Changed (2)

46 18 1
                                    

NOTE :

Raffa : Manu Rios
Arthan : Shawn Mendes

Untuk cast Naff silahkan berimajinasi :v

*****

Astaga, astaga! Kenapa bisa telat gini, sih? Tuh, kan. Gerbangnya udah ditutup Pak Mar! Gimana, nih?

"Rish, Rish! Shhhttt."
Saut seseorang, eh Rish? Siapa sih? Kan yang panggil aku Rish cuma Arthan.

"Disebelah kanan, Rish!"

Kutengok kesebelah kanan dan.. Nah kan, Arthan. Kok dia diluar ya? Apa telat juga?

"Loh, Ar? Kok disini? Lo telat juga?"

"Menurut lo gua mau ngapain disini kalau gak karna telat?" Tanyanya sarkastik.

"Ya, kali aja bolos gitu." Ucapku santai, Sambil menaikan kedua bahuku.

"Gua bukan orang stress yang mau bolos di minggu-minggu awal gua masuk, kali."

"Ya,ya. Terus kita mau gimana ini? Sumpah gua takut, Ar. Gua gak pernah telat sebelumnya." Ucapku, takut kalau sampai berhadapan dengan Bu Harti si Penjaga Meja Piket.

"Yaelah, tinggal loncat tembok belakang aja."
Ucapnya sesantai mungkin.

"Hah? Lo gila ya? Loncat tem..bok?"

"Iyalah, kenapa gak berani? Selaw aja kali, Rish! Ntar gua bantuin. Yaudahlah ayo, keburu keliatan guru piket." Ucapnya yang langsung menarik tanganku untuk menuju belakang sekolah.

"Lo yakin nih, Ar? Kalau kita jatoh gimana?" Tanyaku begitu sampai dibelakang sekolah dan langsung berhadapan dengan tembok yang tingginya kira-kira 2 meter.

"Jatoh ya tinggal jatoh. Lagian jatoh kebawah ini, kalau mati pun tinggal dikubur!"
Jawabnya yang seketika ku hadiahi toyoran dikepala.

"Sakit kali, Rish! Garang banget lo!"

"Abis gua kesel, lu kalau jawab gak mikir dulu, sih!"

"Kelamaan lo, buruan naik ke punggung gua! Lu naik ke atas duluan."

"Hah? Lo... serius? Gua berat loh, Ar. Mending gak usah ya. Kita minta maaf aja ke Bu Harti. Pasti dimaafin kok, dan boleh masuk." Ajakku, meski tak yakin akan ucapanku sendiri. Tapi setidaknya gak mempertaruhkan nyawa buat manjat-manjat.

"Yaudah sana, lo aja sendiri. Palingan disuruh muterin lapangan 25 kali plus bersihin toilet selama seminggu. Gua denger sih, Bu Harti gak akan segan-segan ngasih hukuman buat muridnya yang telat." Glekk, bener juga sih kata Arthan. Duh, dilema nih.

"Yaudahlah cepet naik. Gua tau lo gak mau kena hukum kan? Makanya buruan."

"Oke, oke." Langsung saja ku naiki punggung kekar Arthan. Maaf ya, Ar. Aku berat deh pasti. Gemetar gini, Ya Tuhan selamatkanlah kami!

Akhirnya sampai diatas juga. Tapi kok ngeri ya lihat kebawah. Aduhh, Mama anakmu ini gak sanggup. Keluhku.

"Rish, pegangin tas gua dulu, nih! Gua mau manjat." Pinta Arthan yang masih di bawah sana.

"Oke, lempar, Ar!" Hap. Tasnya Arthan berat juga. Rajin ya bawa buku banyak. Biasanya anak cowok paling anti bawa-bawa buku ke sekolah. Sekalinya bawa juga paling satu buku tulis.

Akhirnya Arthan dapat sampai ke atas dengan mudah. Kok gampang banget, sih?. Pikirku.

"Ar, ini gimana?"

TIMELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang