P3

17.7K 1K 19
                                    

"Maksud lo?" pertanyaan Raka ambigu bagi Aditya.

"Misalnya di luar sana ada seorang perempuan yang tengah hamil anak lo dan lo kagak tahu gimana?" perjelas Raka.

"Hamil anak gue? Ckck. Jika pun ada. Perempuan tersebut pasti minta pertanggungjawaban dari gue. Dan gue sudah sering mengalami hal itu," jawab Aditya santai.

"Terus?" Raka kembali bertanya.

"Ya gue ajak perempuan-perempuan tersebut untuk tes DNA, hasilnya anak yang dikandung mereka bukan darah daging gue," jawab saudara kembarnya.

"Ckckck. Parah lo. Tapi, apa lo benar-benar yakin di luar sana tidak ada perempuan yang tengah hamil anak lo dan dia tak ingin meminta pertanggungjawaban dari lo?" Dia memastikan.

"Gue yakin," balas Aditya sambil menyalakan satu batang rokok.

"Ngapain lo nanya begitu ke gue?" tanya Aditya curiga.

"Kagak. Gue takut aja lo lari dari tanggung jawab," kata Raka mencari alasan.

"Ckck. Lo pikir kalau ada perempuan yang hamil karena gue, terus gue bakal minta perempuan tersebut untuk menggugurkan kandungannya? Gue tidak setega itu membunuh darah daging gue sendiri,"akui Aditya. Raka lalu mempertontonkan senyumannya.

"Bagus, Dit," tanggap Raka santai.

"Lagian, gue enggak akan sembarangan memilih perempuan untuk mengandung anak gue," tambah Aditya lagi.

"Hahaha, gue harap lo bisa jaga omongan lo yang ini," harap Raka dengan nada bercanda.

"Tenang aja lo. Gue bukan orang seberengsek yang lo kira." Aditya membela dirinya sendiri.

"Hahaha. Tapi, lo tetap yang terberengsek di antara gue dan Mahesa." Sindir Raka puas.

"Gue pengin minta tolong sama lo, Aditya." Dia melanjutkan.

"Apaan?"

"Lo harus janji mau bantu gue dulu." Raka berupaya memaksa saudara kembarnya itu.

"Ngapain lo maksa-maksa gue segala? Gue curiga lo punya rencana kagak baik buat gue." Aditya menuduh.

"Ckck. Mana mungkin gue ingin menjerumuskan saudara gue sendiri ke hal yang tidak baik. Asal main tuduh aja lo sukanya." Raka tak terima dengan prasangka buruk Aditya.

"Sorry, gue kagak maksud nuduh lo, Raka. Lo pengin gue bantuin apa?" tanya Aditya sambil meneguk sekaleng bir lagi.

"Gue ada tugas kantor di Jakarta. Terus gue pengin lo bisa jaga istri gue di sini," jawab Raka dan Aditya tersedak tiba-tiba saat menenguk birnya.

"Gue? Aneh-aneh aja permintaan lo." Dia menolak.

"Sebenarnya gue juga malas minta tolong ke lo. Tapi, karena lo satu-satunya saudara gue yang tinggal di sini jadi gue harus minta tolong ke lo," perjelas Raka.

"Gue kagak mau. Kenal sama istri lo aja gue nggak," Aditya bersikeras menolak.

Yakin lo tidak kenal dengan dia, Dit? Ulang Raka di dalam hati.

Jujur saja Raka memang sengaja menutup akses agar Aditya tak mengetahui wajah dan nama istrinya. Didukung juga dengan sifat Aditya yang tidak 'ingin tahu' atau kepo, mempermudah keinginan Raka sampai saat ini.

"Nanti juga lo bakal kenal sama istri gue." Dia masih berupaya meyakinkan.

"Sorry, gue kagak bisa bantu lo." Aditya tetap menolak.

"Bentar lagi istri gue melahirkan. Masa iya lo tega biarin keponakan lo kagak ada yang jaga nanti."

Aditya kembali berpikir. Sebagai saudara dia harus membantu Raka. Namun di sisi lain ia juga tak mengenal istri dari saudara kembarannya itu bahkan untuk sekadar melihat fotonya

Your Baby, Not His SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang