Sudah lama aku bekerja di sebuah bank swasta di Jalan Riau. Bank tersebut menempati rumah zaman kolonial Belanda. Sebenarnya, selama aku bekerja di sini banyak selentingan mengenai tempat kerjaku yang menyeramkan.
Tapi jujur, aku belum pernah mengalami kejadian-kejadian yang aneh itu. Mungkin karena aku jarang lembur. Sekali lembur pun pasti dengan banyak teman kantor, dan maksimal hanya sampai pukul 10 malam. Tidak pernah sampai lewat tengah malam. Aku berharap tidak pernah mengalami hal-hal yang berhubungan dengan hantu.
Hari itu berbeda dari biasanya, banyak sekali transaksi yang terjadi. Mulai dari setor hingga tarik tunai. Aku dan teman-teman yang bertugas merasa kelabakan menganganinya. Namun sial, sore itu sistem jaringan komputer kantor mengalami gangguan dan baru bisa diperbaiki keesokan harinya. Alhasil, semua pekerjaan kami lakukan manual.
Bank tutup lebih awal. Kami menunggu keputusan dari supervisor yang sedang meeting dadakan dengan beberapa staf. Rapat pukul 6 sore itu memutuskan, demi kelancaran transaksi dan kenyamanan nasabah, pembukuan harus diselesaikan malam itu juga.
Supervisor menunjuk bebera staf yang akan lembur untuk menyelesaikan pembukuan. Ada tiga orang termasuk aku.
Ini kali pertama aku lembur hanya bertiga saja. Biasanya dengan banyak teman, tapi ya sudahlah, atasan sudah menugaskan begitu.
Kami mulai membagi tumpukan uang yang ada di meja teller itu menjadi tiga. Karena aku lebih senior,aku mengambil tumpukkan yang lebih banyak. Gengsi dong senior kerjaannya paling dikit.
Selepas maghrib kami mulai menghitung uang dan memasukkan datanya ke sebuah buku. Waktu berlalu beberapa jam dan tumpukan itu pun lama-kelamaan menurun.
Pukul 11 malam dua bawahanku berpamitan karena pekerjaan mereka sudah selesai. "Mbak Lita kami pamit yah, kebetulan kami sudah selesai. Mbak nggak apa-apa kan sendiri? Soalnya, kami besok pagi harus menghadap Pak Manager jadi takut terlambat." Aku mengizinkan mereka pulang lebih dulu.
Bank sudah sangat sepi hanya terdengar sayup-sayup bunyi AC, yang membuat ruangan itu semakin dingin.
Dingin sekali
Aku bergegas membereskan pekerjaanku. Uang yang masih berceceran di meja, aku hitung satu per satu dan menyusunnya. Lalu... tiba-tiba.. uang yang sudah tersusun rapi berantakan tertiup angin. Aku mengernyitkan dahi. Kok bisa berantakan tertiup angin? Padahal anggak ada angin, apa tadi kesenggol yah?
Aku bangun dari kursi, lalu membereskan uang yang tercecer di lantai dan... ASTAGAAAA!!!!! Seperti ada yang menyentil daun telingaku. Aku menengok kebelakang tapi tidak ada siapa-siapa.
Ketakutan menyergapku. Tapi..., aku menolak menyerah dengan rasa takut karena pekerjaanku belum beres, sementara besok pagi laporan ini sudah harus kuserahkan kepada kepala bagian keuangan.
Aku berdiri menghampiri telepon di meja supervisor. Lebih baik aku telpon satpam di pos deh, buat nemenin.
"Halo.... Pak. H-halo Pak Dadang."
Tidak ada suara jawaban. Kemudian yang terdengar dari ganggang telepon malah sayup-sayup suara tangis perempuan. Astaga..., suara perempuan itu lama-kelamaan terdengar jelas.
Bulu kudukku seketika berdiri, langsung kuletakkan telepon yang ku pegang. Panik, tapi bingung apa yang harus aku lakukan. Bagaimana ini... mana pekerjaanku belum selesai.
Aku berlari ke arah pintu keluar, berniat ke pos satpam. Namun, ketika aku sampai di depan pintu kaca itu... TIDAAAAK... pintunya terkunci....
Aku berusaha berteriak sekuat tenaga agar satpam yang duduk membelakangiku mendengar. Ya Tuhan, pintu kaca ini juga kedap suara. Sia-sia saja aku berteriak, mereka sama sekali tidak mendengarku. Aku terkunci di dalam, ditemani kepanikan dan ketakutan yang semakin memuncak.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara tawa yang sangat menyeramkan. Suara cecikikan seorag perempuan. Aku tahu ini makhluk apa, itu semakin membuatku takut.
Aku memejamkan mata, tidak ingin melihat, tapi rasa penasaran mendorongku untuk mengarahkan pandangan.
Perasaanku campur aduk, keringat dingin mengucur. Kususuri deretan kursi tunggu bank dari ekor mataku, dan pada satu sisi pandanganku menemukan, Ya Tuhan... tepat di sampingku duduk sesosok perempuan yang sering dibicarakan teman-teman. Sosok wanita menyeramkan bergaun putih dengan rambur acak-acakan.
Wanita itu tampak duduk di deretan kursi tengah, sambil menggoyangkan kakinya yang tidak menyentuh tanah itu. Mukanya tidak terlihat karena tertutupi rambutnya yang panjang. Dia terus menggoyangkan kakinya sambil tertawa cekikikan.
Aku semakin ketakutan, pintu kaca itu aku gedor-gedor, namun satpam di luar tetap bergeming. Aku menoleh ke arah kursi itu lagi, namun wanita itu sudah tidak ada, menghilang. Padahal baru beberapa detik yang lalu cekikikannya masih terdengar.
Aku segera memasukkan uang ke dalam brankas. Besok saja aku datang lebih awal dan membereskan sisanya. Aku menyambar tas, dan kemuadian berlari ku arah pintu belakang.
Pintu belakang pasti tidak tertutup. Tapi, berarti harus lewat ruang staf yang sudah gelap.... Tidak, aku harus berani!
Dengan mengendap-endap aku berjalan dalam gelap sambil terus mengumpulkan keberanian. BRAKKK! Tiba-tiba aku merasakan badanku menabrak seseorang. Aku mendongakkan kepala dan yang aku lihat ituuu.... itu adalah... itu adalah... adalah satpam! Itu Pak Dadang!
Aku memeluk Pak Dadang dan berkata dengan terbata-bata.
"P-p-pa... paaak... ta-tadi... saya... li-liat kuntilanak di dalam. To-tolonggg... saya Pak."
Pak Dadang hanya terdiam melihatku yang panik. Lalu, dengan wajahnya yang tertunduk dia membuka topinya....
"Kaya gini Neng mukanya...?"
AAAAAAAAAAAA!!! Wajah Pak Dadang berubah menjadi sosok perempuan yang aku takuti. Wajahnya sangat menyeramkan dengan mata merah, gigi bertaring, serta lidah terjulur.Aku berusaha lari dari situasi itu. Dukkk! Kakiku tersangkut, aku pun jatuh tersungkur. Tak ada yang bisa kulakukan, perempuan itu melayang menghampiriku. Badanku lemas, rasa takut itu berubah menjadi tangisan. Pandanganku memggelap dan... kesadaranku hilang.
"Lita... Lita..." Aku mendengar namaku disebut. Mataku terbuka perlahan. Aku berada di pos satpam bersama dua orang satpam.
"Apa yang terjadi?" Pak Dadang bertanya. Aku menjelaskan semuanya. Lalu setelah tenang, dia mengantarku pulangKeesokan paginya berita tentang yang ku alami sudah tersebar ke semua orang di kantor. Teman-temanku berbondong-bondong memberikan pertanyaan. Dan diantara cerita hantu pagi itu, terselip sebuah fakta yang mengejutkan. Ternyata hantu perempuan itu adalah karyawan bank yang mati bunuh diri di ruang brankas karna hamil di luar nikah.
Aku pun tahu bukan hanya aku yang dihantui. Hampir semua karyawan pernah, termasuk beberapa anak baru yang sering lembur.
Sampai beberapa bulan setelah kejadian itu pun, hantu perempuan itu masih ada. Dia duduk di tempat yang sama, tetap meggoyangkan kaki dan tertawa cekikikan.
Namun aku tidak takut lagi. Dia sudah menjadi sahabatku di kala lembur. Asal, dia tidak memperlihatkan mukanya.
____________________________________
Makasih buat yang udah baca, semoga suka sama ceritanya.
Tolong kasih saran dan kritik lewat komen ya guys dan jangan lupa juga kasih votenya biar ada motovasi buat ngeposting cerita baru lagi
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare Side III
HorrorYang tidak terlihat bukan berarti tidak ada, dan yang terlihat belum tentu benar ada. Kita hanya bisa melihat sebagai firasat. Sekelebat bayangan tanpa tubuh, bulu kuduk yang berdiri tanpa sebab, atau suara halus yang terdengar entah dari mana. Itu...