Flashback beberapa hari sesudah kematian Cheryl, ketika Sherryl mengalami kecelakaan...
***"Mama tidak butuh yang lain!! Mama hanya ingin Cheryl kembali!!!"
Wanita itu meraung sepanjang hari, menangkup wajahnya yang berlinangan air mata dengan kedua tangan. Sherryl hanya bisa menangis dalam hati melihat tingkah ibunya.
"Ma... Cheryl udah pergi, Ma... dia udah tenang di sana..."
"Kamu siapa?!"
Wanita itu berdiri, mencengkeram lengan Sherryl, menyeretnya keluar rumah. Sherryl memberontak, namun ibunya bergerak lebih cepat. Saat sampai di luar rumah, Mama menyeretnya ke jalanan
"Ma! Ini aku Sherryl, anakmu!"
"Putriku hanya satu, Cheryl! Kamu bukan dia, enyahlah!!"
Wanita itu mendorong Sherryl ke tengah jalanan dan tiba-tiba sebuah mobil melintas. Gadis malang itu tak dapat menghindar, ia terlempar beberapa meter dari tempatnya jatuh. Kesadarannya hilang timbul bersama perasaan kebas pada kedua kakinya. Darah ada dimana -mana dan dia hanya mendengar teriakan ibunya.
"Cheryl! Cheryl!"
Sherryl menyayangi Cheryl, sangat. Tapi dia juga benci nama yang membuatnya seakan tak ada di dunia ini.
***
Sherryl terbangun dengan peluh mengalir deras dari pelipisnya. Mimpi yang sama telah dialaminya berbulan -bulan, sejak kematian Cheryl. Hidupnya tak tenang dan dia merasa tak hidup.
Cheryl... Apakah ini pembalasanmu karena aku tak bisa menyelamatkanmu?
Kau memberiku penderitaan yang mungkin harus kutanggung seumur hidup sebagai ganti dari kematianmu?
Sherryl membatin lalu menghela nafas. Perbuatan ibunya itu hanya membuatnya patah kaki dan nyatanya dialah yang membuat dirinya semakin menderita.
Stress berat.... tak hanya karena kematian Cheryl, tapi juga sikap ibunya.
Dia pernah hampir melompat dari atap rumah sakit secara nekat dan tak sadar. Sampai seorang perawat yang kebetulan di sana memergokinya. Kalau tidak mungkin dia sudah menyusul Cheryl ke atas sana. Dia juga pernah mengayuh kursi rodanya secepat mungkin ke arah kolam di taman. Ia hampir tenggelam dan ditambah melukai kepala dan lengannya.
Percobaan bunuh diri yang menyedihkan. Bahkan para psikiater tak bisa berkutik. Dulu, setiap hari mereka membuatnya tidur dengan obat penenang supaya tak berulah di rumah sakit. Hanya belakangan ini Sherryl merasa agak waras dan dia sudah tak begitu dikekang.
"Aku mau jalan -jalan."
Setelah menulis pesan untuk ibunya yang akan datang sore nanti, Sherryl merayap menuruni tempat tidurnya. Beberapa kali kakinya ngilu karena terantuk pinggiran tempat tidur, tapi dia tak begitu peduli. Rasa sakit sudah menjadi temannya sedari dulu.
Sherryl sengaja mengambil jalan memutar untuk melihat Lunara. Saat itu dilihatnya gadis itu sedang menangis. Kedua orangtuanya ada di sana. Sepertinya mereka memberitahu gadis malang itu tentang Devon.
Sherryl pergi menjauh, lalu menuruni lift menuju lobi, di pojokan yang sepi.
Di sana dia mengeluarkan buku gambarnya. Semua orang tak ada yang tahu hobinyaini. Mereka terlalu memperhatikan Cheryl. Bahkan papa yang bercerai, pergi tanpa membawanya. Mama memohon membiarkanku tinggal bersamanya tapi nyatanya. AKu tetap begini menderita...
Tiba -tiba, sebuah ambulans mendekat. Seorang lelaki turun sambil menggendong anak perempuannya yang pingsan. Pupil mata Sherryl melebar. Dia mengejar sosok itu dengan kursi rodanya.
"Papa!"
Brgitu sampai di depan ruang UGD, Sherry memanggil pria itu. Papa, sosok yang disayanginya. Bahkan Mama tidak memberitahu pria itu tentang kematian cheryl.
"SIapa kau?"
Pria itu memandang Sherryl dengan alis berkerut. Dia memasang tampang frustasi. Sherryl melangkah mundur, lalu berbalik.
"Apa kau Sherryl?"
"Bukan... maaf, aku salah orang."
"Sherryl, dimana Cheryl?"
Sherryl mulai terisak. Dia menutupi wajahnya. Hingga akhirnya serangan itu kambuh. Tubuhnya kejang -kejang, membuat para perawat panik.
"Sherry!"
Dia hanya bisa mendengar suara Papa memanggilnya , lalu semuanya hitam.
***
"Sudah bangun?"
Ketika terbangun dia mendapati Papa dan Mamanya duduk di samping trmpat tidur.
"Bagaimana dengan putrimu?"
Papa memberi Sherry segelas air. "DIa muridku di SD tempatku mengajar. ORangtuanya sudah datang."
"Bukan putrimu?"
"Tentu bukan, hanya kau... dan Cheryl putriku. Aku menduda selama ini." Bisiknya dengan mata jahil, tatapan yang dirindukan Sherryl.
"Papa...kemana saja kau?"
Papa mengelus kepala Sherryl. "Aku... ibumu memberitahuku tntang kematianmu. Tapi kupikir ibumu salah. AKu sadar begitu melihatmu. MAafkan aku..."
Sherryl mulai menangis. "Papa, aku ingin tinggal bersamamu lagi.."
"Tidak bisa! Cheryl akan tetap bersamaku!" Seru ibu, membentak ayah. Dia mulai mendorong bahu ayah menjauh dariku tapi aku menahan lengan ayah.
"Tenanglah Lidya..." Papa menatapku. "Mungkin ini terakhir kalinya aku dapat menemuimu, Sherryl. Mulai minggu depan, aku akan pindah ke London untuk melanjutkan studiku. Menjadi guru terbaik adalah prioritasku dan... aku tak bisa membawamu untuk menelantarkanmu."
"Pa..pa...."
"AKu akan sering memberi kabar. AKu menyimpan nomorku di handphonemu. Maaf aku harus segera pergi. Sampai jumpa lagi."
Sherry menatap punggung sang ayah menjauh dan menjauh hingga menghilang di balik pintu. Air matanya sudah mengering.
Orang dewasa memang sama saja. Aku takkan percaya pada siapapun, biarpun dia ibuku atau ayahku.
Bahkan aku tak percaya lagi pada diriku sendiri.
***
Surya pov
Sherryl. Dia duduk di sisi jendela kamarnya di lantai 2. Menangis.
Aku menggeleng. Tidak ada urusannya denganku...
Tak seharusnya aku menatapnya iba. Dia.... membenciku, membenci Devon orang yang kusayangi. Dia membuatku membenci diriku sendiri. Betapa aku tak bisa menyelamatkan siapapun.
selama ini aku hanya berada di tengah permainan yang kuciptakan, dimana akulah pahlawannya, semuanya akan baik -baik saja dan tak ada yang terluka.
Nyatanya justru sikapku yang sok ini membuat orang yang terdekat denganku terluka tanpa kusadari.
Aku lemah.
Tak ada apapun yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan bahkan satu orang saja.
Kau benar, Sherryl. Terima kasih membuatku sadar.
Kalau impianku bukanlah realita.
***
YEay!
Satu chapter untuk minggu ini.
Maaf menunggu dan terus dukung mashi ya... kalian boleh komentar atau nanya apapun tentang cerita ini dan Mashi usahakan balas satu-satu. ^^
Daaaaahhh~
Salammanis kecupbasah ketemu lgi di next chapter yakkkk ><
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Wish (Completed)
Novela JuvenilKanker adalah penyakit yang terdengar friendly di telinga semua orang, termasuk Lunara, gadis 16 tahun yang kini duduk di bangku kelas 2 SMA. Saat mendengar diagnosis tersebut, Lunara merasa hidupnya berubah. Semua hal yang semula dianggapnya membos...