Didedikasikan kepada retardataire
• • • • •
Carmen's POV
Aku masuk ke dalam kamar. Melempar tas ke pojokan sofa lalu menghantam tubuh pada kekasih abadiku—kasur. Rambutku berantakan, sangat kusut seperti sapu ijuk hingga membuatku kesal. Kupikir menumbuhi rambut panjang akan terlihat keren, ternyata butuh banyak perawatan, sangat sangat merepotkan.
Dengan gerakan malas, kucopot sepatu sportku lalu melemparnya asal-asalan, terdengar bedebum kecil disamping kamar mandi dekat lemari. Kulirik figura kecil yang berdiri kokoh diatas nakas, foto beruang kutub yang merebahkan dirinya diatas kristal putih menyeluruh. Degup jantungku bergemuruh, nafasku tidak beraturan, segera aku bangkit lalu mengambil figura kecil itu dan menyimpannya di loker meja.
Aku mengusap wajah kasar, menggeleng kepala kuat-kuat, aku harus membakar figura itu sepertinya, kapan-kapan. Jangan lengah Carmen, hal yang paling pengecut dalam dirimu itu ingin memutar balik badan dan mengejar masa sulitmu lagi.
Aku mengeluarkan ponsel lalu menon-aktifkan mode pesawat, sambil menunggu sinyal, aku melepaskan kaus kaki yang masih menempel, getaran dan bunyi notifikasi dari ponsel membuatku terpekik pelan. Astaga, aku lupa mengaktifkan mode night agar hal ini tidak terjadi lagi ketiga kalinya.
Ada satu pesan, dari nomor yang sama sekali tak kukenal. Aku memandang pesan itu datar, berniat untuk membukanya namun disaat lain aku sangat malas untuk merespon.
From: Unknown Number
Lo3 g4k p4nte$ idœpAku menghela nafas sekaligus jengkel.
Orang alay mana yang mau neror gue? Gila.
Sama sekali gak bikin gue takut.
Aku merebahkan diri. Menghapus pesan—oh, apakah harus aku sebut dengan pesan terror—tadi lalu melempar iphone ku
ke kasur. Aku merenggangkan tubuh letih, badanku pegal-pegal. Hari ini bukan termasuk hari yang melelahkan meskipun ada beberapa kejadian yang membangkitkan emosi. Tetapi, sama saja para jalang itu tak mau membungkam mulut besarnya, masih untung aku tidak bertindak lanjut;
..
The Devil's Powerpuff Girls; —Kira, Yuna dan Bunga.
.
.
Orang-orang yang berani-beraninya mengusik kehidupan pribadiku pastilah mereka masuk ke dalam daftar orang yang harus kusingkirkan. Tentu saja aku tidak akan membiarkan mereka menyingkirkanku. Astaga, aku ragu dalam permainan mereka aku akan kalah, kecil kemungkinannya.
Aku. Tidak. Pernah. Kalah.
Karena gerah dan sepertinya badanku mulai berkeringat, aku membuka kemeja merahku yang menyisakan tank top berwarna hitam. Kuputar musik Soap dari Melanie Martinez kencang-kencang. Aku menutup mata, mengangguk-anggukan wajah sambil menikmati lagunya.
Now i gotta wash my mouth out with soap.
Di bait reff terakhir, aku segera berdiri menjauh dari kasur lalu meliukkan badan, seolah aku sedang berada di kerumunan orang yang berdansa di pub dengan musik keras terdengar. Meliukkan badan vulgar.
"Carmen? Lo ngapain?"
Sialan. Demi keju busuk.
Meskipun Adam kakak kandungku tapi bukankah agak aneh juga berpenampilan terbuka seperti ini, apalagi aku hanya memakai tanktop ketat. Sangat. Memalukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tweè Rebelious
Teen FictionAdam Ghiffari Putra sudah berpegang janji teguh kepada dirinya sendiri untuk menjaga dari siapapun-apapun--yang akan membuat adiknya terluka setelah insiden lima tahun yang lampau. Awalnya semua baik-baik saja, Adam bisa mengatasi semuanya dengan te...