Song : One last Time, Widest Dream
-00-
"Reshali, proposal kita untuk festival bulan Juni nanti udah siap, kan?"
Perempuan itu mengangguk. "Tinggal minta tanda tangan Bu Yuna. Nanti lengkapnya gue jelasin di rapat besok!"
Perempuan itu mengangguk mantap. "Sip! Emang ga salah gue milih lo sebagai Ketua OSIS! Semuanya lancar, car, car!" kelakarnya. "Udah ya, gue balik dulu!"
"Daah!"
Seperginya perempuan tadi, Reshali melanjutkan pekerjaannya di meja itu. Bukannya berpusat pada kertas-kertas di hadapannya, Reshali memikirkan masa depannya.
Straight-A sejak dulu sampai sekarang, ahli di akademik maupun non-akademik, punya jiwa kepemimpinan dan jiwa perfeksionis yang tepat waktu. Masa depannya jelas berakhir di UI atau Oxford, atau minimal jadi ibu rumah tangga dengan suami yang sama jeniusnya dan anak-anak cerdas yang cerewet dan membuat orang tercengang.
Bukankah segalanya sempurna buatnya?
"Udah sore. Gue harus pulang," gumamnya pada diri sendiri.
Ia keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju parkiran di mana supirnya telah menanti. Ia selalu disiplin dan makan malam dengan keluarganya pada jam tujuh malam. Tak pernah terlambat, segalanya sempurna.
Sambil berjalan, matanya tertumbuk pada satu bayang-bayang yang selalu ia perhatikan dari jauh.
Siapa sangka seorang Ketua OSIS penuh kesempurnaan dan panutan setiap wanita bisa menyukai anak paling bengal di sekolah?
Mata itu kemudian bergulir menjauh. Hah, ini pasti bukan rasa cinta. Ini hanya perasaan suka, entah pada wajah atau pada kebebasan yang tak ia punya sebanyak aku, batinnya.
Reshali terus berjalan hingga sampai di depan mobilnya sendiri. Ia mencoba membuka pintunya, namun masih terkunci.
"Pak Asep di mana, yah?" gumamnya. "Beli rokok kah? Ih, padahal Papa udah bilang dia buat berenti ngerokok."
Yang tak Reshali duga terjadi. Saat ia berbalik badan, sosok itu ada di depan wajahnya, dengan tangan menghimpit di sisi kiri dan kanan telinganya.
"E-elo?"
Mata itu mendelik jahil dengan senyum miring tersungging di wajahnya. Apakah Reshali telah ketahuan menatapnya? Tapi senakal-nakalnya lelaki ini... apa dia berani melawan kuasa Reshali yang begitu tersohor?
Reshali menelan ludahnya, mencoba menarik keluar wibawanya. "Dhafin. Ada apa? Boleh mundur?"
Ia terkekeh. "Kucing kok belagak macan?" ledeknya sinis. "Gue tau dari mata lo, lo tuh gugup. Santai aja, Ketua OSIS merangkap anak pasangan dokter itu tetap manusia, kok."
Dada Reshali berdesir mendengar kalimat itu. Ia juga manusia, tak harus berkeras hati menjaga perfeksi yang ia punya selama ini. Manusia bisa salah, kata sang lelaki paling hancur di sekolah ini.
"Mau lo apaan, sih? Macem-macem, gue aduin lo!" ancam Reshali.
Tak ada satupun rasa takut di wajah Dhafin. Ia malah terkekeh sinis dan menggeleng-geleng meledek. "Ayo, Ketua OSIS. Lo punya waktu sampe jam 7 malem untuk nemenin gue jalan-jalan!"
Perkataan gila macam apa itu? Sudah 16 tahun Reshali berada di meja makan tepat jam 7 malam. Dan sekarang ia menyuruhnya pulang lewat jam 7 malam?
"Ayo."
Reshali gelagapan menyusuri langkah lelaki berandalan yang kasar itu. Pikirannya berkecambuk sendiri.
"Gi-gimana kalau Leila lihat?!" serunya, menyebut nama perempuan tercantik di sekolah yang jadi perempuan ke-20 di 2 tahun Dhafin di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Song Ficiton : Double Song
KurzgeschichtenLihatlah! Ketika dua lagu dijadikan satu akan menghasilkan sebuah mahakarya yang indah! Dituliskan pada tanggal 9 November 2015