, hanya karna kalian berubah menjadi lebih baik? Apakah pernah kalian direndahkan oleh teman-teman kalian, hanya karna kalian bukan gadis yang berpendidikan tinggi? Apakah orang-orang seperti itu pantas disebut teman?

Aku punya teman-teman yang seperti itu. Mereka menjauhi hanya karna aku merubah sifatku. Ya, aku dulu bukanlah gadis yang baik. Aku adalah seorang gadis pembangkang, malas, dan egois. Aku tidak pernah memikirkan kedua orangtuaku. Yang aku pikirkan, hanya diriku sendiri. Sampai sebuah penyesalan datang menghampiriku.

###

Aku terkejut, saat melihat mobil Mesya sudah ada di depan rumahku. ia keluar dari mobilnya saat aku membuka pintu. Lalu berjalan memasuki pekarangan rumahku.

"Hei Mey, tumben ke sini?"tanyaku saat ia sudah berada di depanku. "Masuk yuk,"lanjutku mengajaknya untuk masuk ke dalam.

"Emang gak boleh ya aku main-main ke sini."jawabnya ketus sambil berjalan mengikutiku.

Aku meringis mendengar jawabannya. "Sorry, habisnya aku heran tumben-tumbenan aja kamu mau main ke sini."

"Aku ke sini, mau ngajakin kamu keluar. Aku harap, kamu gak nolak lagi. Aku udah relain jemput kamu lho,"ujarnya sambil mendudukkan dirinya dikursi.

Aku ikut duduk di sebelahnya. "Emangnya mau kemana?"tanyaku penasaran.

"Tempat biasa, Club."bisiknya di telingaku. "Mau gak?"lanjutnya.

Aku bingung, harus menerima ajakkannya atau tidak. Disisi lain, aku rindu dengan teman-temanku yang sudah lama tidak aku jumpai. Tapi, hati kecilku selalu mengingatkan agar aku tidak kembali terjerumus ke lubang yang sama.

"Ayo dong Rin, anak-anak udah pada kangen sama kamu."desaknya membuyarkan lamunanku.

Sebelum menjawab, aku menghembuskan nafasku. Aku tau ini adalah keputusan yang terbaik, "Maaf May, bukannya aku gak mau nerima ajakkanmu. Tapi..."aku memutuskan ucapanku, karna belum tau harus memberi alasan apa.

Mesya menaikkan sebelah alisnya, masih menunggu kelanjutan ucapanku. Dan sebuah alasan yang tepat pun muncul dikepalaku. "Aku harus kerja besok pagi, jadi aku gak bisa ikut. Maaf ya Mey,"

"Rin, kamu yakin gak mau ikut kita-kita ke Club?"tanya Mesya sekali lagi.

Aku mengganggukkan kepalaku mantap. Yakin dengan jawaban yang aku berikan.

"Kamu gak asik ah Rin."ucap Mesya datar, lalu ia beranjak dari kursinya, berjalan keluar tanpa pamit denganku.

"Mey, aku mohon jangan marah. Aku janji, lain kali aku akan luangkan waktu untuk bersantai dengan kalian."mohonku yang tidak digubris olehnya.

Mesya tetap saja melebarkan langkahnya, keluar dari rumahku. Aku menatap punggung Mesya yang mulai menjauh. Sebenarnya aku ingin ikut dengannya, tapi kembali hati kecilku mengingatkan agar aku tidak lagi ikut-ikutan. Setelah Mesya benar-benar menghilang dari pandanganku, aku pun masuk ke dalam rumah.

"Kamu di ajakin lagi kak, keluar malam sama temanmu?"suara mama menyambutku saat aku melewati ruang tengah.

"Ih mama, ngagetin aja. Kakak gak ikutan mereka lagi kok ma,"ucapku meyakinkan mama.

"Iya, mama percaya sama kamu. Baguslah, kalau kamu udah tau yang mana yang benar, dan yang mana yang gak benar."ujar mama sambil tersenyum.

Aku berjalan mendekati mama, lalu menghambur kepelukannya. "Terimakasih ma, karna udah mau kasi kakak kesempatan. Dan juga udah mau percaya sama kakak, kakak sayang mama."

Tawa Tangis KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang