Senja POV
"Melihatmu, aku tahu semua akan berubah"
Masa-masa orientasi adalah masa di mana ketika para junior akan disiksa habis-habisan oleh seniornya. Itu terbukti saat para senior di sekolahku, menyiksa kami para junior dengan tak berbelas kasihan. Saat ini kami semua telah disuruh berdiri memberi hormat kepada bendera selama tiga jam lamanya dan itu membuatku jenuh. Aku menoleh pada sahabatku, Ara. Wajahnya tampak pucat pasi.
"Sakit Ra?" tanyaku berbisik kepadanya sambil terus menatap bendera.
Sebagai jawaban, Ara terhuyung ke arahku. Oke kalian tau kan? Aku perempuan dan bagaimana pun aku lemah. Tertimpa badan Ara yang kurus saja sudah membuatku hampir terjatuh. Aku tidak tau harus apa, dan beberapa detik kemudian para senior mulai berdatangan.
"Len, kita bawa ke UKS aja yuk, kasian." Kudengar salah satu senior perempuan berbicara pada temannya.
"Engga perlu, bikin ribet aja. Elo! Anterin dia ke UKS! Bisa kan?" Deg. Tubuhku menegang saat senior itu menunjukku. Siswa lain melihat kami takut-takut, sedangkan senior lain hanya menatap dengan muka datar. Kulihat name tagnya. Aileen. Setelah ngomong begitu, ia pun berjalan pergi dengan angkuhnya.
Gila tuh senior galak banget, udah gitu ngeselin lagi. Bener-bener nggak punya perasaan dan belas kasihan.
"Ayo Ra. Gue anterin." Akhirnya aku membantu Ara untuk berdiri. Untung saja ia belum benar-benar pingsan.
Kutelusuri lorong-lorong sekolah baruku ini. Sedikit bingung sih, aku kan murid baru mana tahu aku UKS di mana! Lalu seorang laki-laki mendatangi kami. Terlihat jelas bahwa dia juga salah satu senior di sini.
"Mau kemana?" tanyanya menatap kami. Matanya terlihat unik, berwarna abu-abu.
"M... mau ke UKS kak, teman saya lagi sakit."
"Udah tau UKS di mana?" Aku menggeleng. "Nggak tau kak."
"Lo lurus aja terus, belok kiri. Nah, UKS persis di samping laboratorium biology," jelasnya sambil terus menatapku, membuatku juga harus melihatnya. "Oh ya, gue Farrel. Nama lo siapa?"
"Saya Senja kak, yang ini Ara." Dia tampak mangut-mangut tanda mengerti. Aku merasa panik lagi saat tubuh Ara mulai melemah.
"Kalau gitu saya duluan ya kak. Kasian nih temen saya udah bener-bener mau pingsan." Tak lama kemudian, salah satu teman Farrel menghampiri kami, dan menyuruhnya untuk cepat-cepat pergi menuju lapangan.
"Oke deh. Sori banget gue nggak bisa nemenin lo ke UKS," ujarnya dengan pandangan menyesal. Aku hanya tersenyum mengiyakan. "Nggak papa kok kak."
Aku berjalan mengikuti instruksi dari Farrel tadi. Mata abu-abunya masih terus memenuhi pikiranku. Fokus Senja, fokus. Aku melirik kesana kemari hingga akhirnya melihat sebuah pintu bertuliskan UKS di atasnya.
"Assalamualaikum." Tidak ada sahutan. Mungkin petugasnya lagi pergi, pikirku.
Aku membantu Ara merebahkan tubuhnya di kasur yang terlihat empuk ini. "Senja, makasih ya udah bantuin gue. Dari dulu lo emang sahabat gue yang paling care deh." Ara berkata dengan lemah.
"Santai aja kali Ra, kan udah kewajiban gue buat bantu sahabat yang lagi kesusahan." Kami memang sudah bersahabat sejak kelas 1 SMP. Jadi, mau bagaimana pun aku sudah mengenal Ara, begitu pula sebaliknya.
Bunyi peluit menggema di seantero sekolah. "Nja, kayaknya sekarang waktu istirahat deh."
"Astaghfirullah ini senior pada kenapa si, kenapa nggak pake bel sekolah aja? Masa iya pake peluit. Keliatannya gimana gitu." Aku mendengus sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TL-1] Bereavement
Novela JuvenilThe Life's [1]: Senja Alana losing you much more painful than losing hope. Revision by aya, JANUARI ©2021