1

253 16 0
                                    

Happy Reading!

Ruangan 5x5 meter bernuansa biru yang dipenuhi rak buku dan meja belajar yang terletak di pojok ruangan. Tampak seorang gadis remaja yang tengah membaca buku dengan kacamata minus yang bertengger manis di batang hidungnya.

Semenjak pulang sekolah, ia tak pernah lepas dari bukunya, baginya hanya buku yang mewarnai hidupnya. Tak ada yang kalah menyenangkan dibandingkan menghabiskan waktu di ruang belajarnya.

Tak lama kemudian, nampak seorang wanita paruh baya yang memasuki ruangan dengan nampan berisi makanan.

"non Dira makan dulu atuh, entar non sakit" ucap Bi Idah.

Sakin seriusnya, bahkan keberadaan Bi Idah pun tak dihiraukannya. Hingga Bi Idah menepuk pundaknya dan membuat konsentrasi gadis itu pecah.

"Simpan aja disana" ucapnya singkat tanpa menengadahkan pandangannya dari buku yang ia baca.

"Baiklah non tapi jangan lupa dimakan atuh" ucap Bi Idah lalu berlalu dari ruangan tersebut.

Setelah selesai dengan bacaannya, ia meregangkan otot-otot tubuhnya kemudian berlalu menuju kamarnya tanpa menyentuh makanan yang dibawa Bi Idah tadi. Ruang belajar dan kamarnya hanya dipisahkan oleh tembok dan sengaja dirancang oleh ayahnya setelah Adira kembali ke rumahnya.

***
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi, anak serajin Adira sudah bangun setengah jam yang lalu. Kini ia dengan santainya mengerjakan beberapa tugas yang akan dikumpul minggu depan.

Setelah selesai mengerjakan tugasnya, ia beranjak menuju kamar mandi dan mempersiapkan diri ke sekolah. Setelah itu, ia turun ke bawah. Tampak ayah Adira yang sedang membaca koran di depan meja makan sambil menunggu dirinya. Ia tersenyum melihat ayahnya, senyum yang teramat kaku dari wajahnya yang selalu menampakkan ekspresi datar.

Baru saja ia ingin duduk di sebelah ayahnya, tiba-tiba Reyna datang dan duduk duluan di tempat itu. Akhirnya Adira mengalah dan memilih duduk di hadapan ayahnya.

Hening, itulah yang terjadi diantara mereka bertiga. Masing-masing memilih menghabiskan makanan tanpa adanya percakapan. Hingga Reyna angkat bicara dan membuka percakapan.

"Pa anterin Reyna dong ke sekolah" ucapnya dengan menunjukkan puppy eyes.

"Tidak bisa Rey, papa ada meeting di kantor dan nggak boleh telat" ucap ayahnya.

"Ya udah Rey duluan naik taksi, males bareng si kutu buku" ucapnya sambil melirik Adira sekilas.

"Jangan ngomong sembarangan Reyna! Adira itukan kakak kamu juga" ucap Ferdinan ayahnya dengan
penuh penekanan.

"Hah kakak? Kakak dari Hongkong? Kami itukan beda ibu jadi gak bisa dong dia itu jadi kakakku" cibir Reyna.

Emosi Ferdinan mulai naik memuncak sampai ke ubun-ubun hingga Adira angkat bicara dan mulai menenangkannya.

"Udah pa, gak papa kok" ucapnya singkat tapi dapat meredahkan emosi ayahnya.

"Tapi.. kamu.." baru saja ayahnya ingin menyelesaikan pembicaraannya, Adira langsung beranjak dari duduknya kemudian berangkat ke sekolah tanpa melirik ke arah ayahnya.

Sesampainya di sekolah, ia berjalan menuju kelas. Kelas sudah dipenuhi oleh murid-murid yang terbilang rajin tapi tak ada satupun yang mampu berbaur dengan Adira. Tepatnya Adira tak memiliki satu teman pun. Jika ada yang mencoba berteman dengannya, Adira hanya menaggapinya dengan sikap dingin yang dimilikinya. Baginya memiliki teman hanya mengganggu dan membuang waktu saja.

Baru saja Adira duduk di tempatnya tiba-tiba seorang laki-laki yang tak lain adalah teman sebangkunya datang dan duduk di sampingnya. Oh ya di kelas ini jumlah perempuan dan laki-laki ganjil jadi otomatis ada perempuan dan laki-laki yang sebangku. Meskipun sedikit menolak akhirnya Adira setuju untuk duduk sebangku dengannya pada waktu itu.

"Dira pinjam buku tugas lo dong" ucap Brian laki-laki itu menyeringai manis di samping Adira.

Tanpa pikir panjang Adira menyerahkan buku tugasnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia tak suka memusingkan hal-hal yang tak menguntungkan baginya.

Setelah beberapa saat, bel masuk berbunyi. Ibu Ira yang termasuk guru killer mulai memasuki ruang kelas. Keadaan di kelas hening seketika. Hanya ada deret langkah kaki ibu Ira yang terdengar.

"Selamat pagi anak-anak" sapa bu Ira.
"Pagi bu" ucap murid di kelas serentak.

"Buka buku fisika halaman 17 dan kerjakan sampai nomor terakhir, sekarang!" ucapnya dengan penegasan.

"Tapi kan bu, materinya belum dibahas" protes Anni salah satu siswa di kelas itu.

"Kerjakan saja, ibu tidak mau dengar protes dari kalian semua" ucap bu Ira sambil memasangkan headset di telinganya.

"huuhhhhh" semua murid mendesah di kelas itu.

"kalo gak niat ngajar, jadi IRT aja sana" dengus Brian di sebelah Adira.

Adira hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah teman sebangkunya. Sedari tadi ia tak pernah mengeluarkan sepatah katapun.

"Dir.. ajarin gue dongg" ucap Brian sambil menunjukkan puppy eyesnya di samping Adira.

"Bentar" jawab Adira singkat.

"Nah, tuh kan bicara juga" ucap Brian dengan senyum jahilnya.

Ia sangat suka menggoda Adira untuk berbicara meskipun hanya mengeluarkan perkataan yang sangat singkat. Adira hanya terdiam dan mulai mengerjakan tugasnya tanpa menanggapi perkataan Brian.

Tak terasa waktu berlalu sangat cepat dan bel istirahat sudah berbunyi. Murid lain mulai bergegas ke kantin untuk mengisi perut, sementara Adira merapikan buku dan peralatan sekolahnya. Kini ia beranjak dari tempatnya menuju taman belakang sekolah ditemani dengan novel dan headsetnya.

Taman di belakang sekolah begitu sepi sangat cocok ditempati bersantai. Ia memulai memasang headset di telinganya dan membaca novel favoritnya. Baru lima menit ia berada disana dan tiba-tiba seseorang datang membuka headset di telinganya hingga membuat Adira terkejut. Baru kali ini ada yang mengganggu ketenangannya.

"Apa bener ini Adira?" ucap Dian memastikan.

"Ya" jawabnya singkat.

"Lo dipanggil ke ruang guru, katanya ada yang ingin bertemu dengan lo" ucap Dian.

"Siapa?" tanyanya singkat.

"Mana gue tau, lo pergi aja sana liat" ucap Dian kemudian berlalu meninggalkan Adira.

Sebenarnya Adira sangat malas untuk pergi, tapi apa boleh buat ia juga penasaran dengan orang yang mencarinya. Selama ini tidak ada yang mempedulikan dirinya, ayahnya sekalipun tak pernah ke sekolahnya.

Setibanya di ruang guru, ia melihat seorang lelaki yang berbicara di depan ibu Ani gurunya. Ia mengetuk pintu dan masuk ke ruangan tersebut. Baru saja lelaki itu berbalik melihat kedatangan Adira, ia langsung berdiri dan memeluknya. Adira pun berhambur ke pelukannya. Perasaan rindu yang selama ini tertahan ia luapkan begitu saja. Air matanya pun mulai berderai membentuk aliran sungai.

Tbc.
Akhirnya setelah sekian lama Author kembali dan update revisi dari novel ini. Maaf yahh agak kelamaan ngilangnya. Wkwk

Jangan lupa vote and comment!

COLD (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang