Part 1

209 12 0
                                    



"Melihat senyuman , Mendengaar tawanya , Mendengar nyanyiannya, dan Melihat segala aktivitas yang dia lakukan adalah hobby baru ku."

–R-

" Melihat senyuman manis mu membuat hati ku terasa hangat dan nyaman"

-I-



                Semilir angin yang sedikit kencang membuat rambutku sedikit berantakan. Mataku tak dapat menemukan lelaki dengan perawakan tinggi, berkulit sawo matang dan berkacamata. Aku memperhatikannya setiap kali langkah kakinya berlari. Mengolah bola berwarna orange dengan lincah. Entah apa yang membuatku menjadi seakan tertarik pada lelaki itu. Aku hanya tak ingin menghabiskan waktu sehari pun tanpa melihatnya. Iqbal Zegrawirdana, aku mendengar nama itu ketika seorang pelatih tim basket mulai emosi karena tak kunjung mendapatkan score. Aku juga mendengar namanya dari kelas 10 Cambrige 1, dimana kelas tersebut berada tepat disebelah kelasku. Iqbal- dan semuanya dimulai begitu saja.

"Ryu" teriakan tersebut berasal dari arah koridor kanan. Aku menoleh, membuat beberapa helai rambutku jatuh.

"Ryu" suara itu memanggil namaku lagi. Suara berat milik seorang lelaki yang sangat kuhapal, Iqbal. Seketika tubuhku memanas, detak jantungku tak sejalan dengan perintah otakku, tubuhku gemetar, tanganku mulai berkeringat. Aku benci situasi ini, situasi dimana akhirnya aku harus menyerah karena keanehan sikapku sendiri. Lelaki di hadapanku kini menatapku tajam. Aku bahkan menangkap sebuah senyum kecil dari kedua ujung bibirnya. Manis, sangat manis bahkan.

"Aku dengar dari temanku, katanya kamu pernah menang idola cilik ya?" ucap lelaki tersebut. Aku menghirup aroma parfum kesukaannya- campuran mint dan aqua yang selalu dipakai keluarga Zegrawirdana. Mulutku seakan membeku, lidahnya kelu hingga tak tau harus mengatakan apa. Aku mencoba membuka mulutku, berharap getaran yang begitu hebat ini tak terlihat sedikit pun di matanya.

"eh I-iya kenapa? Bagaimana kau bisa mengetahuinya?".

"Rahasia, aku dan teman temanku ku sedang ada project untuk membuat band tapi kita kekurangan personil di posisi vocalis." Jelas lelaki dihadapanku. Aku bahkan tak berhenti menatap matanya yang berwarna cokelat bersinar.

"Kau mau ikut?" tanyanya. Entah apa yang harus kukatakan, jantungku seperti berhenti berdetak. Penawaran itu sudah pasti membuat tubuhku lemas. Kedua kakiku tak dapat menopang berat tubuhku dan seakan sayap yang berada di pundak ku kian membuka lebar, memperlihatkan keagungannya, lantas terbang setinggi mungkin.

Namun semuanya runtuh akibat kemungkinan buruk yang mungkin saja akan datang ketika kami mulai merintis band yang entah akan berhasil atau tidak.

"ngg gimana ya.. aku pikir-pikir dulu yaa."ucapku.

"Oke usahaain harus bisa yaa. Yaudah aku duluan ya besok aku tunggu jawabanmu, bye" balasnya, aku merasakan tangannya yang mengelus lembut kepalaku. Lantas aku mendengar suara langkah kakinya yang menjauh. Mulutku tak lagi membeku, kini ia beradu dengan otakku agar dapat mengeluarkan deretan wujud dari kebahagiaanku.

Lantas aku mengingat sarah. Dan satu satunya hal yang berada di pikiranku adalah aku ingin bercerita padanya. Aku ingin memuntahkan segala kebahagiaanku dengannya dan tak akan kubiarkan ia menghamburkannya. Kakiku berlari menuju kantin. Aku tak tau keberadaan perempuan itu, namun, hanya itu tempat yang dapat dikunjungi di waktu makan siang seperti ini. Nafas ku tersengal sengal, namun semua itu hilang ketika mataku menangkap seorang perempuan dengan rambut yang ditata French Braid.

Memendam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang