Part 2

89 6 0
                                    


"Bahagia itu sederhana, seperti ketika melihat sahabat yang kita sayang menemui kebahagian nya"

–R-



-Memendam Rasa-

            Langkah kakiku bersamaan dengan langkah kaki Sarah yang melangkah tepat disebelahku. Kali ini ia tak menata rambutnya, ia hanya menggerai benda tersebut dan menyematkan sebuah jepit rambut berwarna cokelat muda di sisi kiri. Ujung mataku melihat sosok Iqbal yang berjalan bersama Rexy. Aku tersenyum kecil, Sarah tak akan menduga hal ini.

"Ryu, Rexy tampan!" gumam Sarah, jemarinya menekan tanganku hingga terasa sedikit nyeri. Rexy mengenakan jaket berwarna biru jeans dipadu dengan tatanan rambut yang tidak biasa. Ia juga menyemprotkan sedikit parfum, terbukti ketika dirinya tinggal beberapa langkah lagi dengan kami.

Rexy lantas berhenti di depan Sarah. Aku pun melepaskan genggaman Sarah yang semakin membuatku meringis. Ia gemetar. Aku juga bisa melihat bagaimana rona merah di pipinya muncul tiba tiba. Kakiku mundur beberapa langkah hingga tak sengaja menginjak kaki seseorang- Iqbal.

"Maaf" gumamku pelan. Ia tak bereaksi macam macam. Mata cokelatnya justru serius menatap ke arah kakak lelakinya yang sedang menyatakan cinta pada seorang yang dicintainya. Dan aku menunggu saat itu datang pada diri Iqbal, bahkan ketika ia harus menyatakan pada perempuan selain diriku.

Lelaki di hadapan Sarah kini berlutut dengan salah satu kakinya. Memperlihatkan rangkaian bunga Mawar Merah yang tersusun sangat cantik di dalam plastik transparan. Disamping bunga tersebut juga terdapat cokelat yang masih tergenggam dengan satu tangan.

"Sarah, Kamu mau menjadi kekasihku?" ucap Rexy. Aku menangkap nada gugup yang dibalut dengan kesiapan. Lantas Sarah melihatku dengan wajah berserinya. Tak ada yang dapat kulakukan selain mengangguk dan ikut tersenyum.

"Aku tau ini terlalu cepat sar, tapi aku sudah tidak tahan untuk tidak mengungkapkan perasaanku ini. Aku sayang kamu, Sar" ucap Rexy. Sarah pun meraih bunga tersebut sebagai tanda iya. Lantas Rexy memeluk Sarah erat.

"Aku sudah lama memendam perasaan ini" ucap Rexy. Bersamaan dengan itu, aku menatap ke arah Iqbal, mataku bertemu dengan mata cokelat tersebut. Ada perasaan yang mendorong agar aku sebaiknya mengungkapkan perasaan ini. Namun, aku tak mengetahui bagaimana perasaan lelaki di sampingku ini. Bukankah aku pernah mendengar bahwa ia tak memiliki perasaan apapun padaku? Ia hanya menyukai suaraku, bukan diriku. Ah, jika saja jalan cintaku sama seperti apa yang dialami Sarah.

"Ada apa?" tanyanya tiba tiba. Aku terkejut, lantas menggaruk tengkuk kepalaku yang sama sekali tak gatal.

"Kau menatapku seperti ada yang salah dengan wajahku" lanjutnya.

"Ti...tidak apa apa." Ucapku gagap.

"Kau menerima tawaranku, kan?"

"Ya" balasku cepat.

"Aku pergi dulu" ucapku. Seseorang menarik lenganku.Iqbal. Lelaki itu meraih tanganku sambil menatapku tajam. Aku lantas tersenyum,

"Ada apa?" tanyaku.

"Rexy mengajakku makan di kantin, kau mau ikut?" ajaknya. Aku mengangguk dan berjalan berdampingan menuju kantin, bersama Iqbal.

"Tanpa kamu sadari, Aku bahagia ketika bisa bersama mu lagi meskipun kau telah melupakanku"

-I-



-Memendam Rasa-

     Aku hanya memandang Mochacinno ice yang tertata di meja sedari tadi. Tak ada yang menarik di dalam lingkaran meja ini. Hanya Rexy dan Sarah yang sedari tadi memancarkan kebahagiaannya. Aku yang tak tau harus bersikap seperti apa adanya diriku yang banyak tingkah atau bahkan diam dan menikmati detak jantungku yang semakin lama, semakin kuat.

Mataku melirik sedikit kearah Iqbal yang sedang menyeruput Manggo Juice nya. Aku menangkap ujung matanya yang juga melihat ke arahku, lantas dialihkan. Apakah ia sedang memperhatikanku? Atau bahkan itu merupakan kebetulan?

"Sebaiknya kau menyatakan hal itu kepada orangnya, Bal. Sebelum semuanya terlambat" ucap Rexy. Aku kembali menatap kearah Iqbal. Lelaki itu diam dan tatapannya kosong. Iqbal sedang mencintai seseorang, dan mustahil bahwa perempuan itu adalah diriku. Aku terus menatap matanya. Namun ia memandang sesuatu yang lebih menarik dalam pikirannya. Apa mungkin ia sedang berpikir mengenai perempuan itu?

"Woi, Bal!" Rexy memukul lengan Iqbal yang membuatnya tersentak.

"Bukan urusanmu, Rex" gumam Iqbal.

"Jadi kau mencintai seorang perempuan?" tanya Sarah yang tak peduli bagaimana keadaan hatiku ketika jawaban terburuknya muncul.

"Ya tentu saja. Aku bukan penyuka sesama jenis" Namun pernyataan itu membuat telingaku sakit, dan tentu saja hatiku yang ngilu. Aku mencintai Iqbal. Namun mengapa ia tak pernah melihatku? Mengapa ia tak pernah berpikir untuk mendekatiku? Bahkan ia bersikap baik pada seluruh perempuan di sekolah, dan itu membuatnya menjadi lelaki yang digilai para perempuan di sekolah.

Air mataku jatuh. Setetes, dua tetes, menyentuh punggung tanganku. Aku mengigit bibir bawahku. Menutup isakan yang sebenarnya sudah terdengar.

"Ryu?" aku merasakan telapak tangannya yang berada di leherku. "Mengapa menangis? Kau sakit?" lanjutnya. Ia mengelus leherku pelan. Hal itu membuat tangisku semakin menjadi jadi. Aku bahkan harus menutup mulutku dengan salah satu tangan agar suaranya dapat teredam. Ia menarikku ke dalam pelukannya. Aku juga merasakan tangan Sarah yang mengelus lenganku pelan. Aku mencintai aroma ini. Aku mencintai caranya memperlakukan perempuan. Dan aku mencintai suasana dimana aku menjadi satu satunya perempuan yang pernah merasakan pelukannya, yang mungkin akan menjadi milik perempuan yang dicintai Iqbal.

"Mengapa Ketika mendengar ucapanmu tentang kau sedang menyimpan perasaan pada seseorang itu sangat menyakitkan untukku"

-R-

"Melihatmu menangis seperti Pedang yang tajam sedang menusuk hatiku"

-I-





Memendam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang