Davian
"Ada yang salah dengan jawabanku?" tanyaku heran.
"Aku tidak paham." Gadis itu menempelkan jari-jarinya di bawah dagu. Masih dengan kening berkerut tentunya.
"Tentang apa?"
"Cara vampir."
"Kurasa seharusnya kau tahu, bukannya kau seorang vampire hunter? Vampir hanya bisa disembuhkan dengan metode para vampir."
"Hah?"
"Penjelasanku kurang jelas? Temanmu ini vampir, untuk bisa pulih dia harus disembuhkan dengan mantra dan kekuatan para vampir medis. Tentu saja aku, sang vampir terkuat, menguasainya," ucapku membanggakan diri, "dan kau tahu sendiri pemulihan fisik para vampir sangatlah cepat."
"Andrew? Vampir?"
"Yap."
Wajah gadis bernama Rose itu terlihat semakin konyol.
"Kau salah, Andrew seorang manusia. Dia bukan vampir."
"Sayang sekali, tapi temanmu itu vampir. Mmm... mungkin lebih tepatnya Dhampir."
Alisnya menyatu dengan sempurna--meski masih ada beberapa kerutan di antara mereka, namun anggap saja tidak ada. Pandangannya mengarah ke atas, sedikit berputar-putar. Seakan sedang mencari-cari sesuatu dalam otaknya yang entah mengapa tidak berfungsi dengan baik.
"Dhampir?" ulangnya tak mengerti setelah jeda mungkin enam puluh detik lamanya. Ternyata ia tidak menemukan apa yang dicarinya.
"Dhampir; Half-blood. Setengah vampir dan setengah manusia. Spesies yang sangat langka dan darah vampir lelaki ini lebih dominan. What a blessing."
Rose hanya melongo mendengar jawabanku. Gadis itu terlihat sangat bodoh. Hm, atau memang dia hanyalah seorang gadis bodoh? Oh, poor you, Peter.
"Yak, selesai," ucapku sembari mengusap peluh yang berkumpul di kening. Pekerjaan menyembuhkan memang menghabiskan banyak energi. Apalagi yang separah ini. Tapi yah, dengan kemampuanku tak ada yang mustahil.
"Ini konyol," kata Rose tiba-tiba. Aku menatapnya begitu kata-kata itu terlontar dari mulutnya.
"Menjadi bulan-bulanan para vampir hingga harus terikat takdir sialan dengan vampir jadi-jadian dan sekarang kau bilang Andrew juga separuh vampir? Dhampir? Aku bahkan tidak pernah mendengarnya! Kekonyolan apa lagi yang mau kau utarakan padaku? Aku bisa gila!" cerocos Rose tanpa henti. Air mukanya putus asa, sungguh menggairahkan.
Aku tertawa pelan--seperti putri-putri kerajaan yang jika tertawa harus menutup mulut, namun bedanya aku tidak menutup mulutku dan nada tertawaku jauh lebih merendahkan dibandingkan putri-putri kerajaan itu. Aku pun tersenyum tipis dan berkata, "Kau mau yang lebih gila, little missy? Kau akan menjadi buruan seluruh vampir di dunia."
***
Rose
"Pardon me?" Hanya itu yang bisa kulontarkan untuk menanggapi perkataan Peter--yang bukan Peter. Gila. Dia gila.
"Kau benar-benar gila. Siapa sih kamu sebenarnya?"
Dia hanya tersenyum miring. Membiarkanku hanyut dalam kebingungan. Dasar sialan.
"Tch," decakku sebal.
"Davian. Panggil saja Dave," ucapnya kemudian. Senyum simpul yang ia sematkan di wajahnya membuatku bergidik ngeri. Aku bisa merasakan seluruh rambut di tubuhku berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Red Moon
VampirePernahkah kau mendengar tentang legenda "The Red Moon"? Legenda tentang malam di mana sang rembulan berubah warna menjadi merah. Merah, semerah darah segar yang keluar dari gigitan taring tajam para vampire.