March 2nd, 2027
Call 88 for help.
Ask for support immediately.Kutatap geratan halus pada pergelangan tanganku. Geratan itu tumbuh di permukaan kulitku semenjak usiaku memasuki 16 tahun. Geratan yang akan membentuk sebuah huruf nantinya, setidaknya, itulah yang dialami kakak lelakiku. Ia memiliki geratan berbentuk huruf C pada pergelangan tangannya dan ia sangat penasaran akan hal itu. Sementara milikku, baru geratan kecil yang belum membentuk apa-apa. Usiaku baru 18 tahun yang mana masih sangat jauh untuk mendapat rincian geratan selanjutnya. Normalnya, geratan itu akan membentuk inisial huruf saat usia kita sudah mencapai 23 tahun.
Geratan itu berbentuk seperti urat yang beku, berwarna merah kecokelatan semu gelap yang hampir mirip dengan darah beku. Sakit rasanya saat geratan itu mulai tumbuh lagi, membentuk garis yang memanjang setiap bulannya. Dan aku penasaran setengah mati bagaimana geratan itu akan berbentuk huruf apa karena orang bilang, itulah inisial untuk orang yang akan membuka pandangan kita mengenai dunia saat ini. Aku pun tak mengerti apa maksud dari perkataan itu namun hanya mencoba memahaminya setiap ibuku berkata seperti itu.
Hari ini kulihat satu orang mati di ujung balai kota, geratan di tangannya berubah menjadi bentuk sayatan yang dalam, memperlihatkan daging dalam tubuhnya yang terkoyak di dalam sana. Mataku terus memperhatikan Agen-Bri, atau lebih dikenal sebagai agen penanganan kasus seperti ini. Seseorang telah merenggut takdirnya, seseorang telah mengambil inisial dari geratan itu. Bulu halus di punggungku mendadak berdiri, ngeri, ada saja orang yang ingin merenggut takdir orang lain dengan membuatnya terbunuh.
"Paris," seorang Agen-Bri tersenyum ke arahku dan mengecek pergelangan tanganku. "Kau terlihat sehat, pertahankan kondisimu." Kacey tersenyum dan memasukkan sampel rambut korban yang tergeletak tersebut ke dalam sebuah botol berukuran jempol dan menutupnya. Ia lantas menuliskan sesuatu pada sepucuk kertas kecil dan menempelkannya pada botol tersebut. "Hari yang sulit, satu orang telah mengambil takdir orang lain dan membuatnya terbunuh. Ia tidak sadar apa yang telah dilakukannya." Kacey menghembuskan nafasnya berat dan kutatap korban berwajah pucat pasi tersebut sebelum akhirnya tiga Agen-Bri yang lain memasukkan jasadnya ke dalam kantung berwarna hitam.
"Menurutmu kenapa seseorang melakukannya? Bukankah seharusnya mereka menerima takdir yang sudah ditentukan?" Pertanyaanku membuat Kacey tersenyum, ia kemudian memeluk tubuhku dengan erat. Harum aroma bunga mawar mendominasi indera penciumanku.
"Manusia memang tak pernah puas atas apa yang mereka miliki. Mereka ingin terus mengambil dan mengorbankan orang lain untuk kepuasan mereka." Jawab Kacey, sesaat setelah ia melepaskan pelukan. "Sekolah sana, kau harus belajar dan terus menempatkan dirimu untuk tidak menyakiti orang lain." Kacey mengecup keningku sebelum akhirnya meninggalkanku dan memasuki mobil besar yang mengangkut jasad tadi.
Kacey Nilson berusia 25 tahun, geratan pada pergelangan tangannya membentuk huruf X dan ia sudah mengetahui apa arti huruf tersebut. Kacey tidak memberitahu padaku siapa, ia membiarkan diriku untuk memahami lebih tentang dunia ini. Ia bilang, jika aku tahu lebih awal, akan menjadi buruk ke depannya. Jika aku mengetahuinya sekarang, Kacey bilang, aku pasti akan melakukan tindakan kriminal yang baru saja kulihat korbannya tadi meskipun aku sudah ribuan kali mengatakan tidak.
Kulangkahkan kakiku menjauhi balai kota dan mulai berjalan diatas trotoar dengan kaki beralaskan sepatu boots hitam. Awan terlihat gelap dan angin bertiup kencang, meniupkan dengan ganas helaian rambutku. Setelah melihat kejadian tadi, membuatku terus berpikir apakah kami semua di program oleh sesuatu sehingga geratan ini muncul di permukaan tubuhku? Kulihat teman-temanku sedang berbondong-bondong membawa sesuatu. Tak bisa kulihat dengan jelas apa, namun sesuatu itu berwarna biru, berupa cairan yang dimasukkan pada botol bening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Seat (Thomas Sangster Fanfiction)
Fiksi PenggemarThe booming sound interrupts the creativity of us, We got lost by their mistakes, Never realised what we had done. We lost in our souls. And when it becomes a piece of nothing, Coming through with such stupid diseases, They caught us. What do we do...