#05. Dion dan Via

48 6 2
                                    

MAAAAAAAFKAN HIATUSNYA!!! Lagi fokus sama tugas dan ujian. Sudah mau UN juga ._. hemmmmmmm. Tanpa ditunda lagi, lanjut bagian 5!

[=][=][=][=][=][=][=][=][=][=]

Dion

Krek!

Leherku sakit, berapa lama aku duduk di kursi kantor, memelototi presentasi Pak Aldy dan reaksi para rekan bisnisnya? Dua jam, mungkin? Aku tak tahu lagi, yang jelas aku harus merenggangkan badanku sebelum kena kerja lagi. Bisa-bisa badanku runtuh tak bersisa kalau begini terus. Sepertinya benar kata Daniel, aku harus lebih memperhatikan keadaan diriku sendiri karena peranku sangat besar dalam perusahaan ini. Iya, aku tahu itu kedengarannya seperti Daniel hanya mementingkan pekerjaannya, tapi dia teman yang baik kok, memang begitu kalo lagi perhatian sama teman-temannya.

Yak, semua tamu sudah keluar dari ruang rapat dan aku pun dengan derap cepat langsung mengikuti mereka keluar sembari menghindari tatapan tajam Pak Aldy. Laguku belum selesau, kalian tahu? Dan sampai aku bisa memberikan laguku pada Pak Aldy, sepertinya aku harus seperti ini terus. 

Bukannya aku punya pilihan lain lho ya. Hanya saja saran Daniel yang menempel di benakku masih kupertimbangkan. Membeli karya orang lain kedengarannya mudah, tapi ada beberapa kendala. 

Yang pertama, belum tentu aku punya uang yang cukup. Membuat lagu itu tidak mudah, apalagi kalau lagu yang belum/tidak terkenal, pasti mereka memasang biaya yang tinggi. Meskipun ada, aku juga tak bisa memakai uangnya begitu saja, soalnya aku sedang berhemat. Belakangan ini aku kekurangan dana, makanya aku mau nabung dulu.

Yang kedua, gimana kalau Pak Aldy tanya tentang asal-muasal lagu yang kuberikan? Iya aku bisa berbohong kalau itu aku yang buat, tapi Pak Aldy juga tidak bisa diremehkan tentang karya musik. Dia tahu persis jikalau suatu karya seseorang, pasti pembuatnya bisa menjelaskan inspirasi, serta alasan di balik pembuatan lagu itu. Dan jangan ragu, Pak Aldy pasti akan bertanya tentang hal itu.

Yang ketiga, terakhir, dan terpenting, kalau aku disuruh memberikan demonstrasi bagaimana? Hanya pembuat yang tahu makna sebenarnya dari suatu rangkaian kata. Kata dan lirik bisa menipu. Kalau liriknya senang tapi lagunya sedih, kan sudah beda jauh. Aku tahu karena dulu sudah kucoba memberikan laguku pada teman-temanku, tapi tak satu pun dari mereka yang mengerti arti laguku itu.

Aku sudah kalang kabut dalam pikiranku ini. Sudahlah, mungkin Zahra bisa membantuku tenang. Kebetulan sekarang masih waktunya istirahat makan siang. Aku pun langsung lepas jas dan bergegas ke Kafe Equator.

Penuh. Kafenya penuh. Memang sudah jam sibuk sih, tapi penuhnya astaga. Oh, itu ada yang selesai makan. Langsung kuambil langkah cepat dan menduduki kursinya sebelum orang lain. Ada yang mau duduk sesaat yang lalu, tapi nggak jadi setelah aku duduk. Ia memasang muka masam tapi kubalas senyum kecut.

Zahra mana, ya? Kok enggak kelihatan.

"Selamat datang, pak," sahut seseorang di sampingku. "Mau pesan apa?"

Ini siapa lagi??? Seragamnya seragam pelayan kafe ini, tapi aku juga baru tahu dia kerja di sini. Nama dadanya bertuliskan "Via". Kukira cuma Zahra pelayan non-Syifa di sini. Ternyata ada lagi. Eh, harus kuakui. Via ini, cantik juga . . . Aku sempat melamun sedikit.

"I-iya. Saya pesan just jeruk saja," lalu ia mencatatnya sembari tersenyum. Tunggu dulu, aku ke sini buat nyari Zahra. "Permisi, mbak. Ara- eh, Zahranya ada?" tanyaku polos.

"Oh, Zahra," lalu ia berpikir sebentar. "Iya, Zahranya tadi keluar ada tugas dari pak kepala. Belum pulang, kayaknya," jelasnya setelah selesai mencatat.

Yaelah, Zahra keluar. Ya sudah, apa boleh buat. "Begitu ya. Ya sudah, terima kasih, mbak," sahutku sealur dengan kembalinya Via ke dalam kafe.

Tapi Via itu . . . Gimana njelaskannya ya? Hmm, band kafenya mau main.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EQUATOR - Not Everyone Deserve Second Chance [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang