DIVISION II : MEET THE TWINS

49 2 0
                                    

Daniel's POV

"Aahh!!" seruku saat aku terjatuh.

Aku berusaha duduk sambil mengelus punggungku, rasanya tulang belakangku ada yang patah. Setelah berhasil duduk aku mengucek mataku dan menyadari kalau aku tak lagi berada di balik bak sampah tempatku menguntit Jo tadi. Aku berada di sebelah sebuah tempat tidur dan aku tahu pasti, ini tempat tidurku. Parahnya baru beberapa detik yang lalu aku sadar kalau itu semua cuma mimpi. Maksudku, soal Jo menyelinap di malam hari dan menemui seorang wanita seram, sampai - sampai aku harus menguntitnya dari balik bak sampah yang luarbiasa bau.

Aku masih duduk dan berdiam diri di tempat aku terjatuh tadi, atau lebih tepatnya di lantai. Masih memikirkan mimpi itu, soal 'menyangkut hilangnya kakeku', Elinor si wanita seram yang tidak kulihat wajahnya dan sesuatu yang ia katakan tentangku. Apa maksudnya? Well, kau boleh menganggapku aneh atau apa, tapi entah kenapa mimpi itu terasa sangat nyata bagiku, seperti benar-benar terjadi. Tapi mana mungkin benar-benar terjadi? Maksudku sudah jelas aku sejak semalam berada di sini ,kan?

"Wake up! Wake up! Wake up!" suara robotic dari alarm membuyarkan segala pemikiranku.

Dengan susah payah aku berdiri dari tempatku duduk tadi. Aku terkejut ketika melihat jam berapa sekarang, sudah lewat setengah jam dari waktu bangun yang semestinya. Rupanya aku bangun kesiangan dan terlalu lama duduk dan memikirkan mimpi itu sampai-sampai alarm cadangan sudah berbunyi (memang sengaja memasangnya, entah kenapa). Karena itu, aku bergegas mandi, memasukkan buku dengan asal kedalam tasku. Mengingat sudah terlalu terlambat untuk menumpang bus sekolah, jadi kuputuskan untuk naik sepeda saja supaya lebih cepat.

Ku kayuh sepedaku sekuat tenaga dan dengan susah payah menjaga keseimbangan karena tangan kananku tidak berada di stang sepeda, tapi berusaha menjejalkan sandwich selai kacang - entah milik siapa - yang tidak sengaja kutemukan di meja makan ke dalam mulutku. Untung saja jarak dari rumah ke sekolah tak seberapa jauh, jadi mungkin aku tak akan terlalu terlambat.

***

Laine's POV

"Hei, Russell." Aku memanggil laki-laki tinggi yang duduk di sebelahku.

"Hem?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari bangku-bangku bus yang penuh dengan murid.

"Tidak jadi, lupakan." Kataku sambil menghela napas. Kadang Russell membuatku ingin tahu apa anak kembar lain juga merasa bahwa kembarannya menyebalkan?

Sebetulnya, tujuan kami naik bus sekolah ini adalah untuk mencari seseorang bernama Daniel Frances Higgins. Dan kabar buruknya, tak seorangpun yang 'mungkin' adalah Daniel. Ya, jujur saja, aku sendiri tak tahu yang mana Daniel Higgins itu, aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya . Tapi aku pernah bertemu dengan Joshua, kakaknya, dia cukup tampan menurutku, jadi mungkin Daniel lebih tampan. Oh ya ampun Laine, bukan saatnya memikirkan hal semacam itu. Sudahlah.

Ingin tahu kenapa kami mencarinya? Jadi kami bertugas mengawasi Daniel Higgins, adik dari Joshua dan cucu dari sang legendaris sekaligus mantan pemimpin kami yang secara misterius menghilang entah kemana, Rudolf Higgins.

Kata Julius, -orang yang menggantikan Rudolf Higgins- kami harus menyamar dan berbaur di lingkungan si Daniel ini.

Menurutmu itu mudah? Tentu saja akan lebih mudah jika kau manusia normal yang tidak mungkin menyemprotkan air dari tanganmu ke muka orang yang membuatmu jengkel. Aku serius, itu pernah terjadi dan tebak muka siapa yang ku semprot? Tentu saja Russel, kembaranku dan satu-satunya manusia ter-iseng sedunia. Ya, aku bisa menyemprotkan air dari telapak tanganku, dan Russell api. Oke, itu tidak penting.

Kembali ke topik. Jadi kami harus memulai tugas kami dengan menyamar menjadi murid di sekolah si Daniel Higgins, SMA Light Longitude.

"Russel, kau yakin ini bus yang benar?"

The Last AmityanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang