(POV by Author)
Daniel berlari di sebuah lorong gelap, seseorang berjubah hitam lengkap dengan tudung mengejarnya. Daniel berlari secepat mungkin, ia berhasil lolos dari orang yang mengejarnya tadi, tapi ia tetap berlari. Sampai ia berhenti di ujung lorong, tepat di depan sebuah pintu kayu warna hitam bertuliskan 'R.H'.
"R.H? terdengar familiar", Pikirnya. Ia membuka pintu itu, ternyata hanya ruang kecil yang berisi sebuah meja dan dua buah kursi yang salah satunya diduduki seorang pria tua beruban dan berjenggot putih. Pria itu menatap Daniel dengan pandangan menyelidik. Pria itu tersenyum.
"apa kabar, nak?" tanya pria itu. Daniel tidak menjawab, tapi ia mengenali wajah dan suara pria itu. Seseorang yang manghilang bertahun-tahun lalu. Dia R.H, Rudolf Higgins, kakeknya.
"Zander, aku butuh bantuanmu" kata pria itu pada seorang pria berambut pirang panjang yang entah sejak kapan berada di situ. Pria itu mengangguk dan menghampiri Daniel. Ia masih tidak bereaksi. Tiba-tiba kilatan cahaya yang menyilaukan datang entah dari mana, cahaya itu memenuhi ruangan dan membuat Daniel menutup mata saking silaunya.
"Akan ada masanya, dimana kebenaran di hatimu menuntun engkau ke arah cahaya. Dan pada saat itulah, kegelapan akan berlari dan sembunyi dari kebenaran milik engkau. Dan menunggu masanya untuk bangkit kembali. Tapi akan datang seseorang yang akan melenyapkan kegelapan untuk selamanya." Kata sebuah suara dari cahaya itu.
Daniel membuka matanya, masih silau, tapi ia tidak berada di temapat itu. Ia ada di bangkunya di kelas, sinar matahari yang masuk dari jendela, tepat mengenai wajahnya. Mimpi aneh lagi, entah apa yang membuatnya tertidur saat jam kosong begini, yang jelas ini sudah kesekian kalinya Daniel mendapat mimpi aneh.
Kelas mulai sepi karena beberapa murid keluar dan pergi entah kemana. Daniel memutuskan untuk jalan-jakan di luar kelas saja dari pada diam di kelas dan memikirkan mimpi anehnya itu. Berubung sudah hampir waktu pulang, ia sekalian membawa tas ranselnya keluar kelas. Bel pulang berbunyi ketika ia menyusuri koridor sekolah yang mulai sesak dengan murid-murid yang baru saja keluar dari kelasnya. Daniel terus berjalan menghindari lautan murid di koridor, melawan arus, ya sebut saja begitu.
Akhirnya ia sampai di depan perpustakaan, tak tahu apa yang membawanya kesana, tapi tempat itu bisa dibilang cukup sepi. Ia tidak jadi masuk karena bertemu Laine yang barusaja keluar dari perpustakaan.
"Laine"
"hai" dia melambaikan salah satu tangannya yang tidak memegang buku dan tersenyum.
"tumben kau sendiri, mana Russell ?"
"oh, dia demam." jawabnya sambil memutar bola matanya dengan cepat.
"demam? Aku tak percaya dia bisa sakit" kata Daniel sambil tertawa.
"kau tahu, setiap orang yang kutemui juga mengatakan hal yang sama" Laine ikut tertawa.
"Aku jadi ingat dengan Jo" kata Daniel.
"jo? Maksudmu kakakmu?" tanya Laine.
"ya, bagaimana kau tahu kalau Jo adalah kakakku?" tanya dainel curiga.
"eh, Cuma menebak. omong-omong kau mau kemana?" Laine berdalih.
"entahlah, berjalan-jalan kurasa. Kau sendiri?"
"Cuma ke perpustakaan dan mengembalikan beberapa buku, lalu pulang kurasa"
"eh, butuh bantuan membawa buku-buku itu?"
"tak apa. Aku bisa membawanya sendiri."
"tapi aku memaksa"
Laine tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Amityan
FantasySetelah mengetahui apa dirinya yang sesungguhnya, hidupnya pun terancam. Anggapan orang-orang disekelilingnya tentang takdir bahwa ia adalah Amityan yang terakhir, sang pembawa damai yang kelak menghancurkan pemberontak yang ingin menguasai dunia, m...