HIDDEN

49 12 9
                                    

Ku harap kau masih setia menunggu. Setidaknya sampai saat itu, saat dimana kau akan ketahui semua yang ingin kau ketahui, dan mulai memahami diriku. Percayalah, aku-pun menunggu hal yang sama.

*****

Gak kerasa ya, selama ada Arthan disini aku jadi jarang liat Raffa main basket. Kalau ada yang bilang aku mulai jatuh cinta sama Arthan dan udah ngelupain Raffa. Itu statement paling salah yang pernah ada.

Itu berawal karena kerjaan Dewi sama Tama yang ku tebak lagi jodoh-jodohin aku sama Arthan. Dan sengaja banget ngebuat aku berduaan terus sama Arthan. Heeh, udah dibilang aku tuh mentok sama Raffa. So, don't disturb my feeling.

Lihat sekarang, aku masih disini, kan? Masih nungguin Raffa dari pinggir lapangan. Mengulang lagi rutinitas-ku yang beberapa hari ini terlewatkan karena ada Arthan.

"Loh, kok tumben Naff disini?" Tanya cowok itu. Yang seperti biasa, langsung mensabotase air mineral yang memang sengaja aku bawa untuknya.

Kangen kamu lah Raff. Apa lagi emang?

"Kok tumben? Biasanya kan emang gua disini, Raff? Lo lupa ya?" Tanyaku seolah-olah tak menyadari hal yang terlewatkan.

"Enggak sih, Naff. Cuma biasanya lo akhir-akhir ini sama Arthan, kan?"
Raffa kok tau ya? Dia merhatiin aku apa? Duuhh, geer banget Naff. Gak mungkin lah!

"Emmm.. enggak juga kok. Cuma sekali-kali aja sama Arthan. Itu juga masih bareng Dewi sama Tama." Kilahku. Tak mengerti arti tatapan Raffa tiba-tiba berubah dingin.

"Eh, itu yang namanya kak Raffa, Ghin? Gila manis banget." Samar-samar aku mendengar bisikan-bisikan memuja. Dan, benar saja sekelompok adik kelas lagi merhatiin Raffa dengan tak berkedip.

Pengen dicolok ya tuh mata! Kesalku.

Ku alihkan pandanganku ke arah Raffa. Pasti Raffa juga denger itu kan? Tapi ya bisa ditebak lah ekspresi The Frozen Man satu ini gimana. Datar, euyy.

"Hai! Kak, Raffa kan? Aku, Ghinna. Anak kelas 10." Ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...

Sukurin! Gak dibales kan uluran tangannya. Udah dibilang, manusia es satu ini itu gak bakalan mau deket-deket orang asing apalagi cewek centil kayak kamu. Alergi.

"Gua udah tau, kebaca di seragam lo." Jawab Raffa dengan wajah non-expressionnya. Membuatku terkikik dalam hati.

"Uhhmmm, oke aku cuma mau ngasih minum ke kakak. Nih, terima ya, kak!" Masih dengan suara centilnya itu. Jijik kan aku lama-lama. Hadeeh.

"Bawa lagi aja. Tuh barusan gua minum. Dibawain sama Naff. Gak usah repot-repot." Ujarnya terlampau datar dan dingin.

"Ohhh, yaudah deh. Aku pamit ya kak." Poor you, little girl. Emang enak dicuekin. Hihihi

"Raff, kok gitu sih? Gak baik tau!" Menasihati coldest man satu ini. Walaupun puas sih, liat gadis-gadis centil itu menahan malu di depanku. Tapi gak seharusnya juga Raffa bersikap kayak gitu.

"Biarin aja Naff, gua gak peduli sama mereka."

"Nanti ada saatnya lo kayak mereka, Raff. Ngejar-ngejar orang yang lo sayang. Dan itu rasanya sakit kalau gak ada respon." Kataku, dan memang itu yang saat ini ku rasa. Menunggu dan menunggu. Entah kapan cowok satu ini peduli.

"Tapi, gua gak sayang sama mereka Naff. Ngapain juga gua Respon, buang-buang waktu." Ucapnya yang masih tertuju ke arah depan.

"Kalau boleh tau, siapa emang cewek yang lo sayang?" Aduh, kenapa nanya ini, Naff? Bodoh, bodoh.

TIMELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang