Kencan Buta

213 17 1
                                    

"Bibi sepatu Nara yang item yang dipake pas ke undangan ada dimana?!" Nara berteriak kesekian kalinya pada Bi Dedeh, sekedar bertanya dimana letak beberapa barang yang sedari tadi tak ia temukan. Padahal, ia tahu pasti barang-barang itu berada tepat dikamarnya. Hanya saja saat ini kamarnya sudah seperti toko pakaian yang terkena gempa bumi. Berantakan.

"Ini neng sepat-Yaallah!! Neng Nara ini ada apa meni berantakan pisan" Bi Dedeh. Pembantu Nara satu-satunya yang bertahan sudah hampir 5 tahun-sebelumnya tak ada yang kuat dengan sifat Nara- Bi Dedeh termasuk pembantu paling lama dan paling sabar.

Nara memang bukan anak yang manja atau tidak sopan. Hanya saja sifat teledor dan cueknya itu seringkali membuat masalah pada para pembantunya.

Contoh saja, pada saat berumur 7 tahun, Nara bermain kembang api di ruang tamu rumahnya. Hanya ada dia dan pembantunya saat itu karena tiap menjelang tahun baru, orang tuanya selalu sibuk bekerja ke luar kota. Setelah merasa bosan, ia meninggalkan kembang api yang menyala begitu saja dikursi ruang tamu, alhasil kursi itu perlahan hangus terbakar dan menimbulkan asap yang sangat tebal dirumahnya. Si bibi malang pun kehilangan perkerjannya, ia dipecat oleh orang tua Nara karena teledor. Padahal Nara sendiri yang meminta bibi itu untuk membuatkan spaghetti untuknya.

Lalu diumurnya yang ke 11, suatu hari Nara bermain petak umpat dengan pembantunya kala itu. Agar tak ketahuan, Nara sengaja bersembunyi di gudang paling atas rumahnya. Ia bersembunyi disana selama 3 hari lamanya, dan hanya akan turun saat ia lapar atau ingin buang air. Itupun dengan cara yang sangat sembunyi sembunyi hingga tak ada seorang pun yang tahu. Ketika akhirnya ia turun, pembantunya sudah tidak ada, dipecat, karena diduga telah menghilangkan anak orang lain. Orang tua Nara merasa bersalah telah menuduhnya lalu meminta pembantunya kembali, sayang, bibinya kala itu sudah sakit hati dan tak sudi lagi kembali.

Ahh jika mengingat hal itu, Nara mendadak sayang sekali kepada Bi Dedeh. Tak mau lagi hal-hal sebelumnya terjadi.

Nara tersenyum lega saat Bi Dedeh datang membawa sepatunya.

"Bi makasih ya, Nara mau pergi. Kamar gausah diberesin nanti aja aku yang beresin." Ucapnya sambil memakai sepatunya lalu berkaca selama beberapa detik untuk memperbaiki penampilannya.

Dress simple berwarna ungu dengan panjang selutut, rambut yang sengaja ia curly, lalu tas dan sepatu hitamnya yang menambah kesan elegan.

"Beresss. Bye bye bibi cantik." Rayunya sambil berlari keluar kamar dan menuruni anak tangga sebelum pergi ke garasi untuk menggunakan mobilnya pergi.

"Ah diberesin sendiri naon. Angger weh ku bibi gera" Keluh si bibi sambil perlahan membereskan kapal kecah milik Nara saat gadis sudah tak ada lagi dipandangannya.

(Ah dibereskan sendiri apanya. Tetap saja bibi yang membereskan)

***

Nara: Gue deg-degan kok ya.

Sebelum memasuki ke sebuah cafe-tempat tujuannya- Nara menyempatkan diri memberi pesan kepada Pue. Sayangnya, entah apa yang dilakukan Pue disebrang sana, karena pesan Line dari Nara tak kunjung dibalas.

"Bales Pue bales gue sakit perut nih sekarang." Keluhnya tak karuan. Sudah hampir 10 menit ia diam didalam mobilnya tak tahu harus kemana dan berbuat apa.

Ini adalah kencan buta pertamanya.

Ia mengehela nafas berat sambil sesekali berkaca merapihkan make up nya yang sudah mulai pudar karena keringat.

'LINE'

Tiba-tiba saja handphonenya berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Dengan cepat Nara mengambilnya dan tertera nama Pue disana.

Pue: Parah lo!! Dia udah nunggu 20 menit! Masuk ga lo sekarang jangan malu-maluin gue.

"Ah" Nara berdecak pelan. Jika Pue sudah seperti ini mau tak mau ia harus masuk. Jika tidak, Pue akan marah besar karena tidak akan dipercaya orang lain lagi sebagai mak comblang dan pasti ia akan memusuhi dirinya.

Dengan perlahan ia membuka pintu mobil dan berjalan masuk ke dalam cafe bergaya elegan dihadapannya. Nara melihat ke sekeliling ruangan mencari lelaki yang merupakan kencan butanya saat ini.

Kata Pue, cowo itu tinggi, tampan, mancung, dan berotot. Ia tidak memberi tahu lagi ciri-ciri yang lainnya karena Pue juga mengaku baru bertemu pria itu satu kali.

Dasar.

Tidak ada satu orang pun yang cocok dengan ciri-cirinya. Ia tahu betul orang itu tidak ada disini karena cafe ini sepi. Dan tak ada satu orang lelaki yang duduk sendiri seperti menunggu orang lain.

Ia membalikan badannya bertekad untuk kembali pulang. Jika sudah seperti ini, Nara tinggal mengatakan pada Pue bahwa orang itu sudah pergi karena kesal menunggu Nara yang terlalu lama berdiam diri.

Tak sampai lima langkah, seseorang mendadak menahan tangannya.

"Nara."

Ia sungguh merasa dejavu.

Tidak mungkin. Ia tahu betul pemilik dari suara dan tangan itu. Seseorang dari masa lalunya yang dengan sekuat tenaga ingin ia lupakan.

Bisa kalian tebak siapa orang itu, bukan?

Dengan sangat perlahan ia membalikan badan. Keringat dinginnya bercucuran kembali dari tubuhnya. Ia sungguh merasa lemas tak berdaya jika memikirkan siapa orang tersebut.

Nafasnya tercekat ketika ia bisa melihat jelas siapa lelaki yang berada dihadapannya saat ini. Lelaki dengan perawakan tinggi, tampan, mancung, dan berotot. Tidak! tidak mungkin dia adalah pasangan kencan butanya.

"Dhika..."

***

Dean (EDITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang