Keputusan

90 12 0
                                    

Matahari mulai terik, waktu telah menunjukkan pukul 10:38 pagi. Suasana SMA Negeri 1 Tanjungpandan di hari Senin ini sangatlah tenang, karena jam istirahat telah berlalu sekitar 23 menit yang lalu. Yang tersisa hanyalah murid kelas XI MIA 2 dan XII IIS 4 yang sedang berdiri di lapangan dengan seragam olahraga mereka. Yup, karena mata pelajaran mereka saat ini adalah Penjas.

Di satu sisi, kelas XII bergelut dengan basket, di sisi lainnya kelas XI sedang mengambil nilai materi lompat jauh.

"Nabilla, sekarang giliran kamu untuk ambil nilai" ucap Pak Wahid. Namun, gadis yang ditegur itu tidak bergeming sama sekali. Ia tetap memandang jauh sesuatu yang dirasanya lebih menarik dari hal apapun juga.

"Nabilla?!" lantas guru itu berteriak , membuat gadis tersebut akhirnya sadar dari lamunannya dan menoleh.

"S-Saya, Pak?" ucapnya gelagapan.

"Iya, jangan melamun, ini masih pagi. Udah sarapan belum?"

Anjir, lo kira gue pacar lo apa, nanyain udah sarapan apa belum? "Udah kok, Pak"

"Bagus. Sekarang, lari, kemudian lompat sejauh mungkin, biar nilainya juga bagus. Batas nilai KKM di jarak 2,5 m"

"Baik, Pak!"

Tanpa babibu, gadis yang bernama Nabilla Wardhani itu langsung mengerjakan apa yang telah diperintahkan. Ia segera melakukan lompat jauh dan mendapatkan tepuk tangan dari teman-temannya saat selesai karena berhasil mencapai jarak yang lebih jauh dari siswi lainnya yaitu 3,3 m.

"Bilbil, sini lo, gue mau cerita" teriak Milla, sahabat karibnya yang sedang beristirahat di depan Lab Bahasa, tepat disebelah lapangan lompat jauh.

Nabilla yang masih bersemangat segera menghampiri sahabatnya itu dan duduk di sisi kosong yang berada di sebelah kanan.

"Paan sih?" ujarnya.

"Bil, gue galon, mau ceritaaa" rengek Milla. Sahabatnya yang satu ini terkenal akan alay dan manjanya. Tapi bagi Nabilla itu adalah hal biasa karena mereka telah berteman sejak kecil.

"Maureza ngapain lagi ?" tanya Nabilla to the point.

"Masa tadi dia senyum ke gue Bil. Ya ampun, Bil, lo tau kan senyum Maureza itu kayak gimana-"

"Manis pake banget" potong Nabilla datar, karena merasa bosan jika harus mendengar celoteh tentang senyum-Maureza-manis-pake-banget.

"Lo bosen ya? Yaudah, kita cerita tentang The Oppa Ariq deh kalo gitu"

Mendengar nama itu, hanya membuat jantung Nabilla seperti mencelos keluar. Sakit. Sakit karena pemilik nama itu tak pernah tahu bahwa Nabilla memendam perasaan yang dalam kepadanya. Dan sakit karena ia juga mungkin tak pernah tahu bahwa gadis bernama Nabilla Wardhani ini pernah dan masih hidup saat ini.

"Bil!" Milla menepuk-nepuk ringan bahu temannya itu. Membawanya kembali ke alam sadarnya.

"Hm?" ucap Nabilla tanpa menoleh.

"Mau sampai kapan sih Bil, lo mendam perasaan? Lo ga kasihan sama diri lo sendiri?"

"Sampe dia sadar kalo gue ada. Kasihan, sih" jawab Nabilla malas.

"Bil, gue ada ide, dan asal lo tau aja, gue mikirin ide ini semalaman, sampe-sampe gue ga belajar sama sekali buat ulangan PKN" kata Milla antusias.

"Mulai deh, alay lo kambuh"

"Beneran ini, dengerin! Ide gue, gimana kalo lo ngirim surat cinta ke dia" ucap Milla yang berhasil membuat Nabilla membelalak mata.

"Gila aja! Lo udah sinting ya? Pikirin kedepannya, entar kalo dia tahu gimana?! Lagian gue cewek, ga mungkin gue yang deketin duluan!" teriak gadis itu. Tanpa sadar teman-teman sekelasnya masih berada disana, dan mungkin mendengar percakapan mereka.

Ya, begitulah jika mereka telah membicarakan masalah cinta. Tidak tahu tempat, waktu, maupun lokasi.

"Ya makanya berusaha supaya ga ketahuan oon"

"Milla Rosyita!" tibalah giliran Milla untuk mencetak skor. Seperti ditarik oleh panggilan itu, Milla pun bangkit dari posisi duduknya. Dan tergerak untuk berjalan ke lapangan. Namun seperti ada sesuatu terlupakan, ia berhenti, lalu menoleh ke arah sahabatnya dan berkata, "cinta itu butuh perjuangan, kalo ga, lo bakalan nyesel. Kenapa harus takut memulai hanya karena lo cewek" kemudian ia berlenggang menuju ke lapangan.

"Jadi, apa yang harus gue lakuin" ucap Nabilla lirih sambil tertunduk mengamati ujung sepatunya.

***

Kira-kira apa ya ending yang pas? Batin Nabilla yang saat ini sedang menyelesaikan tugas membuat cerpen. Ia mengetuk-ngetuk ujung ponsel 5.5 inci yang merangkap sebagai alat kerjanya itu dengan frustasi. Sebenarnya, deadline tugas itu bulan depan, tapi karena mengarang sudah menjadi hobinya, dengan senang hati ia membuatnya mulai hari ini. Padahal tugas itu baru diberikan tadi pagi.

"Kok gue kurang srek ya sama cerita romance? Ganti aja kali ya?" Nabilla mengalihkan pandangannya dari ponsel dan beralih menatap adiknya yang tengah asik ber-chat-ria.

"Srah lo deh Kak, mana-mana lo suka. Atau buat cerita lesbi-gay, lo kan penggila Yes or No." ucap Fina tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel tercintanya itu.

"Dari tadi juga gue temanya entu keless" jawab Nabilla santai.

Pernyataan itupun sukses membuat mulut Fina membulat dan pandangannya beralih menatap mata kakak yang mungkin sudah ia cap gila."Njir, emang dibolehin?!"

"Yah, gue yakin pasti boleh lah, namanya juga karya, dan setiap karya itu harus diapresiasikan."

"Iyalah yang bijak, gue mau ke kamar, males ngomong sama lesbi" ejek Fina seraya berjalan keluar dari kamar kakaknya itu.
 
"Enak aja! Gue fudanshi bukan lesbi!" teriak Nabilla saat punggung adiknya mulai menghilang dibalik pintu.

Awalnya, Nabilla sangat membenci segala macam yang berhubungan dengan LGBT, tapi semenjak ia dan temannya, Milla dan Paudina, movie marathon Yes or No 1 sampai Yes or No 2.5, entah mengapa mereka jadi merasa excited dengan hal itu. Sampai-sampai mereka bertiga dijuluki Lesbian oleh teman-teman sekelas.

Milla. Tiba-tiba saja Nabilla teringat akan ide gila sahabatnya itu. Membuatnya dilema. Disatu sisi, ia sangat ingin mengenal sosok kakak kelas yang selalu menghantui pikirannya itu. Di sisi lain, ia juga takut bila nanti akan terbongkar tentang siapa yang mengirim surat itu. Seperti kata pepatah Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan terjatuh jua.

Namun, tanpa ia inginkan, tangannya kemudian tergerak membuka laci yang berada di sebelah tempat tidurnya dan mengeluarkan sebuah pulpen dan secarik kertas. Lalu ia memungut ponselnya yang tergeletak di kasur karena tadi secara tak sadar ia lempar begitu saja.

Ia menyentuh aplikasi BBM dan menemukan nama Milla Rosyita tertera di riwayat obrolannya. Secara cepat, ia ngetik pesan yang akan ia kirimkan ke sahabatnya itu.

Tak selang berapa lama, BBM tone pun berbunyi tanda bahwa ia sudah mendapat balasan. Segera saja ia membaca pesan dari sahabatnya itu. Senyuman mengembang dibibirnya, arti bahwa ia sudah memutuskan apa yang akan ia lakukan.

16 Desember 2015

*****

Hallo Readers, ya ampun ini cerita pertama aku di Wattpad, dan ini baru Part pertama*-*
Doain aku ya biar bisa nyelesain cerita ini sampe tamat:) Karena aku gamau ngecewain kalian. Okey, byeee^^ tunggu next chap yaaa

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang