ii. Out-talk

145 15 3
                                    


.

Bola oranye dengan garis hitam itu memantul teratur menabrak mulus semen dengan cat yang sudah melapuk. Matahari bersinar terik namun tak membuat pemuda yang berdiri di tengah lapangan itu menyerah mencetak angka terbaik. Fari, ia terus memperhatikan sahabatnya yang masih bergulat dengan strategi.

"Dam, kalo capek udahlah." ucapnya, peluh menetes diatas kening, tenggorokannya kering menjerit dibasahi air. Seragamnya lepek terkena keringat, keadaanya tidak jauh berbeda dengan Adam. Bedanya, pemuda turunan Timur Tengah itu melepas kaus seragamnya. Membuat segerombol pasang mata menatap genit dengan wajah sok malu.

Adam melempar bola, melambung tingi hingga terperosok ke lubang kecil yang menggantung. Three point.

Hari ini sudah cukup. Sebaiknya ia mengisi perutnya yang kosong ke kantin—sekalian menemui Carmen.

"Capek anjir, ga kenal waktu lu kalo udah maen," Fari bersungut, nafasnya tak beraturan, ia meminum habis air mineral yang disiapkannya, ia juga membasahi rambutnya.

"Bacot dih, mau jago nggak sih lu." Adam membalas galak sembari menoyor kepala Fari. Sang empu mengaduh sakit lalu mendecak lidah kesal.

Adam memakai kembali seragam sekolahnya lagi tanpa mengancinginya, ia mengambil sebuah botol dari dalam tas hitamnya, segera meminum soda kalengan yang dibawa dari rumah sambil menyusuri suasana lapangan. Ramai sekali, astaga.

Terik mataharai masih terasa hingga membuatnya kepanasan, Fari yang mendumel semakin membuat Adam gerah.

"Dam, ih jijik banget sumpah," suara manis itu membuat Adam menoleh spontan, mendapati seorang gadis dengan rambut ikal panjang yang sedang membawa handuk putih ditangan, "Sini, gue bersihin keringetnya."

Tersenyum hangat mendapati Carmen, dia dengan girang berjalan mantap kearah adiknya. Carmen hanya menghela napas gusar saat melihat kemeja seragam yang dipakai Adam belum dikancingi. "Main basket sebegininya, nanti aja kalau udah pulang, jangan di jam istirahat, bau gini kan, otak lu dimana sih."

"Bau tapi lu tetep perhatian juga 'kan." Adam menaik turunkan alisnya konyol. Memeluk erat Carmen hingga gadis itu megap-megap mencari oksigen. Saking baunya.

"Adam!" mendengar pekikan Carmen, Adam hanya tertawa. Carmen dengan cekatan mengancingi satu persatu kemeja Adam yang terbuka lalu setelah itu merapihkan posisi kerah lehernya.

"Gue mau di begituin dong," Fari menghampiri dengan wajah lugunya, Adam mendengus lalu menjauhkan tubuh Fari pada Carmen.

Ia menggeleng keras. "Nggak ada ikut-ikutan, ayo Far, panggil yang lain." Merangkul pundak Fari, setelah mengelus pucuk kepala adiknya sayang, Adam berpamitan.

Carmen menarik kaus seragam kakaknya, "Gue tunggu dikantin, jangan lama." ucap Carmen datar berbeda dengan Adam yang sedari tadi gemas melihatnya.

"Iya, sayang jangan kangen, aku cuma mau panggil temen."

"Modar gua satu darah sama lu."

"Muah!"
______________________

Carmen berjalan santai menuju kantin, menggenggam iphone untuk berjaga-jaga siapa tahu saudaranya itu menelpon dengan keadaan darurat. Earpod terpasang manis dengan lagu beat yang membuat kepalanya mengangguk mengikuti irama pelan.

Gadis itu tiba-tiba teringat kejadian tadi pagi persoalan labrak antara senior-junior di kamar mandi. Sangat kekanak-kanakan sekali, ia pikir, bagaimana jadinya seorang senior mengajarkan yang tidak baik kepada murid tahun yang lebih muda?

Carmen terkekeh skeptis.

Bau bumbu makanan tersibak menuju penjuru ruangan, Carmen melirik kanan kiri mencari bangku kosong yang belum ditempati—ah, itu dia, dipojok dekat dengan lapangan tennis, tempat sempurna untuk menyantap makanan dibawah pohon rindang menutupi teriknya matahari.

Dengan segera sebelum orang lain mendapatkannya, Carmen menduduki bokongnya pada kursi biru empuk dan mengangkat kaki jenjangnya keatas meja. Carmen mengangkat alis sambil menyilangkan tangan saat sekumpulan gadis berbisik melihatnya. "Apaan liat-liat?"

"Ah kenapa sih, gue kan cuma ngobrol," balasnya tak kalah menyebalkan, membela diri sendiri, sementara temannya yang lain menetralisir debaran jantungnya karna gugup.

"Jadi sekarang gossip-in orang itu maksudnya ngobrol? Baru tau gua." Carmen menyeringai

"Bunga, udah deh." Temannya melerai, menahan tangan Bunga yang mengepal.

"Car, gue ga takut sama sekali sama lu, gapeduli apapun yang gue denger dari orang-orang, lu pikir posisi lu siapa disini?!" Bunga maju selangkah disamping meja Carmen.

Dengan gerakan santai, Carmen membuka earpod yang terpasang di kedua telinganya, "Gue siapa disini? Ya muridlah, bego. Siapa lagi."

Wajah Bunga memerah sampai menjuru ke kuping, alisnya menyatu dengan kerutan tajam menghiasi, ia kesal dengan perempuan tengik satu ini, selalu saja bertindak sesuka hatinya, itu membuat Bunga kesal apalagi ditambah kehidupan Carmen selalu dikelilingi para pemuda tampan.

"Gue bisa aja ngebuat lu menderita! Gue juga bisa ngebuat lu melangkah keluar dari sekolah ini! Ha, mau apa lu?"

"Pft, lu pikir gua bakal takut keluar dari sekolah? Coba aja..."

"Gue bersum—"

"—Em, by the way, lu bisa gak ngeluarin gue bukan pake sogokan duit orangtua lu?" Senyuman manis yang kosong emosi, Carmen membalas dengan telak. Bunga telah berapi-api hingga melarikan diri keluar dari kantin menahan malu.

Diujung sudut dekat stan penjual batagor, empat pemuda mendengus geli terkekeh akan tingkah adik sahabatnya yang menjengkelkan, membuat kepala pecah akibat kelakuan perempuan langka yang akhir-akhir ini mereka menjadi dekat satu sama lain.

"Nah itu baru cewek gua," Reza menyengir sambil menepuk-nepuk pundak Adam disampingnya, sang empu mendelik.

"Enak aja, gaboleh. Adek gua itu." ucapnya bangga.

Fari yang mendengar perkataan sahabatnya menggerutu, "sister-complex dasar,"

"The fuck are you talking about?" Adam menoleh, bersiap untuk mencekik leher Fari kapanpun sampai dirinya siap mati ditangan
iblis berwajah malaikat didepannya.

Adit menempleng kepala Fari, "Elunya gitu sih, nyati ribut mulu, Far."

"Tapi tetep aja kan? Adam itu tipe kakak yang gabakal bisa pisah badan sama adeknya."

Ehm.

Reza meneguk ludahnya canggung, "Rada ambigu ya,"

***
To Be Continued

iya tau ini pendek, iya tau ini kayak maksa banget emang, iya tau ini emang abal banget partnya. Tapi gue janji next part bakal lebih memuaskan lagi ko👌

betewe itu yang di mulmed Adam Ghiffari Putta lho, hawhawhaww, gantengnya ganahan, gue gabisa berenti liat visual diaa luvv banget💕💕💕

Keep vomment terus yaa betewe bagian mana yg harus dibetulun penulisnnya?

Love,
Lissa Lyn (a.k.a) skycrathx

Tweè RebeliousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang