#01. Hari Baru Zahra

342 11 2
                                    

"Hei! Kamu nggak apa-apa?"

"Iya, nggak apa-apa kok."

"Yakin? Bajumu basah semua gitu?"

"Nggak apa kok, makasih ya sudah menolongku."

"Sudah, gak penting itu. Sini kuantar pulang. Namamu siapa?"

"Ara. Aku Zahra. Kamu?"

"Dion. Salam kenal, ya."

[=][=][=][=][=][=][=][=][=][=]

Sinar mentari menerpa wajahnya dan ia pun terbangun. Tak terhitung sudah berapa hari yang ia mulai seperti ini. Ia memulai harinya dengan lesu. Ya, yang dia lakukan setiap pagi hanya membereskan tempat tidur, lalu mandi yang lama tanpa ada semangat sedikit pun. Mandi yang lama bukan karena ia nikmati, tetapi karena saat itulah ia teringat semua masa yang telah lalu. Ia segera makan setelah berpakaian lalu pamit kepada tantenya, satu-satunya keluarga yang bisa ia sandari.

"Semangat ya," kata tantenya.

Zahra tersenyum kecil. "Iya, Te," jawabnya sebelum mengayuh sepedanya ke jalan.

Badannya yang cukup tinggi terlihat jelas beserta sepeda merah muda dengan keranjang di depannya. Warna cerah, cocok dengan baju blus putih dan celana panjang merah mudanya yang terlihat melesati pinggiran jalan yang tidak terlalu ramai. Di lehernya terlihat sebuah kalung logam yang mengilap. Terlihat jelas bahwa ia selalu membersihkannya. Rambutnya ia kuncir ke belakang dengan ikat rambut berwarna putih.

Tapi, meskipun pakaiannya menunjukkan pribadi yang periang, wajahnya tidak sama sekali. Air mukanya datar, orang yang melihatnya akan berpikir dua kali saat melihat wajah dan pakaian yang tidak selaras. Jika dilihat, sesaat kita akan merasakan kekosongan dalam jiwanya, tepat setelah badai kesedihan yang berkecamuk di dalam dirinya.

Seketika ia berhenti, tepat di depan sebuah bangunan bata dengan lebar tak sampai delapan meter yang dihiasi petak-petak tanah berisi semak-semak kecil berbunga merah dan kuning. Di depan bangunan tersebut terdapat dua meja bundar yang dikelilingi masing-masing empat kursi dibawah bayangan payung. Di atas kanopi berwarna-warni di lantai atas adalah papan nama bertuliskan "Kafe Equator."

"Zahra! Jangan ngelamun!" Sahut seseorang dari dalam, di balik pintu kaca.

Berdirilah seorang perempuan berjilbab hitam dengan blus putih berhiaskan jumbai disertai rok hitam yang terlihat mencolok di depan tembok kafe yang berwarna putih. Wajahnya sebagian tertutup jilbabnya yang agak besar ditambah lagi dengan kacamatanya dan badannya yang tak terlalu tinggi. Tapi siapa pun bisa merlihat jelas semangat dan keceriaan di wajahnya. Di bajunya, di sebelah kanan terdapat jahitan berbentuk tulisan "Sarah".

Sarah berjalan cepat pada Zahra setelah Zahra turun dari sepedanya. Sebelum sampai di depan Zahra, terlebih dahulu ia menurunkan teh di nampan yang ia bawa kepada salah satu pelanggan. "Ayo cepat ganti baju. Kamu nggak sakit kan?" tanyanya bersemangat.

Zahra menyandarkan sepedanya, "Iyaaa," jawabnya sembari tersenyum kecut.

Sarah membalas senyum kecutnya sebelum menggenggam tangan Zahra. "Ayo kalau begitu," sahutnya saat ia menarik Zahra masuk ke kafe.

Begitu masuk ke dalam, Zahra dapat melihat interior kafe yang terkesan simpel tapi bagus. Dengan meja kayu persegi dan kursi yang matching, ditambah warna dinding yang coklat dan counter yang berwarna coklat cerah, kafe ini sangatlah indah apalagi dengan lampu oranye yang menambah indahnya kafe. Tapi sebelum Zahra dapat melihat yang lain lagi, Sarah sudah menyeretnya ke dalam ruangan dengan pintu bertuliskan "Karyawan."

Di situ pun sama temanya dengan di luar, bedanya ruangan ini seperti ruangan rias dan ruang ganti baju - dengan penyekat di tengah, mungkin untuk perempuan dan ruangan satunya untuk laki-laki - dan Sarah mendorongnya ke arah kanan dan Zahra langsung berganti baju.

EQUATOR - Not Everyone Deserve Second Chance [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang